Mohon tunggu...
Herman R. Soetisna
Herman R. Soetisna Mohon Tunggu... -

Pelopor ergonomi industri terapan di Indonesia untuk peningkatan level K3, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, dan peningkatan "quality of working life" ini -katanya- pernah bersekolah di Teknik Industri ITB, Université des Sciences Humaines de Strasbourg, dan Université Louis Pasteur, Strasbourg-France. Sekarang Om-G [G=Ganteng, hehehe jangan protes ya...], bekerja sebagai dosen di ITB dan Peneliti Senior di Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi di ITB. Untuk yang ingin mengontak Om-G, silakan kirim e-mail via hermanrs@ti.itb.ac.id Wass, HrswG.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apakah Polisi Tidur Boleh Dibongkar?

30 Maret 2017   09:13 Diperbarui: 30 Maret 2017   18:00 6611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alat pembatas kecepatan (polisi tidur). Sumber: www.dawginc.com

Siapa yang nggak tahu polisi tidur? Rasanya kebangetan deh kalau nggak tahu, wong dia ada di mana-mana... Hayo, siapa yang nggak sebal sama polisi tidur? Mungkin semuanya mengacungkan tangan tanda setuju... Iya nggak?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2001), polisi tidur diberi makna "bagian permukaan jalan yang ditinggikan secara melintang untuk menghambat laju kendaraan". Istilah polisi tidur pun disebut-sebut dalam Kamus Indonesia-Inggris John M. Echols dan Hassan Shadily Edisi Ketiga (1989) dengan menyebutnya sebagai “traffic bump”. Dalam Kamus Lengkap Indonesia-Inggris (2005), Alan M. Stevens dan A. Ed Schmidgall-Tellings menginggriskan istilah polisi tidur menjadi speed trap, traffic bump.

Jadi,by definition, polisi tidur bisa disebut sebagai “alat pembatas kecepatan”,yaitu bagian jalan yang ditinggikan berupa tambahan aspal atau semen yang dipasang melintang di jalan untuk pertanda memperlambat laju/kecepatankendaraan.

Jadi polisi tidur itu juga berguna dan ada manfaatnya, dong? So pasti!

Sebagai alat pembatas kecepatan, dia memaksa kendaraan-kendaraan yang lewat untuk menurunkan kecepatannya. Ini tentu sangat bermanfaat di area tertentu, misalnya di dekat sekolah, karena dapat meningkatkan aspek keselamatan.

Trus, kenapa Om-G kepingin membongkar polisi tidur? Halah, kayak sampeyan nggak pengen aja, hayo ngaku! Ampun Om-G, iya deh saya ngaku punya keinginan yang sama dengan Om-G...

Di negara kita yang tercinta ini agaknya homo-homini-lupusatawa hukum rimba masih berlaku (secara tidak resmi, tentu saja...) untuk hal-hal tertentu. Misalnya sebagian pengemudi motor (atau mobil) mungkin berpikir “Ini ‘kan kendaraan gue, dibeli pake duit gue, ya terserah gue dong mau ngebut juga di mana pun gue mau...”; dan melajulah dia dengan kencang, walaupun di dekat situ ada Sekolah Dasar... Dan masyarakat di sekitar situ pun membalasnya dengan memasang polisi tidur. “Ini agak gue, kesayangan gue... Lha kalau anak gue kenape-kenape a.k.a. celaka, memangnya lu mau tanggung jawab?”. Dan dengan kesebalan yang seperti itu, dibangunlah polisi tidur yang “aduhai”...

Maksud pembuatan polisi tidur pada awalnya adalah sebagai pembatas kecepatan bagi kendaraan yang lewat, dan bertujuan untuk meningkatkan keselamatan, baik keselamatan bagi warga maupun bagi si pengendara.

Di satu sisi, keberadaan polisi tidur memang bisa menciptakan suasana keamanan jalan dan keselamatan lingkungan. Orang jadi berhati-hati dan berjalan pelan ketika melintasi polisi tidur. Namun di sisi lain juga menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan.

Selain itu sering masyarakat membuatnya secara lebay, baik jarak yang terlalu dekat maupun tinggi gundukannya. Polisi tidur yang dibangun itu kadang-kadang tinggi banget, atau kadang-kadang nggak tinggi-tinggi amat sih, tapi “nyelekit”... Pokoké nyebelin deh... Dan korbannya bukan hanya mereka yang ngebut dan ugal-ugalan,tapi termasuk kita-kita ini yang ganteng (ato cantik), baik hati dan sopan berkendara di jalan... Sebel ‘kan? Sebel ‘kan?

Walaupun maksudnya baik, untuk mengurangi kecepatan kendaraan yang lewat sehingga bisa mengurangi potensi dan akibat kecelakaan, mbok yao, bikin polisi tidurnya jangan keterlaluan dong... Bisa bikin celaka, tahu? Dengan ketinggiannya atau karena nyelekitnya, dan kadang-kadang dipasang di tikungan jalan, maka alih-alih cuma bikin pelan, polisi tidur memang bisa bikin nggak nyaman, bikin celaka dan atau bikin mobil rusak... Siapa tuh, yang kemudian bersedia bertanggung jawab kalau ada kecelakaan gara-gara polisi tidur? Au ah gelap..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun