Mohon tunggu...
Herman R. Soetisna
Herman R. Soetisna Mohon Tunggu... -

Pelopor ergonomi industri terapan di Indonesia untuk peningkatan level K3, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, dan peningkatan "quality of working life" ini -katanya- pernah bersekolah di Teknik Industri ITB, Université des Sciences Humaines de Strasbourg, dan Université Louis Pasteur, Strasbourg-France. Sekarang Om-G [G=Ganteng, hehehe jangan protes ya...], bekerja sebagai dosen di ITB dan Peneliti Senior di Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi di ITB. Untuk yang ingin mengontak Om-G, silakan kirim e-mail via hermanrs@ti.itb.ac.id Wass, HrswG.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tabrakan Kereta Api VS Metro Mini di Angke, Faktor Human Error?

6 Desember 2015   14:10 Diperbarui: 6 Desember 2015   15:50 2220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

[Kompasiana.com/Om-G, ergonomi terapan, kecelakaan, kereta api, metro mini, human error, 6 Des 2015, 31].

Breaking news di salah satu TV swasta barusan mengabarkan pada hari Minggu ini sekitar pk.08.49 terjadi tabrakan antara sebuah kereta komuter dengan sebuah metro mini, dengan korban meninggal belasan orang [Inna lillahi wa inna illaihi raji’un..., semoga para korban diampuni segala dosanya dan diberi tempat yang terbaik di sisi Tuhan YME...]. Dikabarkan pula bahwa menurut saksi mata metro mini tersebut sebelumnya (pada saat ditabrak) berhenti di persilangan rel kereta dan menunggu penumpang di situ (a.k.a. mengetem...).

Kenapa sampai terjadi metro mini tersebut tertabrak oleh kereta api?[1] Dugaan kuat pasti penyebabnya adalah “human error”. Ya pasti dong... sudah tahu di situ ada persimpangan rel kereta api, lha kok ya ngetem di situ itu lho..?

Bisa jadi sih... Tapi sekarang mari kita kaji kejadian ini, dengan mengembangkan berbagai faktor yang mungkin menjadi penyebabnya, terutama dari aspek human error...

Human error? Mungkin... tapi tahukah Om dan Tante, bahwa human error itu ada beberapa jenis... Yuk kita telaah satu demi satu jenis-jenis human error dan dikaitkan dengan kasus kecelakaan di atas:

  1. Pure human error. Nah pada kasus ini “dosa”nya memang ada pada si operatornya; misalnya karena dia cu-ek, teledor, tidak peduli pada keselamatan (diri dan orang lain). Termasuk juga dalam hal ini adalah bila ada seorang pengemudi (dengan moda trans­portasi apapun) yang begadang semalaman padahal besoknya dia bertugas. Bahwa si pengemudi metromini ngetem di atas rel kereta api, ini jelas termasuk dalam human error jenis ini: dia tidak punya awareness pada keselamatan diri dan orang lain.
  2. Design_induced error. Di sini rancangan pada sistem kerjanya mendorong si operator untuk melakukan kesalahan. Misalnya “ruang kaki” pada kabin pengemudi yang tidak nyaman akan membuat sang sopir menjadi cepat lelah dan berkurang konsentrasinya. Pada keadaan seperti ini si sopir lebih mudah melakukan kesalahan yang bisa berujung pada terjadinya kecelakaan. Kecelakaan ini memang terjadi pada pagi hari, tapi dari jam berapa dia mulai bekerja? Termasuk di sini adalah, walaupun pada aturan telah dengan jelas dinyatakan bahwa ngetem di atas rel dilarang, tapi mestinya di situ ada rambu “S-coret”, ‘kan? Kalau rambunya sudah ada, penyok kah dia, atau terhalang kah dia, sehingga orang tidak/sukar melihat keberadaan rambu tersebut?
  3. Physical_environment_induced error. Kondisi lingkungan fisik tertentu pun (misalnya kondisi yang bising, panas dan bergetar) bisa membuat kita cepat lelah, dan seperti pada butir 2 di atas, keadaan seperti ini membuat kita lebih mudah melakukan kesalahan yang “meng­hasilkan” Kecelakaan ini memang terjadi pada pagi hari, tapi dari jam berapa dia mulai bekerja?
  4. Nonphysical_environment_induced error. Suatu keadaan dapat mendorong kita melaku­kan kesalahan yang biasanya tidak berani kita lakukan. Misalnya pada saat lalu lintas padat, kita jadi berani mengambil jalan dengan melawan arus karena orang-orang lain pun banyak yang melakukan hal yang sama. Nah dalam kasus ini, si pengemudi ngetem di atas rel kereta api; ini kemungkinan besar  sudah berkali-kali dia lakukan. Kenapa dia lakukan (terus) ? Kemungkinan para penumpangnya tidak protes, dan menerima keadaan itu sebagai “sesuatu yang wajar”. Kemungkinan pula, metro mini –metro mini yang lain (dan kendaraan umum yang lain) pun jangan jangan sering ngetem juga di situ [dan makin “legal” lah tempat itu itu sebagai tempat ngetem, paling-paling tinggal dikasih plang “Di Sini Tempat Ngetem Metro Mini”... beres dah, hehehe...]. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, kenapa sudah tahu kendaraan-kendaraan umum ngetem di situ, tapi kok dibiarkan, sih? ‘Kan kalau baru satu yang melakukan, trus langsung “disikat”, nggak ada yang ke dua, ke tiga dst? Nah yang ini mah masuk ke jenis human error yang ke lima di bawah ini.
  5. System-induced error. Nah di sini, sistem-nya lah yang “mendorong” terjadinya sebuah unsafe act, yang kemudian “pada suatu waktu, pada suatu tempat” menimbulkan terjadinya kecelakaan[2]... Ada beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan human error jenis ke lima ini, misalnya:
    • Apakah si pengemudi tahu mengenai aturan-aturan perlalulintasan? Jangan-jangan SIM nya didapatkan dengan cara yang tidak sah, ya mana tahu dia soal aturan lalu lintas? Apalagi kalau dia caritau juga kagak, makin sempurnalah keadaan ini...
    • Kalau sudah ada aturan yang melarang kendaraan berhenti di atas rel kereta api yang masih dipakai {halah, kalaupun tidak ada aturannya, secara logika ‘kan memang berbahaya sekali... tapi agaknya memang di Indonesia segalanya serba bebas, ya..? [SET MODE “manyun” ON]}, apalagi di situ sudah dipasang rambu dilarang berhenti, mestinya (atau “normal”nya) ya ndak ngetem di situ toh? Tapi agaknya orang-orang di negara kita tercinta ini memang istimewa (istimewa bandelnya gitu lho...), jadi ya harus diperlakukan istimewa: awasi tempat itu oleh aparat yang berwibawa, segera usir dan tandai SIM pengemudinya kalau ada metro mini atau angkot yang ngetem... Mengulang kesalahan yang sama? Sita dan musnahkan SIM nya, biar dia kelabakan... siapa suruh bandel?
    • Apakah pihak perusahaan melakukan “seleksi masuk” yang memadai untuk para pengemudi yang bekerja di situ. Bukan hanya tentang keterampilan mengemudi, tapi termasuk tentang “perilaku” nya. Kalau tidak salah, para ahli psikologi bisa tuh, mendeteksinya...
    • Apakah pihak perusahaan melakukan pengecheckan bahwa yang membawa kendaraan, pada setiap saat, adalah pengemudi yang seharusnya, dan bukannya sopir cadangan yang tidak diketahui oleh perusahaan (itu tuh, yang disebut dengan “sopir tembak”...).
    • Apakah pihak perusahaan melakukan pengecheckan “readiness to work” terhadap setiap pengemudi yang akan bekerja? Misalnya test tentang apakah dia sedang mabok, apakah dia sedang tidak sehat, apakah dia semalamnya kurang tidur, apakah tingkat konsentrasinya memadai untuk bekerja, dll., dsb., dst.? [3] Dan kalau ada yang tidak lolos test, mestinya dia tidak diijinkan bekerja untuk hari itu.
    • Dan lain-lain. Dan seterusnya. Dan sebagainya...

Dan siapa yang bertanggungjawab atas baik-buruknya sistem? Ya Pak Boss-nya lah...

Dengan paparan singkat ini semoga menjadi jelas bahwa walaupun disebut sebagai human error, yang perlu kita benahi mungkin tetap harus meliputi bermacam-macam aspek...

 

Sekian dulu dari Om-G ya.

Bon dimanche...

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun