Mohon tunggu...
Nur Muhammadian
Nur Muhammadian Mohon Tunggu... wiraswasta -

Penulis buku "Kripik untuk Jiwa - Renyah Dibaca, Bergizi dan Gurih Maknanya". Aktifis kampanye hidup efektif dan bahagia, bahwa bahagia itu mudah dan sederhana. Official Web : http://www.nurmuhammadian.com. Mengelola Fanpage Cahaya Selaras Insani di Face book http://www.facebook.com/nmdian http://www.facebook.com/cahayaselarasinsani Follow Twitter : @nurmuhammadian

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

[Pendidikan] Orang Tua Menjadi Sahabat Anak Menghadapi Ujian Nasional

21 Maret 2013   08:18 Diperbarui: 4 April 2017   17:27 1465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menjelang Ujian Nasional para peserta didik semakin intensif melakukan persiapan. Anak-anak yang merupakan harapan bangsa ini harus maksimal mempersiapkan diri, baik persiapan materi pelajaran yang diujikan maupun persiapan mental. Dukungan dari semua pihak di sekelilingnya sangat dibutuhkan, khususnya dari kedua orang tua.

Mungkin banyak orang tua yang sudah lupa atau tidak paham dengan materi pelajaran anaknya, tapi itu tidak terlalu penting karena sudah didapatkan dari sekolah atau lembaga bimbingan belajar. Yang paling dibutuhkan anak dari orang tua adalah dukungan dalam bentuk doa, perhatian, dan waktu.

Semua orang tua pasti selalu berdoa untuk masa depan anak-anaknya. Saat mendekati Ujian Nasional adalah kesempatan yang bagus bagi orang tua untuk mengajarkan kepada anak tentang spiritualisme dalam bentuk tindakan nyata. Orang tua sebaiknya mengajak anaknya beribadah dan berdoa bersama sehingga jiwa lebih tenteram dan tenang. Akan menjadi pengalaman yang sangat berkesan bagi orang tua dan anak, khususnya bagi yang belum pernah melakukan kebersamaan seperti itu sebelumnya.

Semakin mendekati ujian orang tua harus lebih banyak meluangkan waktu mendampingi anak. Orang tua seharusnya  tidak hanya menyuruh, mengingatkan, dan menekan anak untuk terus belajar, tanpa memberi contoh. Sering terjadi orang tua menyuruh anaknya belajar di kamar sementara mereka sendiri asyik menonton televisi. Anak akan merasa berjuang dan menanggung beban sendirian. Orang tua yang bijaksana lebih meningkatkan sikap empati dengan meluangkan waktu mendampingi anak belajar. Memang dibutuhkan pengorbanan kegiatan-kegiatan rutin dari orang tua, terutama kegiatan yang kurang produktif. Ibu sebaiknya mengorbankan kegiatannya menonton sinetron atau infotainment, dan mengalihkannya dengan menemani anak belajar. Bapak juga harus rela berkorban tidak menonton bola pada jam-jam belajar anak. Dengan begitu suasana rumah akan sangat kondusif untuk belajar. Anak tidak terganggu suara-suara televisi dan merasa mendapatkan dukungan maksimal.

Orang tua bisa mendampingi anak belajar sambil membaca. Ibu juga bisa sambil menyulam atau kegiatan-kegiatan kewanitaan lainnya di samping anak. Bila bapak cukup sibuk dengan pekerjaan, sebaiknya meluangkan waktu sejenak setiap hari sekedar memberi semangat anak, bila perlu mengajukan cuti saat minggu terakhir menjelang Ujian Nasional.

Dengan bersikap sebagai sahabat, bukan sebagai sipir penjaga, orang tua akan membuat anak  merasa nyaman, tenang, dan damai saat belajar. Sebagai sahabat, orang tua berusaha memahami dan memenuhi kebutuhan anak agar bisa semangat dan rajin belajar. Sebaliknya, orang tua yang bersikap sebagai sipir penjaga hanya memaksa anak mematuhi perintahnya tanpa memahami kebutuhan anak. Banyak meluangkan waktu mendampingi anak akan membuat orang tua bisa peka merasakan atau mendeteksi saat anak mulai jenuh dan stress belajar. Saat itu terjadi orang tua bisa mengajak anak mengalihkan kegiatan sejenak  pada sesuatu yang menyenangkan, sesuai minat anak, sehingga anak bisa lebih fresh ketika kembali belajar.

Sebelum mendampingi  anak yang sedang belajar orang tua harus meminta izin dulu, karena tidak semua anak terbiasa dan merasa nyaman didampingi. Anak yang menolak didampingi karena selama ini memang belum ada kedekatan emosi dengan orang tuanya layaknya seorang sahabat. Orang tua harus menjadikan penolakan ini sebagai masukan untuk melakukan perbaikan proses komunikasi dengan anak. Pada kondisi ini diperlukan lebih banyak lagi perhatian, waktu dan kesabaran dari orang tua untuk proses pendekatan yang lebih intensif. Hubungan persahabatan antara orang tua dengan anak ini harus segera dijalin karena akan sangat dibutuhkan dan bermanfaat sejak anak mengikuti Ujian Nasional yang pertama kali, yang bersamaan dengan fase transisi anak menuju remaja.

Orang tua adalah sahabat yang terbaik bagi anak, seharusnya, karena orang tualah yang paling tulus menginginkan sesuatu yang terbaik bagi anaknya. Sebagai sahabat terbaik seharusnya  orang tua selalu mengarahkan anak pada cara-cara yang baik dan mulia dalam menghadapi Ujian Nasional, dan menghindari cara-cara hina atau tercela. Sahabat yang baik selalu memberi pengaruh baik, bukan sebaliknya. Dengan pendekatan layaknya sahabat orang tua harus menanamkan pada anak tentang nilai-nilai kemuliaan yang harus dijaga dalam berjuang menuju sukses, khususnya mengahadapi Ujian Nasional.

Merasa didampingi orang tua sebagai sahabat akan membuat mental anak peserta didik lebih kuat menghadapi Ujian Nasional. Anak akan merasakan dukungan yang maksimal, tidak merasa berat menanggung beban, sehingga bisa berpikir dengan segar dan jernih.

Persahabatan orang tua dan anak ini juga sangat bermanfaat paska ujian. Orang tua yang bersahabat akan terus menguatkan mental anak menerima hasil perjuangannya, perjuangan bersama. Bila tidak sesuai harapan, orang tua yang bersahabat akan lebih mudah menyemangati anak untuk tetap tegar dan mampu bangkit berjuang lagi. Bila anak lulus Ujian Nasional, hubungan persahabatan dengan orang tua akan membuat langkah berikutnya lebih mudah dan lancar, seperti memilih sekolah untuk jenjang berikutnya dan mempersiapkan ujian masuknya.

Ujian Nasional bukan segala-galanya, hanyalah salah satu tahapan proses pendidikan, tapi kesalahan sikap orang tua kepada anak dalam menghadapinya bisa berakibat fatal pada keseluruhan hidup anak. Dibutuhkan kesadaran orang tua bahwa kesehatan mental dan kekuatan karakter yang mulia jauh lebih penting bagi anak dibanding sekedar lulus Ujian Nasional, sehingga orang tua bisa selalu memilih sikap-sikap yang mendukung itu. Bukankah mengantar anak menuju sukses dunia dan akhirat adalah proyek utama semua orang tua?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun