Mohon tunggu...
Nurulloh
Nurulloh Mohon Tunggu... Jurnalis - Building Kompasiana

Ordinary Citizen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cara Freeport Menggali Potensi Emas Anak Papua

16 Agustus 2016   17:21 Diperbarui: 16 Agustus 2016   19:34 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi di dalam kelas Institut Pertambangan Nemangkawi/Nurulloh

Dalam berbagai literatur, perbincangan seputar tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) dimaknakan sebagai peran dan kegiatan yang dijalankan tiap perusahaan kepada masyarakat dalam arti luas maupun sempit. Misalnya saja kegiatan perusahaan yang ditujukan kepada masyarakat di lingkungan tempat perusahaan menjalankan aktivitasnya.

Lebih jauh lagi, bahasan tanggung jawab sosial perusahaan tidak semata persoalan sosial semata tetapi juga menyangkut persoalan moral. Jika tanggung jawab sosial berhenti sampai kepada hubungan dengan masyarakat, tanggung jawab moral perusahaan dimulai dari bagaimana sebuah perusahaan bersikap dan mengembangkan karyawannya, selanjutnya bagaimana sebuah perusahaan menjalin hubungan dengan perusahaan lain, sampai kepada hubungan dengan masyarakat.

Bahkan, Milton Friedman, seorang profesor emeritus dari Universitas Chicago dan pemenang Hadiah Nobel bidang ekonomi tahun 1976 berpendapat jika tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya sebatas pada kontribusi yang diberikan perusahaan kepada masyarakat, tetapi menjadi sebuah cara lain dalam meningkatkan keuntungan sebesar mungkin.

Sepakat atau tidak, ketiga pandangan di atas layak untuk dikaji lebih lanjut. Namun, artikel laporan ini tidak akan mendebat soal definisi atau nomenklatur tanggung jawab sosial perusahaan. Saya mencoba berbagi informasi selaras data dan fakta yang pernah saya dapat saat berkunjung ke sebuah perusahaan tambang besar yang beraktivitas di ujung timur Indonesia.

Tepat 60 hari lalu, kesempatan untuk mengetahui lebih dalam tentang PT Freeport Indonesia (PT FI) datang mendadak. Sejak duduk di bangku sekolah menengah atas hingga undangan berkunjung ke PT FI datang, saya memang memendam rasa ingin tahu seperti apa kondisi, situasi dan cara kerja PT FI yang selalu jadi perbincangan hangat di tiap kalangan.

Area PT FI yang saya kunjungi adalah kawasan Kuala Kencana dan sekitaran Kabupaten Mimika, Kota Timika, Papua. Tempat ini jauh dari lokasi penambangan mineral yang berada di dataran tinggi. Yang ada hanyalah tempat pemrosesan mineral dan segala aktifitas non tambang serta berbagai kegiatan PT FI yang bersinggungan langsung dengan masyarakat sekaligus tempat mereka membangun sumber daya manusia yang berkualitas.

Salah satunya adalah balai pendidikan dan latihan kerja yang diberi nama Institut Pertambangan Nemangkawi. Melalui institut ini PT FI berupaya menunaikan tanggung jawabnya kepada karyawan dan masyarakat sekitar.

Menurut data yang saya terima, pada akhir tahun 2014 lalu, institut yang berdiri di pintu masuk kawasan perkantoran dan perumahan karyawan PT FI di Kuala Kencana ini telah membina sekitar 3.855 siswa magang dengan 20 jenis keterampilan. Dan pada pertengahan tahun ini, Institut Nemangkawi telah menyerap 2.800 lulusan yang telah dijadikan karyawan PT FI.

Jumlah tersebut belum termasuk karyawan yang diberi kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri di Institut Teknologi Bandung dalam program magister bisnis.

Suzan Kambuaya, Superintendent Traineeships and Support Institut Pertambangan Nemangkawi mengatakan bahwa 90 persen siswa dan karyawan yang belajar di institut ini adalah penduduk lokal yang berasal dari tujuh suku.

Di Timika setidaknya terdapat tujuh suku yang secara hak adat mendiami daerah PT FI melakukan aktifitasnya. Ketujuh suku tersebut menjadi kesatuan entitas masyarakat lokal. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan pengembangan dari PT FI. Suku Kamoro, Amungme, Dani, Duga, Damal, Ekari dan Moni adalah tujuh suku yang dimaksud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun