Mohon tunggu...
Nizamuddin Sadiq
Nizamuddin Sadiq Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik yang terus belajar sepanjang hayat

Kebenaran sejati adalah kebenaran yang hakiki, dan itu sulit dicari kecuali oleh kebenaran itu sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkah "Beast From The East"

3 Maret 2018   23:18 Diperbarui: 4 Maret 2018   14:28 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat musim dingin (winter) akan segera berganti ke musim semi (spring), secara matematis harapan untuk berjumpa dengan Flurries atau Snowfall sudah tidak mungkin. Itu artinya, harus kembali bersabar untuk menunggu winter tahun depan dan melewatkan tiga tahun, sejak pertama kali menginjakkan kaki ke Southampton, UK, tahun 2015, tanpa sekalipun merasakan salju di rumah sendiri. 

Agak terasa aneh memang, tidak semua kota di UK kecipratan guyuran salju secara regular tiap tahun dan Southampton adalah salah satu kota yang termasuk dalam pengecualian tersebut. Sehingga, Sotonian (istilah seorang teman yang menyebut orang Indonesia di Soton), kalau ingin melihat dan bermain salju saat winter tiba, harus berimigrasi ke Midland atau bahkan lebih jauh lagi ke Scotland. Selain jarak yang cukup jauh, sekitar 4-5 jam ke Midland, dan 8-9 jam ke Scotland jalan darat, juga biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika salju menjadi impian yang begitu di idam-idamkan. 

Tidak dinyana, ketika harapan berjumpa salju tahun ini pupus, tersiar berita yang sangat santer bahwa akan ada salju kiriman dari Utara Scandinavia dan Barat Laut Siberia, Russia pada hari Kamis tanggal 1 Maret 2018. Dan seperti biasa, berita-berita semacam ini tidak ditanggapi secara serius, karena sudah teramat sering weather forecast menyiarkan bahwa akan turun salju. Tetapi pada saatnya tiba ternyata hanya PHP (pemberi harapan palsu). Salju memang turun tetapi berbarengan dengan air hujan (sleet), biasanya tidak lama dan tentu saja tidak bisa dinikmati. Tetapi beberapa hari sebelumnya, turun salju di seputar student hall yang cukup deras. Mahasiswa di hal sudah mengupload momen tersebut di Instagram dan membuat heboh yang lain. Wah, jangan-jangan salju kiriman hari Kamis nanti benar-benar terjadi dan semburat asa berjumpa salju beneran timbul kembali. Tetapi penantian hari H ( the day Heyes) nya, masih diliputi perasaan H2C (harap-harap cemas).

Oleh karena itu, di hari Kamis saat fajar menyingsing, butiran salju/snow flake terlihat dari jendela rumah. Halus beterbangan bagaikan hujan kapas. Dengan penuh euforia, saya bangunkan anak-anak. Look! Beast from the East dan Storm Emma sudah datang, mari kita sambut. Anak-anak juga setengah histeria melihat snow flake yang masih asyik melayang-layang dan jatuh menutupi halaman, jalan raya, dan atap-atap rumah. Sementara di televisi, para reporter sibuk melaporkan kejadian ini live dari kota masing-masing. Resmi sudah Beast from the East yang bertabrakan dengan Storm Emma menghantam Eropa termasuk UK, sehingga mengakibatkan situasinya masuk dalam kategori adverse weather. Terutama untuk kondisi di jalan raya yang sudah diselimuti (blanketed) salju sejak tadi malam dan memaksa para pengemudi bermalam di jalan hampir 15 jam. Di bagian lain, juga sudah dikeluarkan amber warning, agar berjaga-jaga jika keadaan semakin memburuk dan chaos. 

Tak lama kemudian datang SMS dari sekolah, mengabarkan bahwa hari ini di liburkan karena membahayakan untuk berkendara. Sementara yang bekerja ada yang sudah diliburkan ada pula yang masih menunggu perkembangan tetapi diberi keringanan jika tidak dimungkinkan untuk berangkat kerja karena cuaca yang buruk maka boleh tidak masuk kerja. Pendek kata, pagi itu UK sudah bermandikan flurries dan snowfall, yang mengakibatkan terutama jalan raya tidak aman untuk berkendara karena icy dan membahayakan pengendara. Bahkan sudah ada laporan korban jiwa di beberapa kota, karena mobilnya crash atau jatuh terguling-guling. Hal ini diperparah dengan adanya blizzard atau storm snow di beberapa lokasi.

Namun bagi kami, keluarga, pelajar dan mahasiswa dari Indonesia, cuaca yang tidak menguntungkan ini justru dianggap sebagai anugerah. Semacam a blessing in disguise. Meskipun kami tidak berbahagia diatas penderitaan orang lain dalam arti yang sesungguhnya, bagi kami turun salju atau badai salju ibarat mendapatkan seteguk air di tengah padang pasir, mengobati kerinduan yang cukup lama akan datangnya salju di halaman rumah sendiri. tidak dapat dipungkiri memang, salah satu tujuan mengapa memilih UK untuk studi karena berharap untuk dapat merasakan dan menikmati bermain salju sebagimana dulu sering kami dan anak-anak lihat di televisi. Oleh karena itu, ketika salju benar-benar datang mengetuk pintu rumah, tentu saja kami sambut dengan penuh suka cita dan keceriaan yang luar biasa.

Belum genap jarum jam bergerak ke angka tujuh pagi, anak-anak sudah tidak sabar untuk keluar rumah. Sudah tidak sabar dengan lambaian snow flake di luar sana, seolah-olah mengajak bermain dan berbagi kebahagiaan. Dengan kostum lengkap, coat, hat, glove dan boot, kamipun berhamburan ke luar rumah dengan full batterai untuk bercengkerama dengan salju. Jadilah, pagi itu sebuah pemandangan katrok, dan ndeso, se-ndeso-ndesonya. Salju dipegang, di remas-remas, lalu menjadi bola dan plak! sebuah isyarat snowball fight, sudah dimulai. Tidak peduli suhu saat itu sudah minus enam derajat. Maka, snowball fight tidak boleh dilewatkan begitu saja. 

Sementara, para orang tua sudah siap dengan camera betulan maupun handphone untuk ber-selfie, wefie, dan usie-ria. Mengabadikan momen langka tersebut bersama orang-orang yang dicintai. Jepret sana, jepret sini, pose sana pose sini. Lalu di upload ke FB, Instagram, group WA. Ada pula yang live, membroadcast situasi dan keceriaan yang tidak dapat dinikmati setiap tahun.   

Tidaklah mengherankan jika pagi itu, halaman rumah dan jalan dilingkungan sekitar sudah dipenuhi banyak orang khususnya keluarga Indonesia yang studi di Soton. Tidak ada penduduk asli yang turun. Mungkin dalam pikiran mereka, apa yang kami lakukan adalah sesuatu yang norak dan kurang kerjaan. Ah, EGP lah! Bagi kami yang datang dari negeri tropis, ini adalah momen yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Tokh mereka juga kalau ke Indonesia sukanya berjemur matahari. Mereka merindukan sinar mentari, sementara kami merindukan salju. Fair enough, kan? Oleh karena itu, kami tidak memperdulikan tatapan mata aneh dari balik tirai jendela atas semua tingkah laku kami saat itu.

Puas bermain snowball fight, sasaran selanjutnya adalah membuat snowman. Ini adalah ikon salju, ada salju ada snowman. Maka beramain-ramailah kami membuat snowman. Sesuatu yang sebelumnya hanya didengar dari cerita dan membaca buku serta ditonton di televisi, kini snowman di buat dengan tangan sendiri di saat salju turun. Bagi anak-anak ini adalah sesuatu bingit. Setelah snowman tegak berdiri, tidak lupa untuk diabadikan. Sebagai bukti bahwa mereka pernah membuat snowman dengan salju sungguhan. 

Terakhir, yang tidak kalah exciting-nya adalah bermain perosotan. Karena tidak ada sledges, maka plastik berbentuk papan seluncur sudah lebih dari cukup. Jadilah, area di depan rumah, meskipun tidak begitu curam tetapi lebih dari cukup untuk bermain sledging. Meluncur di atas salju dan berguling-guling di tengah genangan salju adalah pengalaman otentik yang tidak tiap tahun bisa dinikmati. Biarlah kami semua, seharian melakukan aktivitas snow fun. Tidak peduli se norak apapun kami, yang penting dahaga snow fun sudah terobati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun