Mohon tunggu...
Nury Ajalah
Nury Ajalah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Jelang Putaran Kedua Pilkada Jakarta, Boleh Kan, Curiga?

22 Maret 2017   01:12 Diperbarui: 22 Maret 2017   01:23 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Kompas.com

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua sudah tinggal menghitung hari. Harapannya, Pilkada DKI putaran kedua nantinya berjalan dengan lancar. Tentu masyarakat, khususnya warga DKI, harus menjaga sikap. Berikan kepercayaan sepenuhnya kepada para penyelenggara, yakni KPU dan Bawaslu DKI Jakarta. Biarkan mereka bekerja dengan baik dan profesional.

Ada 3 sikap yang harus anda lakukan, demi terselenggaranya putaran kedua Pilkada DKI berjalan lancar, dan aman terkendali.

Pertama, sikap yang harus dijaga adalah, jangan sekali-kali anda menganggap remeh Pilkada Jakarta, karena tensi suhu politik nasional adalah taruhannya. Anda boleh saja tidak menghendaki Basuki sebagai gubernur DKI, berteriak lantang mengecam penistaan dan ketidak adilan hukum, tetapi anda jangan bersikap ngaco dan berprasangka buruk dengan menuding bahwa Ketua KPU dan Bawaslu DKI telah terlibat konstelasi politik dengan Tim Pemenangan Basuki-Djarot, hanya karena mereka menghadiri undangan rapat internal partai pengusung BADJA (Basuki-Djarot) di Hotel Novotel, Glodok, Jakarta Barat.

Tak hanya itu, anda juga harus melengkapi diri anda dengan sensor batin yang kuat. Sehingga tidak mudah diombang-ambingkan isu yang diciptakan oleh pemecah NKRI, Ahok haters, dan ulaaikahum kaum bumi datar. Anda mesti memiliki ketajaman insting politik yang cermat, serta kemampuan menguasai teori analisa alternatif. Sehingga, segala bentuk tafsir dan pikiran picik yang hadir dalam pikiran anda, mampu melahirkan opini yang segar dan tidak mencederai institusi semisal KPU dan Bawaslu.

Jika anda kesulitan untuk berfikir positif mengenai pertemuan KPU dan Bawaslu dengan Tim pemenangan BADJA, akan saya berikan contoh. Misalnya, anda bisa saja ber-husnuddzan, bahwa hadirnya para petinggi KPU dan Bawaslu di rapat internal Timses Basuki-Djarot pada 9 Maret 2017, bukanlah terkait dengan Pilkada DKI. Melainkan rapat tertutup tentang rencana Ngaliwet dan bakar-bakar ayam di Kediaman Ibu Megawati. Sebagai bentuk rasa syukur atas kemenangan pasangan ganda putera Kevin Sanjaya Sukamuljo-Marcus Fernaldi Gideon di All England Cup 2017 beberapa waktu lalu.

Kedua,yang perlu anda waspadai juga adalah, jangan sekali-kali terpengaruh dan terprovokasi oleh media abal-abal semacam pos-kamling-tro, PSK Puyengan, dan media-media tidak jelas lainnya. Anda harus percaya bahwa media semacam kompas dot com dan detik dot com adalah media yang paling kredibel dalam menyajikan berita, apalagi berita terkait Pilkada DKI Jakarta.

Misal, berita tentang Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta yang mengajukan permintaan 500.000 blanko Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) kepada Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri).

Anda harus percaya berita ini. Buang jauh-jauh pikiran liar yang menggerogoti otak anda. Jangan sampai terlintas dalam benak anda bahwa “Kemendagri” merupakan “Menteri dari partai pengusung Basuki-Djarot”. Buang jauh-jauh prasangka buruk anda bahwa 500.000 KTP itu, nantinya akan digunakan untuk mendompleng suara Basuki. Buang jauh-jauh pikiran semacam itu, sekali lagi, buang, Sodara!.

Terakhir, sepertinya, saya kok sudah tidak kuat menahan anda untuk selalu tidak berprasangka buruk, baik kepada KPU DKI, Bawaslu, dan Timses Basuki-Djarot. Melalui dua berita yang sudah saya sebutkan di atas, apalagi berita tersebut disajikan melalui media kredibel seperti kompas.com. Mohon maaf, saya sudah tidak tahan. Menjelang putaran kedua, sepertinya terdapat kejanggalan-kejanggalan yang begitu sistemik dan massif.

9 Maret 2017, KPU DKI, Bawaslu, dan Timses Basuki-Djarot menggelar pertemuan tertutup untuk rencana bakar-bakar ayam dan ngaliwet bersama. Kemudian hari Selasa, 14 Maret 2017, dilanjutkan dengan prosesi permintaan e-KTP tambahan sebanyak 500.000 kepada Kemendagri. Saya jadi gak kuat menahan diri untuk tidak curiga. Apalagi, pada 18 Maret 2017, ditambah dengan berita yang juga sama dari kompas.com, tentang keputusan KPU DKI yang “tidak mewajibkan” pemilih tambahan (DPTb) untuk membawa dan menunjukkan Kartu Keluarga (KK) ketika mencoblos di TPS. Jujur, saya tidak kuasa menahan diri untuk tidak curiga. Jangan-jangan, Ah sudahlah…!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun