Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Walau Tidak Kuliah, Saya Bisa

12 Juli 2012   16:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:01 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Mbk, aku tuh pengen banget kuliah. Tapi kata ibuku, belum bisa, uangnya untuk kuliah belum ada. Padahal aku pengen seperti yang lain. Biar dapat kerjaan mapan“

***

Ketika mendengar curahan hati seorang sahabat , saya jadi teringat awal mula saya terdampar di pulau Borneo sekitar 9 tahun yang lalu.

Ketika saya lulus SMEA, banyak mendapat tawaran beasiswa dari beberapa perguruan tinggi baik dari Solo ataupun Jogja, bahkan Semarang. Hal tersebut karena beberapa prestasi yang saya raih semasa saya menggunakan seragam putih abu. Rasa bangga menyelimuti ketika pihak sekolah mengabarkan bahwa saya adalah salah satu siswa terpilih yang berhak kuliah dengan bantuan beasiswa. Namun saya tidak mengambil satupun tawaran tersebut. Hal tersebut saya lakukan bukan tanpa alasan. Sejak ayah saya menjadi korban gerakan reformasi, kemudian mengalami PHK. Dan setelah itu bekerja tidak tetap, sebagai anak sulung saya bertekad bahwa saya harus segera bekerja begitu lulus SMEA.

Dalam pikiran saya saat itu, BEKERJA DAN BEKERJA.

Banyak pihak menyayangkan keputusan saya ambil, merantau ke Balikpapan. Dan mengabaikan beberapa pilihan beasiswa. Termasuk para guru-guru sekolah dan teman-teman.

Adapun ide merantau datang ketika, Pakde saya yang kebetulan karyawan salah satu BUMN di Balikpapan, datang liburan ke Solo. Dan bercerita mengenai kota Balikpapan, lalu tiba-tiba saja menawarkan ide untuk mengajak saya. Posisi saya saat itu masih kelas 3. Terdorong keinginan untuk segera bekerja, jadilah saya iya-kan ajakan tersebut. Jika teman-teman saya selalu bercerita tentang apa dan di mana mereka melanjutkan sekolah, saya malah sibuk dengan banyak membaca pulau Kalimantan, terutama Balikpapan. Bahkan dari cerita yang beredar bahwa Balikpapan itu banyak orang dayak yang makan orang, tidak membuat keputusan saya goyah.

Tibalah masa kelulusan. Dan 2 hari kemudian, saya berangkat ke Balikpapan. Bersama dengan anak pakde, yang kebetulan kuliah di Jogja. Adapun akomodasi yang di pakai adalah kapal laut.

Ternyata keputusan saya untuk merantau, membawa banyak pengalaman bagi saya. Di awali dari saat pertama kali melihat laut, melihat pelabuhan Surabaya dan berada dalam kapal, selama sehari semalam menuju kota Balikpapan.

Di awal kedatangan, pakde tegaskan, bahwa saya boleh pulang ke Solo atau Bandung jika tidak ingin tinggal alias tidak betah. Namun setelah tiba di Balikpapan, ternyata saya jatuh cinta dengan kondusifnya kota ini. Tiada macet dan beratus pohon masih saya dapati di sepanjang jalan menuju rumah.

Singkat cerita, Saya pun mulai mencari pekerjaan. Setelah selama satu tahun saya mengikuti pendidikan yang menyerupai Lembaga Pendidikan Kerja (LPK). Ketika itu saya mengambil jurusan bahasa inggris. Selepas lulus LPK, esoknya saya pun mulai mengirim banyak lamaran ke berbagai perusahaan. Bahkan karena di dorong ingin segera bekerja, saya pernah mengirimkan CV pada sebuah hotel, yang ketika itu membutuhkan karyawati sebagai pembersih toilet. Bagi saya saat itu, pekerjaan apapun tak masalah. Dan saya tidak akan malu menjalaninya.

Hampir satu bulan, saya bersama salah seorang tetangga, kesana kemari mencari pekerjaan. Hingga suatu hari. Tepatnya hari minggu. Ada seorang pria datang ke rumah yang mengaku dari perusahaan biro perjalanan wisata sedang membutuhkan tenaga magang di bagian akunting. Usut punya usut, perusahaan tersebut adalah tempat di mana saya pernah PKL selama 3 bulan. Dan magang langsung di mulai esok harinya, hari senin.

Sebulan berlalu, ahkirnya saya mengalami yang namanya gaji pertama. Luar biasa sekali rasanya. Sesuai kesepakatan, selama magang saya mendapat uang lelah (istilahnya) sebesar Rp.179.000. Saya melonjak kegirangan. Ternyata saya sudah bisa menghasilkan uang dari keringat sendiri.

Tanpa menunggu besok, sepulang kantor saya langsung menuju kantor pos. Berniat kirim uang melalui fasilitas wesel, sebagian gaji pertama saya untuk ayah. Sepanjang pulang dari kantor pos menuju rumah, saya berjalan kaki, Karena kebetulan jaraknya pun tidak terlalu jauh. Sebelumnya saya sempatkan membeli keripik singkong untuk di makan bersama pakde dan bude saya. Hari itu adalah hari terindah dalam hidup saya.

Kebiasaan saya membaca ternyata suatu hal yang tidak bisa di hilangkan begitu saja. Termasuk ketika magang, di sela-sela waktu luang atau istirahat, saya sempatkan untuk membaca buku. Hal ini tentu membawa nilai plus bagi saya. Karena dalam beberapa kali kesempatan intern meeting. Saya sering mengungkapkan beberapa hal. Istilahnya saya tidak grogi bicara di depan forum.

Karena hal tersebut, status saya yang awalnya hanya karyawan magang, di naikan menjadi karyawan tetap. Dan saya pun pindah divisi yaitu di bagian operasional. Statusnya adalah staff tour and travel.

Seiring perjalanan waktu, ahkirnya saya bisa menduduki jabatan sebagai midle managemen. Dan banyak orang yang tidak percaya bahwa saya hanyalah tamatan SMEA. Menurut mereka dengan kemampuan dan gaya bekerja yang saya miliki , saya lebih menyerupai seorang intelektual akademisi.

Tersanjung sudah pasti. Namun semua itu saya capai dengan usaha dan kerja keras. Serta kemauan yang di dukung keyakinan, bahwa sukses itu bukan milik para akademisi. Walau tidak bisa dipungkiri, ilmu yang di peroleh di bangku pendidikan adalah ilmu-ilmu pasti yang sangat di akui di beberapa dunia kerja. Dan sebuah gelar akademi merupakan gelar kebanggaan, layaknya seperti gelar kebangsawaan.

Terkadang sering muncul perasaan minder, ketika berada dalam rapat intern. Semua nya bergelar akademik. Dan hanya saya yang tidak mempunyai gelar tersebut. Namun semua teratasi ketika saat berdiskusi saya mampu mengikutinya. Pun saat berbicara di depan forum. Salah satunya adalah ketika berbicara mengenai bagaimana perkembangan pekerjaan sekarang.

Pengalaman tidak menyenangkan pernah saya alami,ketika beberapa orang mempertanyakan jenjang pendidikan saya. Karena di dalam team bekerja, (lagi-lagi) saya yang belum memiliki tambahan 2 nama di belakang nama saya.(baca=gelar akademi).

Ya, kuliah memanglah penting. Kuliah juga harus di usahakan dan di upayakan. Namun apakah itu juga merupakan suatu kewajiban, jika ternyata kondisi keadaan orang tua yang tidak memungkinkan.

Menurut saya pribadi, mencari dan menimba ilmu itu seperti membangun sebuah rumah. Jika kita mau bersusah payah dan ulet maka kita akan mampu mendirikan sebuah rumah. Lain halnya dengan kuliah yang saya ibaratkan memiliki rumah dengan membeli langsung jadi. Jika mempunyai dana cukup, maka kebebasan memilih rumah type apapun akan menjadi milik kita.

Sungguh beruntung seseorang yang mempunyai kemampuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Namun sangat luar biasa, bagi seseorang yang tetap mau berusaha dan belajar walaupun dengan kemampuan yang terbatas.

Dan satu lagi, suatu puncak karir, bukan hanya di dukung faktor gelar akademik. Tapi harus di capai melalui usaha dan kerjakeras.

SEMANGAT.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun