Mohon tunggu...
Novi Kariani
Novi Kariani Mohon Tunggu... -

Tekun dan pekerja keras demi meraih cita-cita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sheila On 7

7 Juni 2013   17:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:23 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Kamu ngerjain itu aja lama banget ...GILAK...” ejek cewek kepada pacarnya.

“Ya..ya..” balas sang cowok.

Apa salahku merelakanmu... dan mencarimu sepenuh hati... maafkan aku. Lirik itu membuatku mual. “Lagunya siapa to? tanyaku penasaran. “Laguku” senyum kejam terlihat dari cowok itu. “Nyebelin banget sih” pikirku dalam hati.

Situasi di kelas tak seperti biasanya memang. Guru-guru sedang melakukan home visit kerumah-rumah peserta didik baru. Ini bertujuan untuk meyakinkan sisiwa benar dari keluarga kurang mampu dan berpretasi. Inilah keunggulan sekolah asrama, program yang terstruktur dan dicanangkan dengan sebaik-baiknya untuk kedepannya.

Para siswa di anjurkan belajar mandiri selama kondisi ini. Mereka diberikan keleluasan untuk membokar semua sumber yang bisadigunakan sebagai bahan ajar mereka. Akupun memanfaatkan kesempatan itu dengan membuka-buka soal UN. Memang sangat membosankan bagiku yangbelajar mandiri. Untung saja ada teman yang meminjamkan laptopnya kepadaku, jadi aku bisa obrak-abrik soal disana.

Jam menunjukkan pukul 13.58. Aku mulai mual dengan soal-soal persamaan, integral, dan masih banyak lainnya. Aku memcoba mengalihkan kebosananku dengan bercanda dengan teman, tapi situasi ini malah membuatku iri. Sepasang anak muda sedang berpacaran sambil membahas soal. mereka so sweet banget. Mereka bertengkar menentukan jawaban yang benar dari soal, namun setelah itu mereka tertawa bersama. Itu tak seperti aku dan dia. Dia selalu bersikap kaku terhadapku. Apa dia tak mengerti perasaan perempuan? atau merasa canggung dekat denganku? namun gosip yang lebih banyak kudapat dari teman-temannya sih dia agak jaga image.

“Kamu lagi ngapain” cewek kurus itu membuatku kaget.

“Ah sialan kamu Di. Kamu lagi pedekate ya?” tanyaku menggoda sambil mengelihkan pertanyaanku tentang lamunan itu.

“Sama siapa? Gak lah. Aku kan lebih suka jomlbo”

“Masak sih? godaku lagi. Percis saat aku menggodanya untuk memancing dirinya agar bercerita kepadaku. Tapi itu tak mempan. Dia masih saja seperti itu. Kaku. Wajahnya yang biasa dengan tubuhnya yang jangkung dan ekpresinya selalu membuatku sedikit tak nnyaman.

“Iya lagian sama siapa coba” Kandi menjelaskan pernyataannya. Kandi memang begitu dia selalu bilang tidak atau mengeles lah. Tapi beberapa hari berikutnya pasti terdapat kabar bahwa dia udah berpacaran. Sama halnya waktu Kandi menanyakan tentang Deka kepadaku karena dia tahu kalau aku dekat denngan Deka. Awalnya aku hanya mengira kalau informasi yang aku berikan hanya sekedar informasi. Namun ternyata bukan itu, Kandi menyukai Deka diam-diam. Tanpa sepengetahuanku. Yah... namanya juga diam-diam.

Rasanya seperti tertimpa awan mendung kemudian tertiup angin entah kemana. pikkiranku kalut. Menangis. Seperti itulah cewek. Pasti menenangkan diri dengan cara menangis. Aku baru tersadarkan ketika aku menerima kenyataan bahwa Deka jadian dengan Kandi. Miris.

Lagu Sheila On seven masih mengalun menyindir diriku. Situasi kelas masih sama, walapun Kandi telah berlalu entah kemana. Sepasang pacaran tadi masih berdebat dengan soal-soal yang mereka kerjakan.

“Ming ngapain ming?” tegur Ti Dek teman sekelasku saat ini. Ti Dek bukanlah dari kelas Sains melainkan dari kelas sosial. Kami berbaur menjadi satu kelas karena pelajaran yang kami pelajari sama. Jadi tak ada batasan untuk kami saling bertanya.

“Lagi bingung nih. Bosen belajar terus”

“Aku juga Ming... rasanya mataku udah mulai meleleh. Tanganku kaku. Aku mau menghirup udara segar diluar ya. dah...”

“Dah...” Aku melamnbaikan tangan dan meneruskan pekerjaanku mengobrak-abrik laptop temanku.

Suasana memang sangat panas tapi aku merasa terbakar. Sebenarnya aku merasa sedih tapi aku tidak bisa menangis. Setiap kali aku mengenang kisah cintaku, air mata ini serasa tak dapat tertahan. Walau sudah satu tahun, aku masih merasakan dirinya sama seperti dahulu. Dia memang sudah putus dengan Kandi dan kembali kepadaku. Aku mengira dia putus karena sikapnya sendiri yang dingin kepada siapa saja termasuk pacarnya. Entahlah kenapa aku menyayanginya. Mungkin aku lebih dewasa dari Kandi. Hanya satu kalimat dalam otakku ketika aku merasa dia tak pernah addil terhadapku. “Cinta Tak Pernah Membandingkan Tapi Bagaimana Kita Berkorban Terhadapnya”.

Aku pulang... tanpa dengar...kuterima kekalahanku...

Denting Lagu itu mengalun ditelingaku membuatku semakin larut kemudian hanyut dalam bayangannya. Bayangan yang tak pernah bisa aku pikirkan dengan baik. Semua terpikir abstrak dan tak berbentuk. Dia... mereka... kali ini benar- benar menyebalkan.

Segelintir orang lewat didepan kelas dan menengok ke dalam kelas. Entah apa yang mereka rasakan. Tapi dari wajahnya yang kusut dan menngantuk aku bisa simpulkan kalau mereka mengalami sindrom bosan sepertiku.

Sepasang anak muda itupun beralih job, dari pertengkaran soal menjadi curhat-curhatan. Membuatku tambah sakit perut maksudku sakit kepala uh... sakit hati yang benarnya. Tabur kalimat-kalimat yang mereka katakan seakan mengenangku.

Apa yang akan dilakukan aku???...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun