Mohon tunggu...
Dahrun Usman
Dahrun Usman Mohon Tunggu... Essais, Cerpenis dan Kolomnis -

Manuisa sederhana yang punya niat, usaha dan kemauan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Perempuan yang Mengadu pada Kupu-kupu

25 Juli 2017   11:15 Diperbarui: 26 Juli 2017   21:53 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:wall.alphacoders.com

Rumah kayu berdinding bilik bambu dengan taman berbentuk lingkaran di belakang rumah ini adalah peninggalan almarhum ayahku. Beliau adalah seorang pensiunan garnisun di zaman pendudukan Jepang. Meninggalkan sepetak rumah yang anggun dan jauh dari keramaian menjadi barang langka untuk orang-orang pada zamannya. Tetapi entahlah, kenapa ayahku bisa melakukan hal yang tidak mungkin pada zamannya.

Ayahku adalah seorang pecinta kedamaian, karenanya lingkaran taman di belakang rumah kayu ini ditanami dengan puluhan bunga-bunga indah dan harum. Entahlah untuk apa, yang jelas bukan untuk bercengkerama dengan isteri tercinta. Sebab ibuku sendiri menurut catatan harian ayahku telah hilang sejak awal zaman pendudukan Jepang. Ayahku sepertinya shock berat, dan bukan tanpa alasan kemudian bangkit mengangkat senjata melawan tentara pendudukan. Mungkin beliau terilhami juga oleh perlawanan William Wallace di bumi Skotlandia dalam menghadapi tentara pendudukan Inggris gara-gara istri tercintanya digorok lehernya oleh serdadu tentara Inggris.

Pada awalnya ayah mengangkat senjata karena ingin menemukan isteri tercintanya dan mengembalikan ke dalam rumah kayu supaya bisa merawat kembali lingkaran taman bunga di belakang rumah. Tetapi ternyata tekad selanjutnya lebih daripada itu. Yaitu memperjuangkan republikan. Air mataku membuncah, setiap kali aku mengelus wajah ibu dalam lukisan di ruang tengah rumah kayu. Wajahnya yang ayu dan kulitnya yang terjaga jelas sebuah gambaran bahwa ibuku adalah wanita yang sangat cantik pada zamannya. Dan, bahkan sangat mungkin ibu adalah seorang bunga desa yang berhasil dipetik oleh ayahku dan ditanam serta dirawatnya dalam jambangan hatinya.

Sekarang aku dapat menyimpulkan sendiri. Pantas tentara pendudukan kemudian menyuliknya ketika ayah sedang bergerilya, dan mereka tidak pernah mengembalikan ibu hidup maupun mati. Tuhan. Aku selalu membakar pikiranku sendiri setiap kali terlintas pertanyaan, "Apakah ibu dijadikan Jugun Ianfu?" Tidak. Tidak mungkin. Ibuku adalah perempuan terhormat yang mahfum dengan derajat kewanitaanya, pasti beliau akan lebih memilih mati daripada menjadi simpanan laknat.

Aku tidak mungkin membayangkan hal itu terjadi pada wanita sebaik dan secantik ibu. Setiap kali aku mencium kening lukisan ibu, ratusan kupu-kupu berterbangan menyambangiku dari jendela belakang rumah. Mereka berwarna-warni dan indah sekali, satu persatu hinggap di daun jendela yang terbuka. Sepertinya mereka merasakan hal yang sama dengan perasaanku. Kepakan sayapnya yang anggun sebentar menghapus kepedihan dan kesepian air mataku yang merindu pelukan ibu.

Rumah kayu berdinding bilik bambu dengan taman berbentuk lingkaran di belakang rumah ini adalah peninggalan almarhum ayahku. Beliau meneruskan dalam buku hariannya, ketika berjuang mengangkat senjata ayah sudah berkeliling ke seluruh penjuru kota di republik ini. Satu-satunya tempat yang tidak pernah luput dari pantauannya adalah Ianjo-Ianjo. Ya. Sebuah tempat yang mungkin sekali ibu berada di sana. Aku menjerit. Marah. Dan kuaduk-aduk kemarhanku dan kegelisahanku. Tidak mungkin wanita sebaik dan secantik ibu berada di dalam tempat neraka seperti itu. Aku takut menyebut Ianjo-Ianjo, cukup aku sebut sekali saja dalam hidupku! Bahkan ayahku sendiri hanya menulis kata lanjo-lanjo sekali dalam buku diarynya. Pendudukan memang biadab, dan segalanya mereka tundukan dari kebinasaan perikuk nasi sampai kemanusiaan yang diagungkan sekalipun.

Andai aku sudah besar pada zaman pendudukan, pasti aku akan ikut ayah mengangkat senjata dan mengembalikan ibu ke taman bunga belakang rumah. Walaupun aku perempuan, tapi republik ini tidak pernah melarang seorang perempuan bangkit melawan tentara pendudukan. Cuk Nyak Dien dan Cut Mutia adalah buktinya. Tetapi waktu itu aku masih kecil. Dan sangat kecil. Masih ingusan. Tidak tahu apa yang sedang bergejolak di republik ini. Ayah sendiri tidak pernah berpesan apa-apa kepadaku, setiap akan berangkat ke kota menyerang tentara pendudukan. Beliau hanya mencium keningku dan berkata,"Lihatlah kupu-kupu yang cantik di taman belakang rumah, Nak!.

Mungkin itu yang membuat ayah selalu kuat menghadapi kenyataan pahit. Wanita sebaik dan secantik ibu diambil oleh tentara pendudukan, sehingga meledakan kemarahan ayah. Beliau adalah orang yang sangat lembut dan selembut-lembutnya hati manusia. Tetapi ketika marah, maka semarah-marahnya harimau yang diambil anak semata wayangnya. Aku selalu mengingatnya. Ya. Setiap ayah pulang ke rumah menengoku di sela-sela berjuang, beliau selalu menggendongku dan bernyanyi di taman belakang rumah diantara seliweran kupu-kupu cantik dan indah. "Lihatlah, Nak. Kupu-kupu itu sangat cantik dan indah. Seindah dan secantik, ibumu," Itulah kata-kata yang selalu terlontar dari mulut ayahku.

Dan, pertanyaan yang selalu aku ajukan pada beliau adalah,"Ibu di mana ayah? Kapan ibu pulang?"

"Sabar ya, Nak. Ayah berjanji akan membawa ibumu segera pulang ke rumah bambu ini dan merawat kembali lingkaran taman bunga ini bersama kupu-kupu yang cantik dan indah. Secantik dan seindah ibumu," jawab ayah dengan tegar, walaupun dengan kesedihan yang disembunyikan.

Setelah itu ayah kembali berpamitan kepadaku untuk pergi ke medan pertempuran melawan tentara pendudukan. Dan, kalimat yang selalu beliau lontarkan setelah mencium keningku adalah, "Lihatlah kupu-kupu yang cantik di taman belakang rumah, Nak!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun