Mohon tunggu...
Ony Setiawan
Ony Setiawan Mohon Tunggu... Buruh - manusia biasa yang belajar menterjemahkan rasa menjadi huruf ber spasi

Corporate communication Officer "Bekerja keras lah tetapi harus selalu merasa cukup."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa Kabar Monitoring Zonasi Sekolah Pak Menteri?

7 September 2019   17:22 Diperbarui: 8 September 2019   13:00 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini nyampe juga di kota kecil tempat anak istri tinggal,  Alhamdulillah semalam perjalanan lancar di temani pak Guru yg habis selesai diklat.  Sepanjang sore hingga tengah malam kami diskusi tentang zonasi sekolah yang tahun ini sudah dijalankan penuh. 

Zonasi sekolah adalah kebijakan dari kementerian pendidik dan kebudayaan terkait PPDB atau penerima peserta didik baru dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal calon siswa dan sekolah yg di pilih. Tahun ini kebetulan anak saya juga sebagai "pemburu sekolah" dan mau ga mau ikutan dalam keramaian masalah zonasi. 

Untuk nilai sendiri alhamdulillah tidak menjadi masalah walaupun jika mau jujur dengan tidak mengesampingkan kemampuan nya tetapi juga karena didukung lembaga bimbingan belajar yg di ikuti nya dari kelas 1. 

Tapi apa boleh dibuat sistem zonasi yg konon di bangga kan pak Menteri menjadi sebuah hal yang mengusik kepercayaan diri nya, bagaimana tidak, walau "sekolah favorit" yg kata pak menteri ga boleh di sebut lagi sebagai favorit masuk zonasi dari tempat tinggal kami tapi ternyata sistem nya adalah adu cepat mendaftar secara online di situs PPDB kota. 

Tengah malam buta di hari pertama pendaftaran kota kami yg biasanya habis isya sepi mendadak seperti ada prosesi kehebohan karena sistem zonasi, wartnet penuh, tukang jual kuota data ikut laris di borong orang tua yg akan beradu cepat mendaftarkan anaknya. Dan karena kecepatan internet di rumah kami lumayan akhirnya bisa masuk sebagai pendaftar dengan waktu 00: 15 itupun ternyata sebagai urutan puluhan hadehh.. 

Sedikit lega karena secara hitungan jika kuota 300an minimal aman. Sempat berpikir masuk lewat jalur prestasi tapi keterangan minim sekali diperoleh cuma menurut sekolah "kalau masuk area zonasi mending pake zonasi pak," begitu solusi mereka. 

Lewat jam 1 dini hari pintu gerbang kami di ketok orang, beberapa orang tua dan anak nya numpang wifi dan menanyakan cara mendaftar,  akhirnya satu per satu saya dan anak membantu mereka mendaftarkan ke sekolah tujuan masing-masing. 

Dan pagi itu setelah semalam begadang akhirnya kami monitoring bersama proses seleksi nya melalui web PPDB dan alhamdulillah hampir semua yg kamu bantu masuk dalam passing grade sekolah yg dituju. 

Saat ini 3 bulan berlalu keramaian itu mungkin terlupa, zonasi sekolah sudah mengendap, yang penting aturan jalan,  masalah efek samping pikir nanti... Semalam peristiwa itu terlintas lagi saat diskusi panjang dengan pak guru di kereta.  Sistem ini ternyata menimbulkan celah mendalam antara si ber prestasi dengan si penikmat zonasi, menurut beliau dari awal masuk sekolah baru sampai gerbang sudah terlihat beda nya, yg dari prestasi mereka sudah rapi dari rambut mpe ujung kaki, masuk kelas mereka sudah berani menyapa guru dan mengucapkan salam.  

Yang dari zonasi yaa gitu deh rambut masih belum sisiran baju sepatu tas apa adanya, masuk kelas cenderung menghindari guru, dan duduk di sudut belakang tanpa motivasi. Pelajar pun harus tetap dijalan kan dan sekali lagi saat si berprestasi sudah tidak sabar melanjutkan bab lain si zonasi hanya terdiam ga ngerti dan ga peduli. 

Masih menurut beliau penjaga sekolah yang merangkap tenaga kebersihan pun ikutan mengeluh dulu saat semua anak tersaring beliau tidak pernah mendapatkan sisa "kotoran" di toilet siswa tapi baru 3 bulan sudah tak terhitung harus bersihkan kotoran yg tersisa itu. Naah pas ada PR atau tugas lebih terlihat lagi, bahkan pernah saya lihat anak kami galau menatap WA grup kelas nya karena ancaman jika ada yg sampai mengerjakan tugas demi kekompakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun