Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Patrialis Akbar Dicokok KPK, Publik Rindukan Jimly Asshiddique dan Mahfud MD

27 Januari 2017   09:19 Diperbarui: 27 Januari 2017   12:32 3453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddique I Sumber Kompas.com

Mengikuti Akil Mochtar, sebagai mentor hakim korup, Patrialis Akbar yang bergaji minimal Rp 72.845.000.00 ditangkap KPK atas tuduhan menerima suap. Kredibilitas Mahkamah Konstitusi (MK) pun semakin runtuh. Bahwa MK adalah lembaga peradilan yang rapuh dan lembaga jual beli perkara, sebagaimana lembaga peradilan lain. Melihat kasus ini, publik pun merindukan Hakim Konstitusi sekaliber Jimly Asshiddique dan Mahfud MD – bukan merindukan hakim semacam Patrialis Akbar dan juga bahkan Arief Hidayat. (Ada saatnya kebenaran akan diungkap dengan strategi yang mencengangkan. Pasti akan terbongkar.)

Mari kita telaah kasus Patrialis Akbar dan upaya Presiden Jokowi membongkar praktik rezim lama SBY dan sinyalemen MK menjadi lembaga pengadil konstitusi yang rapuh dan rawan intervensi dengan hati gembira ria riang senang bahagia suka-cita bahagia menertawai Akil Mochtar dan Patrialis Akbar hakim korup pilihan SBY sambil menonton Basuki yang pasang badan namun dipatahkan oleh bukti-bukti draft dan data keputusan MK yang membuat Patrialis Akbar menenteng uang US$ 20 ribu dan Sing $200 ribu selamanya senantiasa.

Peran dan fungsi sebagai penelaah peraturan perundangan tertinggi, maka MK menjadi alat strategis berbagai kepentingan dan rawan disalahgunakan – karena mental dasar hakim di Indonesia yang belum sepenuhnya amanah. Setelah Akil Mochtar, kini Patrialis Akbar pun terjerat korupsi dan akan menemami Akil Mochtar selama kurang dari seumur hidup karena Patrialis Akbar terkait erat sebagai hakim politikus pilihan SBY.

Partrialis Akbar tak akan bisa mengelak meskipun mengangkat Yusril sebagai pengacara sekali pun. Bukti otentik upaya korup dan suap antara lain draf putusan perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 yang merupakan nomor perkara uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014, yang belum dibacakan oleh MK. Sinyelemen jual beli perkara benderang. Perihal pengakuan pengusaha daging sekondang koruptor pentolan partai agama PKS Luthfi Hasan Ishaaq semacam Basuki Hariman bahwa Patrialis Akbar menerima suap tidak bermakna apa pun.

Buat apa Patrialis Akbar bermain golf di CGK dan KGC dengan Hariman dan Kamal? Buat apa makan bersama dengan Patrialis Akbar sampai dua kali. Dan fakta lain tentang sadapan telepon antara Kamaludin dan Basuki, serta koneksi kedekatan Kamaludin dengan Patrialis Akbar, buat bayi kecil yang belum lahir pun akan tahu kaitan rancangan kejahatan korup mereka. Pun bukti-bukti komunikasi dan catatan di computer membuat mereka tak bisa berkelit. Patrialis Akbar dipastikan akan mengikuti jejak Akil Mochtar untuk menghuni penjara dengan hukuman lebih ringan karena koneksi politik.

Patrialis Akbar dan Akil Mochtar adalah potret hakim yang menyadari potensi kekuasaan dan uang dengan menjadi hakim konstitusi. Gaji besar yang tahun 2014 sebesar Rp 72.854.000,- plus tunjangan setiap keputusan Rp 5,000,000,- belum juga cukup di atas upah UMP yang antara Rp 1,4 juta sampai tertinggi Rp 3,4 juta.

Mental korup para koruptor itu merasuki sendi dasar kehidupan duniawi yang begitu menjadi lambang kejayaan dan kehormatan palsu. Kehidupan mewah cenderung hedonis dari hasil korupsi adalah bangunan kemegahan yang diinginkan oleh manusia koruptor semacam Patrialis Akbar.

MK dengan manusia semacam Akil Mochtar dan Patrialis Akbar ini pun memainkan kartu kekuasaan dengan mentalitas jahat. Contohnya, sebagai hakim MK, Patrialis Akbar ikut memutuskan keputusan MK terkait korupsi dan suap yang merugikan negara yang disebut 'potential loss' dihilangkan dan diganti dengan ‘actual loss’ yang membuat koruptor bersorak-sorai.

Keputusan MK ini serta-merta membuat operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK harus didahului oleh bukti ‘actual loss’ dari BPK dan sebagainya. Dengan demikian, maka OTT akan semakin sulit dan berpotensi dibawa ke pra-peradilan. Dan… lebih hebat lagi MK sesi berisi koruptor semacam Patrialis Akbar ini pula yang memerluas makna pra-peradilan yang menjungkirbalikkan KUHP akibat keberhasilan hakim hebat dunia akhirat Sarpin.

Ternyata di balik keputusan yang diambil oleh MK, MK yang berisi koruptor semacam Patrialis Akbar, bermaksud tidak hanya melindungi koruptor, juga untuk tameng dirinya sendiri agar susah ditangkap oleh KPK. Mungkin MK berkaca kepada Akil Mochtar dan berupaya membentengi diri. Jelas kredibilitas MK yang tidak berpihak kepada kebenaran subyektif normatif umum yang waras. Keputusan tentang kasus jual beli keputusan kasus pilkada dan juga lainnya harus dipantau dan diawasi termasuk niatan MK untuk melindungi koruptor – termasuk terkait ‘potential loss’ yang dianggap bukan kerugian negara.

Maka Presiden Jokowi jelas akan memilih dan secara konsisten bekerjasama dengan BIN ekonomi dan intelejen Polri bidang ekonomi akan merangsek dan menangkapi koruptor di lembaga mana pun. Setelah kasus Irman Gusman, Patrialis Akbar hakim pilihan politik SBY, maka kini tinggal menunggu gong besar kasus di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun