Mohon tunggu...
Dr. Nugroho SBM  MSi
Dr. Nugroho SBM MSi Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka menulis apa saja

Saya Pengajar di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Semarang

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mungkinkah Indonesia Tidak Melakukan Impor?

16 November 2018   06:43 Diperbarui: 16 November 2018   10:57 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernyataan  Capres Prabowo Subianto bahwa jika ia jadi Presiden maka segalanya tak ada yang diimpor, menuai kontroversi. Ada yang tidak setuju, tetapi ada yang setuju. Yang tidak setuju mengatakan bahwa perdagangan internasional (ekspor dan juga impor) dilakukan sejak jaman dahulu hingga sekarang dan oleh siapapun.

Indonesia sejak jaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit telah melakukan perdagangan internasional. Sekarang ini, tak ada negara yang tidak melakukan perdagangan internasional. Negara-negara komunis seperti Tiongkok pun sekarang melakukan perdagangan internasional.

Alasan lain dari mereka yang tidak setuju dengan tidak dilakukannya impor mengatakan bahwa ada produk atau komoditas yang tidak bisa dihasilkan oleh suatu negara sehingga harus diimpor. Indonesia tidak bisa menghasilkan gandum dan kapas karena tanah dan iklim yang tidak cocok, maka Indonesia harus mengimpor gandum dan kapas.

Alasan lain lagi yang tidak setuju jika impor distop adalah hukum dasar dalam perdagangan internasional yang menyatakan bahwa suatu negara hendaknya memproduksi sendiri komoditas dim ana dia mempunyai keunggulan komparatif yaitu biaya yang lebih rendah dibanding negara lain. Sedangkan untuk komoditas lain, di mana suatu negara tidak mempunyai keunggulan komparatif, akan lebih murah untuk diimpor. 

Pemaksaan yang melawan hukum ini akan membuat suatu negara memikul biaya tinggi. Contoh kasus adalah ketika Indonesia memaksakan diri membuat industri pesawat terbang maka Indonesia harus menanggung biaya tinggi dalam pembuatan pesawat karena mulai dari bahan baku sampai tenaga ahli didatangkan dari luar negeri. Sejatinya peswat tersebut lebih murah diimpor dalam kondisi jadi. Pembuatan pesawat oleh IPTN waktu itu lebih kepada gengsi dan pertimbangan politik.

Satu lagi alasan yang tidak setuju impor dilarang adalah dengan impor sebenarnya justru memaksa perusahaan-perusahaan dalam negeri menjadi lebih efisien. Mereka harus bersaing dengan perusahaan asing yang barangnya diimpor. Pada ujungnya konsumenlah yang diuntungkan.

Sementara itu yang setuju impor dilarang menyatakan bahwa impor banyak menguras devisa. Bila devisa terkuras maka akan membuat stok valuta asing khususnya dolar AS akan menipis. 

Menipisnya stok dolar AS tentu akan membuat kurs rupiah sebagai mata uang domestik akan melemah terhadap dolar AS dengan berbagai dampak negatif ikutan misalnya bertambahnya beban pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri tanpa utan baru, makin mahalnya barang-barang impor yang memicu inflasi, dan perusahaan dalam negeri tak menjadi lebih efisien karena tak tersaingi barang impor.

Yang benar adalah jalan tengah di antara kedua pendapat. Maksudnya untuk barang-barang yang tidak bisa diproduksi dalam negeri seperti gandum dan kapas memang harus diimpor. Demikian juga untuk barang-barang yang jika dibuat sendiri di dalam negeri mahal maka juga lebih baik diimpor. Tetapi untuk  barang-barang yang sekiranya dapat dibuat di dalam negeri dan dengan biaya yang relatif lebih murah dibanding negara lain maka tidak perlu impor.

Di samping itu, yang lebih penting sebenarnya adalah di samping menekan atau membatasi impor juga perlu dipikirkan bagaimana menaikkan ekspor. Jadi ada kebijakan yang berimbang antara menekan impor dan juga menaikkan ekspor. Untuk itu perlu dilihat dulu kinerja perdagangan internasional (ekspor-impor) Indonesia dengan data terbaru yang ada.

Kinerja Perdagangan Internasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun