Mohon tunggu...
Nurfaizah Kalsum
Nurfaizah Kalsum Mohon Tunggu... lainnya -

saya pengajar di suatu SMK swasta di Jakarta Saya senang bergaul dan main game...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cita - cita menjadi dokter

3 Desember 2013   00:59 Diperbarui: 4 April 2017   16:13 9983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teringat waktu ku masih kelas 1 sekolah dasar (sd). Waktu itu aku sedang mengalami sakit dan harus dioperasi karena ada benjolan dipaha. Bolak – balik ke rumah sakit di Cipto Mangunkusumo dari rumah untuk pengurusan surat, ambil darah dan pemeriksaan lainnya sebelum operasi. Ku merasa sebal melihat dokter yang mengurusi acuh,cuek dan bermuka merengut,padahal aku kan anak kecil yang perlu dibujuk. Mama lah yang menenangkan diri agar ku mau disuntik dan diperiksa.

Pernah pula ketika bisul – bisul melanda kulit ku. Setiap kali bisulan,mama selalu akan membawa ku ke puskesmas. Namun di sana ku dikatakan jorok dalam hal menjaga kebersihan kulit. Saat itu,mama sangat marah ke dokternya dan beliau berkata, “Siapa yang mau anaknya punya penyakit ? Dokter, saya sangat menjaga kebersihan anak saya.” Akhirnya,mama tak mengajak aku ke puskesmas tapi ke klinik.

Dari hal tersebut, ku pun bertekad ingin jadi dokter agar anak-anak yang sedang sakit menjadi ceria melihat dokter yang peduli dengan mereka. Semakin tertarik menjadi dokter karena persepsi ku waktu itu,dokter pasti akan dicari dan dimintai tolong dengan kehormatan yang tinggi.

Di SMA,aku pun memilih jurusan A2 agar mudah masuk perguruan tinggi jurusan kedokteran. Sayangnya,ku gagal untuk masuk ke jurusan kedokteran. Sirna lah cita – cita ku. Entah mengapa,aku diterima di Fakultas Kesehatan Masyarakat yang semula aku iseng dalam mendaftar di fakultas tersebut.

Di fakultas ini lah,ku baru memahami,ternyata untuk menjadi dokter tak bisa “asal jadi”. Perlu kosentrasi dan pengetahuan. Aku pun bersyukur tak menjadi dokter karena baru ku sadari bahwa aku ini pelupa dan ceroboh. Jika ku jadi dokter,mungkin alat jahit akan tinggal di perut pasien. :)
Dosen kupernah berkata,”Kalian patut bersyukur menjadi mahasiswa/i di sini, karena kalian bisa merugikan mata pencaharian para dokter. Kalian bisa membuat pencegahan agar masyarakat sehat dengan cara mempromosikan kesehatan.”

Saat ini,ku bekerja menjadi guru di sebuah sekolah tingkat atas yang siswanya lebih banyak lelaki. Ternyata,guru pun menjadi dokter buat para siswa/i nya. Aku bisa mendiagnosa seorang siswa berdasarkan nilainya, kelakukannya dan kedisiplinannya. Aku bisa beri mereka obat dengan motivasi untuk raih impian mereka. Ya…. Ku telah mewujudkan cita – cita ku menjadi seorang dokter dengan bentuk yang berbeda.

Ku berharap, siswa/i ku (di tempat ku mengajar bimbel) yang ingin menjadi dokter, raih lah impian tersebut. Jadilah dokter yang bersahaja seperti di film Patch Adam. Walau banyak rintangan,lakukan yang terbaik.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun