Mohon tunggu...
Nuning Listi
Nuning Listi Mohon Tunggu... Wiraswasta - ibu rumah tangga

Seorang ibu rumah tangga biasa yang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Idul Fitri Bentuk Deradikalisasi Diri

23 Juni 2017   06:44 Diperbarui: 23 Juni 2017   09:03 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Idul Fitri - http://media.nationalgeographic.co.id

Lebaran sebentar lagi. Jutaan manusia melakukan tradisi mudik ke kampung halaman, untuk merayakan hari kemenangan. Di hari lebaran ini, semua wajah terlihat sumringah, tidak ada ketegangan dan semua bersikap ramah kepada siapa saja. Bahkan, semua orang membukakan pintu maaf kepada semua orang. Ya, memang begitulah tradisi di berbagai tempat di Indonesia ketika lebaran idul fitri. Tidak hanya itu, pada saat lebaran juga marak tradisi saling berbagi. Tak heran jika semua umat muslim begitu mendambakan suasana di hari lebaran yang fitri itu.

Disisi lain, ada kekhawatiran ancaman teror kembali mengemuka setelah kelompok ISIS terus melakukan ekspansi ke Asia Tenggara. Berbagai pengamanan terus dilakukan, agar ancaman teror tidak terjadi seperti tahun-tahun sebelumnya. Seperti kita tahu, di penghujung Ramadan pada 2016 lalu, bom sempat meledak di Mapolres Surakarta, yang menyebabkan pelaku tewas dan 1 anggota polisi terluka. Pada 2012, pos pengamanan lebaran di Gemblengan Solo, Jawa Tengah, diserang penembak tak dikenal. Dalam serangan ini 2 polisi mengalami luka tembak.

Dalam beberapa hari terakhir ini, Densus 88 terus melakukan penangkapan pihak-pihak yang diduga terlibat teror. Para pelaku yang ditangkap ini diduga terlibat dalam jaringan ISIS. Publik tentu berharap, jaringan teroris yang tersebar di Indonesia ini tidak melakukan tindakan 'amaliyah' mendekati lebaran idul fitri ini. Sebaliknya, semua orang diharapkan melakukan introspeksi diri di hari idul fitri. Jika semua orang bisa memahami esensi dari idul fitri, secara tidak langsung kita telah melakukan deradikalisasi pada diri kita, untuk tidak menjadi pribadi yang radikal, tidak menjadi pribadi yang merasa benar sendiri dan mudah mengkafirkan orang lain.

Lalu, apa hubungannya idul fitri dan deradikalisasi? Bukankah keduanya bertolak belakang? Benar. Namun keduanya mempunyai filosofi yang kurang lebih sama. Ujung dari bulan Ramadan adalah hari kemenangan idul fitri. Bentuk kemenangan ini dimaknai sebagai kembali suci, tanpa dosa. Sementara, ujung dari deradikalisasi adalah bebasnya diri dari berbagai pemahaman radikal. Jika kita bisa membersihkan diri dari segala bentuk perbuatan dosa, secara tidak langsung kita juga telah berhasil menderadikalisasi diri kita, dari pengaruh-pengaruh radikal.

Pada saat idul fitri, kita juga menghapus semua dendam, amarah, benci, sombong dan perasaan yang selalu merasa benar sendiri. Sikap tersebut seringkali memempengaruhi seseorang untuk menjadi radikal dan berbagai tindakan kekerasan. Rasa dendam juga seringkali melahirkan perilaku yang tidak terpuji, seperti perilaku intoleran. Seperti kelompok ormas keagamaan yang selama ini terjadi di Jakarta dan kota besar lainnya. Meskipun selalu meneriakkan takbir, perilaku dari ucapannya masih tetap tidak mencerminkan ajaran agama. Perilaku ini semua merupakan bibit dari radikalisme. Karena itulah, harus dihilangkan dengan cara deradikalisasi.

Mari kita menderadikalisasi diri untuk tidak lagi melakukan tindakan tidak terpuci. Mari kita belajar dari Ramadan, yang mengajarkan bagaimana cara mengendalikan diri untuk tidak berujar dan berperilaku intoleran. Mari kita belajar dari Ramadan yang mengajarkan bagaimana berlomba berbuat baik, berlomba untuk belajar ajaran agama serta berlomba untuk mendapatkan keberkahan Allah SWT.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun