Mohon tunggu...
Nuke Andra
Nuke Andra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Tolak Reklamasi Bersama Anies-Sandi

19 April 2017   04:24 Diperbarui: 19 April 2017   04:30 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasional - Republika

Reklamasi bukannya terlarang dilakukan, tetapi jika sejumlah peraturan ditabrak, dampak lingkungan diabaikan, dan kerugiannya lebih banyak, untuk apa tetap dilakukan?

Beberapa tahun belakangan ini isu reklamasi Teluk Jakarta ramai dibicarakan. Ada yang setuju, ada yang tidak setuju, sebagian tidak mengerti. Reklamasi daratan artinya membuat daratan baru dari dasar laut atau sungai. Reklamasi dianggap sebagai pilihan yang tidak bisa dihindari untuk memenuhi kebutuhan lahan bagi pembangunan serta perluasan dengan kondisi padat dengan luas daratan yang terbatas seperti Jakarta.

Pakar tata ruang dan lingkungan, Marco Kusumawijaya menjabarkan permasalahan reklamasi dalam acara Netizen Gathering, 25 November 2016. Menurutnya, reklamasi tidak menjawab kebutuhan di Jakarta. Jumlah penduduk Jakarta tidak didukung oleh infrastruktur karena pesebaran penduduk yang tidak proporsional.

“Pengertian reklamasi yang sebenarnya adalah membuat kembali pantai yang hilang, memperbaiki pantai, atau menciptakan pulau buatan,” kata Marco.

Reklamasi sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Misalnya di era Presiden Soeharto pada tahun 1995. Namun, tujuan reklamasi saat itu adalah rehabilitasi. Hingga saat ini izin reklamasi tidak diperbaiki dan tidak lagi diterbitkan. Bahkan BPR (Badan Pengawas Reklamasi) sekarang sudah tidak ada. Sayangnya saat ini Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) dibuat parsial sehingga reklamasi menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

Dampak buruk reklamasi tidak hanya bagi lingkungan namun hingga masalah perekonomian. Di antara dampaknya adalah kenaikan muka air laut 60 cm per tahun yang menyebabkan pendangkalan muara, penyebab kiriman banjir dan sebagainya. Selain itu, nelayan mengalami kerugian sebanyak Rp.26 juta setiap bulan. Mereka kesulitan menangkap ikan. Sementara untuk melaut ke tengah, peralatan nelayan kurang memadai. Menurut Badan Pusat Statistik, ada 17.000 nelayan yang kehilangan mata pencaharian. Alih-alih mengatakan bahwa daerah yang direklamasi tidak lagi menghasilkan ikan layak untuk dikonsumsi, riset yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia menunjukkan fakta yang berbanding terbalik dengan pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama.

Persoalan reklamasi harus diselesaikan sampai ke akar permasalahannya. Mas Anies dab Bang Sandi dengan tegas menolak reklamasi karena berbagai pertimbangan. Pembangunan ataupun rekayasa tetap boleh dilakukan hanya saja harus tetap memperhatikan kepentingan umum.

Ada permasalahan lain yang tidak kalah penting di Jakarta, misalnya soal air bersih. Pemerintah provinsi bisa fokus menyelesaikan permasalahan air tanah dengan membangun pipa-pipa untuk mengalirkan air ke setiap rumah warga Jakarta.

Mari membangun yang perlu saja, jangan membangun yang bikin susah dan hanya untuk kepentingan kelompok tertentu,” tutup Marco.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun