Mohon tunggu...
Nuke Patrianagara
Nuke Patrianagara Mohon Tunggu... Freelancer - cerah, ceria, cetar membahana

rasa optimis adalah kunci

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Surabaya-Semarang-Jogja-Solo-Surabaya 2009

16 Februari 2013   23:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:12 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumat, 27 November 2009

Segelas tehhhhhhhhh hangatttttttttttttttt didambakan di sore menjelang malam itu, setelah jalan-jalan keliling Surabaya bersama Jessie Fam mencari sesuatu yang memang dicari dan yang memang kebetulan ketemu , keep contact sama Landy fam antara mau ketemu dan tidak, karena hari itu ada korban disorientasi akibat kehilangan dot kesayangan.

Semuanya jadi jelas kembali setelah dotnya kembali diantar Landy Fam ke Restoran siap saji AW depan Polsek Genteng (setelah kita berkeliling karena Pak Kum yang jadi disorientasi, Jl. Wijaya kusuma jadi Jl. Kusuma Bangsa) lalu ngobrol ngalor ngidul dan Pak Kum mengusulkan atau mengajak atau memutuskan ahh apalah namanya pokoknya trip berikutnya adalah Tour De Jawa Tengah dan De Jogjakarta sudah diputuskan, siap dieksekusi dan diarungi bulan depan, Mbak Ade semangat buanget. Belum ke Solo tapi Bu Karla sangu serabi Solo yang kita santap bersama es krim dan root beer sebagai minumnya.

Form cuti disiapkan dan di GPK untuk diapprove. Sampai ketemu bulan depan dengan trip yang pasti tidak terlupakan.

“ Sebulan Kemudian……………………………”

Minggu, 27 Desember 2009

Selepas shubuh diriku akan dijemput, begitu isi SMS dari bapak kepala suku tadi malam.

Landy hadir didepan kos tidak jauh meleset dari janji di SMS.Dan patut menjadi catatan beberapa kali jalan ama Landy selalu diiringi hujan dan kepercayaanku tetap teguh yaitu berkah akan selalu melindungi kita semua. Keluar dari portal kosan ternyata Frodo Fam sudah menunggu untuk gabung tour ini menyusul rombongan Badag nanti. Bu Karla tanya Oktin kok nggak nongol, oh dia minta dijemput di Tuban sekalian menyediakan sarapan untuk kita-kita, pokoknya dia harus memaksa tempat makan untuk buka lebih dini khusus untuk kita.

Sampai Tuban kurang lebih pukul 08.30 WIB, penyakit Oktin ternyata nggak sembuh – sembuhselain PeLor (Nempel Molor ) yaitu mandinya kayak putri raja, sampai rombongan Landy dan Frodo menunggu dengan sabar didepan Pengadilan Agama, untung hari minggu kalau hari biasa penuh dengan lalu lalang orang urus perceraian, hak waris dll.

Oktin nongol di gerbang kosnya ok lets go ke…..

Warung makan Jangkar Tuban

Tempat makan ini memang sudah dipersiapkan jauh hari, kalau rombongan trip edan lewat Tuban, Oktin akan mengajak kita makan di Warung Makan Jangkar ini dengan menu utama Belut atau Warung Makan Rajungan Kaplok Sandal ini lain kali kalau ke Tuban lagi.

Dengan menu nasi putih atau nasi jagung plus belutnya yang agak jumbo dengan sambalnya yang kata Arya “orang Tuban Gila” karena pedasnya nendang habisssssssssssssssss tapi muantap.

1361002809762090420
1361002809762090420

Sumber: Nasi Jagung

Tuban mulai ditinggalkan, komposisi penghuni Landy dan Frodo berubah, Arya pindah ke mobil kokonya, kamipun menuju arah barat melangkah pasti meninggalkan Jawa Timur untuk menembus Jawa Tengah dimulai dengan kabupaten Rembang, bangunan khas Jawa Tengan mewarnai perjalanan kami, atap joglo serta ukiran di atas genteng yang jadi penghias rumah, melewati Lasem yang terkenal dengan batiknya dan melihat bangunan perpustakaan yang unik. Matahari semakin condong menjangkau sore, Landy dan Frodo singgah di:

Masjid Demak

Kami meluruskan kaki, membasuh muka sembari menengadahkan doa menghadap sang Pencipta untuk isi daftar hadir di sore itu, tidak lupa narsis didepan Mesjid yang kaya akan cerita penyebaran agama islam di Jawa Tengah. Pengunjung Mesjid lumayan agak membludak maklum selain libur anak sekolah juga banyak penziarah yang sengaja datang.

13610028971891581871
13610028971891581871

Sumber: Narsis di depan Masjid Demak

“Masjid Agung Demak merupakan masjid tertua di Pulau Jawa, didirikan oleh wali sembilan atau Wali Songo.Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Struktur bangunan masjid mempunyai nilai histories seni bangunan arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, kharismatik, mempesona dan berwibawa” (byWikimedia)

Perut mulai mengajak ngobrol minta diisi tapi dilihat dari rencana perjalanan makan siang di sate kambing depan:

Gereja Blenduk

Gereja ini merupakan ikon Semarang mungkin hampir sama halnya dengan Pintu Air Wonokromo di Surabaya atau Gedung Sate di Bandung.

13610029791254134471
13610029791254134471

Sumber: Gereja Blenduk

“Gereja Blenduk adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal dikota itu pada 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja ini sesungguhnya bernama Gereja GPIB Immanuel, di Jl. Letjend. Suprapto 33. kubahnya besar, dilapisi perunggu dan didalamnya terdapat sebuah orgel Barok. Arsitektur didalamnya dibuat berdasarkan salib Yunani. Gereja ini direnovasi pada 1984 oleh W. Westmass dan H.P.A de Wilde, yang menambahkan kedua menara di depan gedung gereja ini. Nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah. Gereja ini masih dipergunakan setiap hari Minggu”(byWikimedia)

Sampai didepan tempat makan yang dituju ternyata tutup alias tidak buka saudara-saudara, jadi isi perut dengan foto-foto didepan gereja sambil mencari pilihan yang tepat untuk mengisi perut.Paling semangat foto-foto didepan gereja adalah Oktin, karena dari bulan lalu di pingin foto didepan gereja sambil mengacungkan 2 jari ( penyakit gila no sekiannnnnnnnnnn).

Daerah sekitar Gereja Blenduk dipenuhi dengan bangunan-bangunan tua yang asyik untuk dinikmati bagaikan pindah keabad belakang, bangunan lama yang cantik dengan ornamen-ornamen yang buat ngiler untuk difoto aja dech daripada aku sebut diembat, diembat idenya nggak apa-apa kan?.

Perut yang meronta diisi diputuskan untuk diisi ditempat makan yang masuk ketujuan wisata kuliner Semarang yaitu:

Babat Gongso dan Nasi Goreng Babat

Sate tidak ada untuk disantap pilihan jatuh pada Babat Gongso dan Nasi Goreng Babat, untuk pencinta jeroan ini mungkin tempatnya dengan mengesampingkan kolestorel dan penyakit usia lainnya, es jeruk dan air jeruk panas sebagai pendamping makanan utama boleh diacungi jempol tapi sayang ketika minta tambah lagi, jeruknya habis.

1361003070927902872
1361003070927902872

Sumber: Nasi goreng plus babat gongso

Rombongan kecil meneruskan jejak langkah yang masih harus ditempuh dengan menyisihkan waktu mampir di:

Loenpia Mbak Lien

13610031451541789473
13610031451541789473

Sumber: Loenpia Mbak Lien

Loenpia makanan khas Semarang yang menjadi oleh-oleh para pelancong ketika menginjakkan kakinya di kota ini, pembeli memenuhi kedai Loenpia ini, salah satu ciri bahawa kedai ini memang TOP. Dan kamipun dibuat bersabar untuk mengantri meramu serta digoreng plus pelayannya yang kurang sedikit cekatan menjadikan beberapa pesanan orang sedikit kalang kabut.

13610032241724276780
13610032241724276780

Sumber: Proses membuat loenpia Mbak Lien

Kita sempat kehilangan kepala suku setelah mengantongi Loenpia, kita tunggu di mobil tidak berapa lama, kepala suku terlihat keluar dari Mall sebrang Landy parkir, kemanakah gerangan ?????? TP TP kali

Jalan masih panjang jangan ucap janji bahwa kita akan sampai tujuan dengan kedipan mata, hujan yang mulai mengguyur dengan lebatnya menemani perjalanan kami, dari kota Semarang kami menuju selatan arah Srondol, Ungaran, Klepu, Bawen, Ambarawa, Secang, Parakan, Kledung, Kretek. Sepanjang perjalanan arah sebaliknya lumayan padat dipenuhi oleh kendaraan luar kota Semarang, yang mungkin kayak kami-kami ini untuk melancong, sebenarnya dilihat dari rencana ada acara singgah di museum kereta api Ambarawa tapi waktu yang sangat tidak memungkinkan, waktu yang merambat malam, kami hanya bisa melihat lokomotif didepan arah jalan masuk museum dan jalan kereta yang dipergunakan untuk wisata kereta dengan kereta tua diatas jalan raya yang kita lewati, setiap papan petunjuk jalan mulai menunjukkan arah Wonosobo dan sampailah di:

Hotel Kresna Wonosobo

“Hotel Kresna adalah hotel bersejarah yang dulu bernama Merdeka, dan sebelumnya bernama Dieng” (By milis Jalansutra)

13610033311746031784
13610033311746031784

Sumber: Hotel Kreshna

Landy dan Frodo tiba duluan dibanding  Badag, cek in lalu mapping tempat, antri mandi, terdengar samar-samar suara Mbak Ade dari kamar, ehmm Badag sudah merapat dan siap bergabung berpetualang, kubuka jendela kamar dan ternyata benar Mbak Ade sama Pak GH sudah bersama bapak kepala suku.

Buka panti pijat judulnya, Pak Kum membawa alat pijat electric buat punggung dan leher, jadi antrilah kita untuk dipijat. Sembari kumpul dikamar ada Pak Juki, Badag team plus Jasmine (keponakan Pak GH), sambil berceloteh tentang perjalanan kita masing-masing lalu satu persatu keluar kamar untuk istirahat.

Nina bobo ohhh nina bobo kalau tidak bobo digigit keboooooo Zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzhmmmmmmzzzzwrrrrrrr

Senin, 28 Desember 2009

Selamat Pagi dunia mari kita sambut hari dengan semangat menjelajah negeri ini yang penuh dengan tempat berbahaya kalau tidak dikunjungi karena keelokannya.

Sarapan pagi menjelang siang, cuaca yang dingin mendinginkan suasana panas dan penatnya Surabaya. Kita bergiliran sarapan dan mandi karena ada putra putri raja yang mandinya pake luluran dan cari wangsit di kamar mandi . Ruang makan dengan gaya arsitektur lama alias jaman baheula begitu pula dengan ruangan-ruangan di depan serta lorong-lorong dan perlatan atau hiasan –hiasan dinding yang berupa alat-alat makan jaman kuno, menandakan hotel ini adalah peninggalan masa lalu, surga para penikmat seni kuno dengan tegel-tegel bermotif, jadi kangen bongkar gudang kakek nenek.

Di ruang ini kita berkenalan sama Uni Non kakaknya Pak GH, ibunya Jasmine, yang menyebutkan tim Bandung sableng ( ReMiDeSo ituuuu), berdasar cerita Pak GH pastinya tentang kelakuan para pelancong itu sewaktu TRIP EDAN maret 2009 lalu.

Selesai pemanasan mulut di ruang makan kita pindah ke ruang depan, kita berkenalan lagi sama Eyang, ibunya Pak GH dan Kang Cecep kakak Ipar Pak GH yang katanya inohong ti Bojongrangkong eh lepat ti Bayongbong sanes kitu Kang?.Gurita Landy akan semakin meluas dari trip ke trip melahirkan persaudaraan baru dengan berbagai pertanyaan pastinya, ketemu dimana? Kenal dimana? Insya Alloh cara silahturahmi ini akan memperpanjang umur, memperbanyak rejeki serta menyehatkan jiwa dan raga Amienn.

Siap-siap menjadi si Bolang ( Bocah petualang yang sudah bukan bocah lagi) dengan memulai foto keluarga di depan hotel Kresna, para petualang duduk manis dikendaraan, para jagoan check sound di masing-masing handy talky, tancappppppppp menuju:

Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateu)

136100344589231076
136100344589231076

Sumber: Gapura Selamat Datang di Dieng Plateu

“Nama Dieng berasal dari kata: diyang atau di-hyang yang artinya tempat Hyang/Dewa. Hyang sendiri artinya arwah leluhur. Sumber lain mengatakan nama Dieng berasal dari gabungan dua kata bahasa Sunda Kuna “di” yang berarti “tempat” atau “gunung” dan “Hyang” yang bermakna (Dewa). Dengan demikian berarti daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam. Nama Dieng berasal dari bahasa Sunda karena diperkirakan pada masa pra-Medang 600 daerah itu berasa dalam pengaruh politik Kerjaan Galuh. Dataran tinggi dieng merupakan dataran yang terbentuk oleh kawah gunung berapi yang telah mati. Bentuk kawah jelas terlihat dari dataran yang terletak ditengah dikelilingi oleh bukit-bukit. Sebelum terjadi dataran , area ini merupakan danau besar yang kini tinggal bekas-bekasnya berupa telaga. Bekas-bekas kawah pada saat ini kadang masih menampakkan aktivitas vulkanik seperti kawah Sikidang yang menghasilkan berupa gas/uap panas bumi yang bisa terlihat dari pipa-pipa yang besar sebagi media untuk mengalirkannya”(sumber : wikimedia & file BatMus)

Jalan yang kita lewati untuk menuju tempat - tempat yang mau dikunjungi menawarkan keindahan sisi asli kehidupan orang Indonesia kebanyakan yaitu kehidupanpara petani dengan tanah pertaniannya, yang hasil utamanya sayur mayur seperti kentang, tomat, kubis, rawit dsb.

Jalan yang menanjak dan berkelok lumayan buat ketar ketir dan sempat Landy punya 2 pengemudi, kerjasama yang baik antara Pak Kum sama Bu Karla menghasilkan Arya eh salah saling bahu membahu antara pereli dan navigatornya agar Landy tidak mandek ditengah jalan seperti yang pernah dialami waktu ke Bromo bersama anak-anak sableng itu, kami sebagai penumpang cuma komat-kamitberdoa demi kelancaran perjalanan ini dan segera mendapat jodoh hehehe www.maksa.com. Kamipun dibuat deg-degan kembali kala melewati jembatan kayu yang hanya bisa dilewati satu arah, yang sampingnya jurang, dengan bunyi kretek kretek gruduk gruduk terlindas ban mobil, napas ditahan lalu tunggu beberapa lama, sampailah disebrang jembatan keluarkan napas tapi jangan dari bawah nanti ada yang semaput, begitupun ketika perjalanan sebaliknya.

Perkampungan-perkampungan yang terlihat dari jalan – jalan yang kita lewati, menempati lembah –lembah yang bentuknya memang tidak seragam seperti kampung-kampung daerah perkebunan, kalau kata Pa Juki seperti sebaran sampah. Tempat pertama yang kita kunjungi adalah:

Komplek Candi Hindu

13610035371920630804
13610035371920630804

Sumber: Komplek Candi Hindu

“Secara historis percandian di Dieng Plateau dapat dikategorikan sebagai candi tertua di Jawa Dwipa ( Pulau Jawa), selain percandian di Gedong Songo. Tarikh relative dari kedua percandian ini adalah abad ke-7 Masehi, yang berarti 1 abad sebelum candi-candi di sekitar Prambanan. Gaya seni/langgam seni percandian Dieng termasuk dalam apa yang disebut dengan langgam percandian Jawa Tengahan. Terdapat beberapa komplek candi didaerah ini, komplek candi Dieng dibangun pada masa agama Hindu, dengan peninggalan Arca Dewa Siwa, Wisnu, Agastya, Ganesha dan lain-lainnya bercirikan Agama hindu. Candi-candi yang berada di dataran tinggi Dieng diberi nama yang berkaitan dengancerita atau tokoh-tokoh wayang purwa dalam lakon Mahabarata misalnya candi Arjuna, candi Gatotkaca, candi Dwarawati, candi Bima, candi Semar, Candi Sembadra, candi Srikandi dan candi Puntadewa. Nama candi tersebut tidak ada kaitannya dengan fungsi bangunan dan diperkirakan nama candi diberikan setelah bangunan candi tersebut ditinggalkan atau tidak dipergunakanlagi. Tokoh yang membangun candi tersebut belum bisa dipastikan, dikarenaklan informasi yang terdapat di 12 prasati tidak ada satupun yan menyebutkan siapa tokoh yang membangun.” (by Wikimedia)

Udara yang sejuk dengan sedikit mendung, semilir angin pegunungan menyapa kami pagi menjelang siang itu. Foto-foto adalah hal yang wajib dan jangan sampai terlewat plus Arya yang jeli dengan susunan batu candi yang tidak matching antara kiri dan kanan, serta atas dan bawah yang menandakan kurang jelinya juga para pemugar candi. Tidak ketinggalan Eyang menerangkan tokoh-tokoh pewayangan yang merupakan nama-nama candi dikawasan itu, karena hobi Eyang membaca cerita wayang.

Puas keliling di candi kita menuju tujuan berikutnya yaitu:

Kawah Sikidang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun