Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Nyata Tiga Temanku Mati Karena Narkoba

29 Januari 2012   08:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:19 9700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini kisah nyata tentang bahaya narkoba. Tiga teman kami terenggut nyawanya. Mereka masih muda. Beginilah kisah pilu kami.

Kami berlima, Wawan, Herbert, Dani, Sugianto dan aku yang memiliki kisah ini. Kami semua terlahir dari keluarga yang kata orang cukup berada. Walaupun asal kami dari beberapa daerah yang berbeda. Wawan Betawi. Herbert Ambon. Sugianto dan Dani Jawa. Aku Manado.

Kepindahanku sendiri menuntut ilmu membawaku ke sebuah Kota Besar di Jawa. Lingkunganku membuat aku bergaul dengan beraneka teman. Setiap hari kami bermain keluar rumah. Main sepakbola atau bulutangkis di sekitar Slipi Jaya.

Di balik kegiatan olahraga ternyata tiga dari kami punya kebiasaan kurang baik. Hampir setiap akhir pekan tiga temanku, Wawan, Herbert, Sugianto mencari ‘barang’ atau kadang ‘ayam’. Maklum pergaulan kelas menengah sesat ya begitu. Tak jauh dari hura-hura dan pergi ke tempat hiburan.

Perburuan mencari barang paling gampang. Mereka bertiga biasanya pergi ke tempat hiburan berangkat sekitar jam 22.00 saat acara di dunia hiburan mendekati ramai. Rasa senang selalu menyelimuti kami semua – Dani dan aku kadang ikut menemani tapi tak mau menyentuh alkohol dan narkoba dan juga seks bebas. Suatu kali mereka dapat barang bagus. Kadang kurang bagus.Mereka biasa beli beberapa amplop. Saat itu belum musim sabu seperti sekarang.Inex baru muncul dari Belanda waktu itu.

Dari sinilah awal mula malapetaka terjadi dalam hidup kami. Satu per satu nyawa teman kami dipreteli oleh Tuhan karena kelakuan buruk sendiri. Wawan yang telah beristri Lina ditangkap polisi karena dituduh memakai dan mengedarkan narkoba. Dijerumuskan dan dipenjara di LP Narkoba Cipinang selama 2 tahun. Di dalam sel katanya diperkosa ramai-ramai digilir. Keluar dari penjara Wawan merasa terhina, apalagi dia sudah beristri pula. Akhirnya dia merana dan terjerumus lagi ke dalam narkoba. Tahun 2000 nyawa Wawan melayang. Meninggal dunia dalam usia 25 tahun karena OD alias over doses.1-0!

Ini empat tahun lalu kejadiannya. Aku baru ketemu lagi dengan dia enam tahun lalu setelah lebih dari sepuluh tahun tidak bertemu. Kisah kehilangan berikutnya tentang Herbert. Herbert terakhir aku ketahui pekerjaan sehari-hari sebagai debt collector, sudah memiliki istri dari Jawa. Kehidupannya tergolong wah dan mewah. Aku pada mulanya tak tahu pekerjaannya. Ternyata Herbert adalah juga pemakai sekaligus pengedar narkoba.

Aku tahu hal itu dari salah satu temanku yang benerja di BNN atau Badan Narkotika Nasional. Ternyata BNN memiliki data dalam computer mereka lengkap dengan nama para bandar, pemakai , kurir yang lengkap. Alamatnya pun jelas tertera. Dalam daftar tersebut termasuk alamat dan link-nya alias jaringan penjualan dan prospektif pemakai. Semua dipetakan dalam data yang sangat lengkap. Suatu ketika ada penggrebegan narkoba. Di daerah Duta Graha, Bintaro, Herbert ditembak mati oleh petugas. 2-0!

Yang ketiga ini anak kampung tapi ganteng banget. Flamboyan di lingkungan kami. Pekerjaannya sebagai karyawan kantor. Gaji dia sangat besar. Dia adalah playboy kelas kakap. Pintar sekali. Namanya Sugianto. Aktivitas usai bekerja sebagai Manager Perusahaan Internasional adalah hunting perempuan di café atau tempat hiburan malam. Dia penjelajah mulai dari tempat hiburan di Bandung, Batam, Jakarta, Surabaya, Manado, Denpasar, Makassar, Medan, Jogjakarta, bahkan luar negeri Bangkok, Manila, Pattaya, Melbourne, dan Russia serta beberapa Negara Eropa Timur. Teman saya ini hanya menikmati hidup sampai umur 34 tahun. Dua tahun lalu dia meninggal di Rumah Sakit Sulianti Saroso di kawasan Pluit. Penyebabnya dia terinveksi AIDS karena narkoba. Dia pemakai jarum suntik. Penyebab sebenarnya tidak jelas. Apakah tertular virus aids atau akibat berhubungan seks atau karena jarum suntik. 3-0!

Yang membuat aku bergidik adalah Sugianto berpesan padaku.

Katanya, ”Ninoy, aku bangga banget ama lu. Lu itu nakal tapi bertanggung jawab. Lu bergaul ama kita-kita, tapi tak mau terlibat. Lu setia ama pasangan lu. Pantes lu sejak dulu bergaul ama kita-kita tapi lu selalu bilang – lu mau nyesel di muka. Sekarang gue sadar dan tahu makna apa yang lu bilang…nyesel di muka. Sekarang gue udah deket ke kematian gue. Gue sungguh takut akan kematian gue ini. Gue masih muda, 34 tahun. Gue tinggalin anak gue yang juga kena virus HIV, istri gue juga begitu. Gue sedih bukan kepalang. Sumpah gue takut mati, Noy.”

“Gi, lu nggak usah bilang begitu. Tuhan pasti maafin kesalahan lu.”

“Iya, gue harap. Namun dosa gue tak terampuni karena Sherly jadi kena virus laknat itu. Juga Bella yang cantik lucu juga akan mati muda. Duh,” katanya.

“Gi, apa sih mimpi lu yang belum tercapai? Keliling dunia,” tanyaku bermaksud menghibur dia.

“Noy, gue baru tahu sekarang setelah hidup gue baru mau habis, gue tahu betapa bermaknanya hidup itu,” katanya dengan suara lirih hampir tak terdengar.

Tiba-tiba dia anfal dan tak sadarkan diri. Aku kaget setengah mati. Belum sempat mengucapkan kata perpisahan. Namun aku sadar bahwa waktu dia sudah akan habis. Aku bisikkan kata-kata buat Sugianto.

“Gi, selamat jalan. Gue akan tulis kisah kita suatu saat agar menjadi pengingat buat orang lain betapa narkoba dan juga seks bebas telah merampas nyawa lu. Dan, Sherly dan Bella akan gue lihat,” kataku berbisik di telinganya.

Aku peluk tubuh ringkih Sugianto yang tinggal kulit pembalut tulang. Ada sedikit semburat muka merona. Sejenak. Mungkin dia merasakan sesuatu. Dua hari tidak sadar Sugianto menyerah menjemput ajal. 3-0!

Kini temanku tinggal satu. Dani bekerja di Freeport, Tembagapura, Papua. Kami kadang mengingat kejadian kematian tiga teman kami menjadikan kami berdua pilu. Namun kami sangat bersyukur masih hidup sehat karena jauh dari godaan narkoba. Aku sendiri sangat anti sejak kecil semua yang berbau alkohol, rokok, cimeng, seks bebas, narkoba dan hasilnya aku sangat berbahagia hidup. Padahal dulu godaan kami sangat berat. Keyakinan dan ketabahan saja yang membuat kami sebagai anak muda selamat. Aku masih hidup. Karunia yang luar biasa. Aku masih punya mimpi-mimpi yang luar biasa. Aku akan menjadi penulis besar suatu saat. Sugianto pasti senang dengan tulisan aku ini. Dani, maaf nama kamu tak aku samarkan sama sekali.

Catatan: Nama-nama dalam cerita saya ganti dan samarkan, kecuali Dani dan saya nama asli.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun