Mohon tunggu...
Fajar Nugraha
Fajar Nugraha Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Air di Urat Nadi Semarang

1 Agustus 2017   10:10 Diperbarui: 1 Agustus 2017   10:25 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Semarang kaline banjir", sebuah anonim yang melekat erat di telinga masyarakat Indonesia, terkhusus masyarakat semarang itu sendiri. Banjir seakan menjadi rutinitas yang harus dihadapi oleh masyarakat semarang. Seperti kita ketahui bersama banjir merupakan bencana alam umum yang dihadapi hampir seluruh kota pesisir di indonesia, namun entah sepertinya semarang lebih pas menyandang sebuah gelar prestisius ini.

Banjir di semarang sendiri tak terlepas dari kondisi topografi semarang yang berbukit di bagian selatan, namun menghampar melandai di bagian utara kota. Pada era kolonial keunikan topografi kota semarang membuat belanda jatuh hati dan dengan kemampuannnya belanda merancang kota ini hingga mendapat julukan venice van java. Apa arti julukan ini? Itu artinya Kota Semarang dirancang untuk akrab dengan air dan kota ini telah dikenalkan dengan konsep waterfront city bahkan sebelum negeri ini merdeka.

Waterfront city sendiri merupakan sebuah konsep penataan kota yang memiliki keterkaitan erat dengan air, baik itu laut, sungai, dan atau danau. Dewasa ini Kota Semarang sebagai salah satu wilayah pesisir di pulau jawa  dan sebagai salah satu kota pusat pertumbuhan di indonesia dihadapkan dengan masalah penurunan tanah dan bencana banjir rob.

Hal ini sungguh sebuah ironi bagi sebuah kota yang dulu dikenal dengan venice van java. Kota di Indonesia yang sudah dikenalkan dengan tata kelola air terbaik, kota yang mendapatkan sentuhan dari negeri pengelola air terbaik di Dunia. Seperti kita tahu, Belanda hampir 1/3 wilayahnya dibawah permukaan air laut dan hasil membendung air laut untuk menambah luas wilayah alaminya. Pasca masa kolonial seolah -- olah Semarang tumbuh dengan sendirinya tanpa memiliki konsep, Serta terlalu malu mengakui Belanda sebagai kiblat tata kelola air perkotaan.

Ketika membicarakan konsep waterfront city terutama di wilayah pesisir Indonesia tak lepas hanya mengandalkan pengembangan infrastruktur fisik semata, perlu sebuah pembangunan mental, bahwa air bagi masyarakat pesisir adalah anugerah, dan sebuah anugerah harus dijaga dengan sebaik baiknya, sehingga dalam penataan dan pengembangan kota, selalu memperhatikan aspek tata kelola air yang berdampingan dengan pembangunan infrastruktur.

Di saat kota -- kota lain seperti Makassar dan Jakarta mulai berbenah dengan konsep waterfront city sesuai karakter masing-masing kota mereka, Kota Semarang sampai saat ini masih asing dengan konsep tersebut. Sudah saatnya Kota Semarang kembali berdamai dengan air dan menjadikan waterfront city sebagai konsep dasar pembangunan kota.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun