Mohon tunggu...
Muhamad  Nur Mustakim
Muhamad Nur Mustakim Mohon Tunggu... Lainnya - Benar-Benar Bukan Orang Benar

Pembelajar yang hanya bisa diberhentikan oleh kehendak Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bahagia Orang Tua yang Utama

19 Juli 2017   22:06 Diperbarui: 19 Juli 2017   22:57 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebahagiaan Mereka Harga Mati (Dok. Pribadi)

Mulai dari awal keluar melihat dunia ini hingga saat menulisnya tulisan ini dan bahkan mungkin masih akan berlangsung selama beberapa tahun lagi diri ini sudah banyak sekali mengecewakan, membuat sedih, menyulut api amarah, membuat susah kedua orang tua, bahkan dengan berbagai macam kebutuhan yang berbeda di tiap zaman tentu secara tidak langsung memaksa kedua orang tua untuk membanting tulang mereka lebih keras, mengeluarkan air keringat lebih banyak, menambah beban-beban dalam otak, meniadakan waktu untuk bersenang-senang, bahkan kedua orang tuaku masih saja menyewa kostagar tidak terlalu berat biaya yang dikeluarkan jika mengontrak rumah apalgi untuk membeli. Sungguh semua itu dilakukan tidak lain dan tidak bukan semata-mata hanya untuk kesuksesan buah hati tercinta yang menulis tulisan ini beserta adik yang juga sedang mengenyam pendidikan di tingkat menengah atas.

Semenjak masuk di bangku perkuliahan, saya merasakan betapa sulitnya kiriman uang dari orang tua. Dengan alasan tersebut saya pun mencoba untuk memulai bisnis kecil-kecilan, yaitu berjualan kopi keliling di kampus tempat saya kuliah. Namun bisnis kecil--kecilan ini hanya berjalan selama satu semester, dikarenakan mulai padatnya jadwal kuliah apalagi jurusan saya Teknologi Industri Pertanian yang mempunyai jadwal praktikum cukup padat. Di tahun kedua saya mulai lagi berjualan, lagi-lagi saya berjualan di ranah makanan dan minuman. 

Di tahun kedua ini saya berjualan pada pagi dan siang, otomatis saya harus mampu untuk membagi waktu dengan sebaik mungkin agar kuliah tidak terbengkalai, semua itu saya lakukan untuk mengimbangi dan mungkin juga bisa dikatakan untuk membantu meringankan beban biaya kedua orang tua, minimal uang jajandari hasil keringat sendiri lah. 

Kegiatan bisnis kecil-kecilan sudah saya tinggalkan semenjak menginjak tahun ketiga karena jadwal dan porsi kegiatan kampus yang begitu padat sehingga sangat sulit untuk membagi waktu dan menyimpan tenaga dan pikiran sekalipun jika masih saja berjualan. Di tahun keempat ini saya mulai sadar bahwa kuliah yang saya jalani ini semakin mengalami ujian yang amat berat, saya terancam gagal wisuda tepat waktu, tapi entahlah mungkin ini memang yang terbaik dan akan saya yakini bahwa meman ini yang terbaik. 

Namun yang ada di benak saya bukanlah waktu yang terbuang sia-sia, tapi biaya yang harus dipersiapkan orang tua lebih banyak lagi, memang sudah kewajiban bagi kedua orang tua untuk mengayomi buah hatinya, namun sangatlah terhina jika si anak tidak menghargai jerih payah mereka, dan kata tidak menghargaijerih payah orang tua telah terjadi dalam diri ini. Ketika masih aktif berjualan, saya sering merasa letih yang akhirnya membuat kuliah saya tidak optimal bahkan sering sekali saya meninggalkan kelas, sungguh bodohnya diri ini.

Sekarang, penyesalan tiada berguna, tiada berarti, tiada mendatangkan manfaat bagi sang pelaku. Yang harus dilakukan adalah bangkit dan bangkit meskipun dalam proses kebangkitanitu pasti ada masa-masa jatuh, tergelincir, terpeleset namun yang harus dilakukan adalah bangkitdan bangkit. Tidak ada lagi kata malas, tidak ada lagi kata senang-senang, tidak ada lagi waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Yang ada hanyalah puasa, puasa dalam banyak arti menahan diri dari senang-senang atau segala sesuatu yang tidak bermanfaat. 

Semua ini harus dikerjakan sungguh-sungguh, karena yang ada di benak pikiran saya adalah bagaimana cara membahagiakan kedua orang tua saya, karena tangis sedih orang tua saya hampir pasti keluar ketika teman-teman satu angkata saya di wisuda tahun depan. Dan saya harus menggantinya dengan tangis bahagia di waktu saya di wisuda kelak. Segala sesuatu yang menjadi acuan dalam keeseharian saya adalah kebahagiaan orang tuasaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun