Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Grand Design" Kasus Ahok: Akhir Euforia Rizieq FPI dan TNI-Polri hingga Jokowi Bentengi Pancasila

19 Januari 2017   17:18 Diperbarui: 19 Januari 2017   17:53 16288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Ketum PB NU KH Said Aqil Siradj I Sumber Tribunnews.dom

Momentum itu akhirnya lahir dengan sejumlah kasus yang membelit Rizieq FPI. Euforia perasaan kemenangan malambat melaun hilang ditelan sikap Rizieq FPI sendiri, dan waktu. Kasus Ahok pun makin jernih, semakin hari persidangan semakin membuka mata tentang kebenaran yang haq dan kebatilan yang bathil. Maka rakyat dan pemerintahan Presiden Jokowi-Jusuf Kalla beserta TNI-Polri tinggal memetik buah dengan mengedepankan kehadiran Negara dalam memberangus ormas anti-Pancasila.

Mari kita telaah grand design kasus Ahok dan musnahnya dan hilangnya euforia kemenangan semu ala Rizieq FPI dan ketegasan Polri dan TNI lewat dua Jenderal Polisi dan Jenderal TNI serta ketegasan strategi Presiden Jokowi- JK yang merangkul erat stake holder terbesar pendiri NKRI yakni NU sambil menari menyanyi bergembira suka-cita senang riang gembira gempita menertawai kekalahan gerakan keagamaan radikal dan SBY yang berteriak-teriak tetapi tetap tak mampu mengantarkan Agus menang dan ngakak nonton blunder Anies Baswedan dan partai agama PKS yang mencari dukungan FPI dan sikap tegas partai nasionalis PDIP yang tidak takut berhadapan dengan FPI dengan Rizieq FPI-nya untuk menyambut kemenangan kebhinekaan NKRI selamanya senantiasa.

Sejak awal disampaikan – bahkan sejak aksi 411 dan lain-lain – bahkan euphoria 212 yang menjadi tonggak untuk membuat psikologi massa euphoria dengan aneka 161 dan sebagainya hanyalah alat pemetaan bagi Negara. Tak lain tak bukan. Tak lebih dan tak kurang.

Publik yang awalnya gerah dan menganggap kehadiran Negara tidak tampak dan membiarkan gerakan radikal meluas semakin hari makin kecele: TNI-Polri, BIN, dan masyarakat pendukung Pancasila dan Kebhinekaan ternyata melakukan pemetaan.

Dalam hal pemetaan itu, gerakan radikal terjebak oleh berbagai pernyataan bahkan orang eks Pimpinan  Muhammadiyah dengan pentolan semacam manusia Din Syamsuddin yang biasanya cool, nice dan sweet sejalan dengan NU mengambil sikap aneh. Hal itu yang menyebabkan  FPI dengan gempita merasa mendapatkan dukungan mayoritas rakyat Indonesia. Padahal silent majority pencinta kebhinekaan NKRI tengah pasang kuda-kuda setiap saat akan melawan gerakan keagamaan radikal anti Pancasila mana pun.

Maka sikap FPI pun semakin berani dan bahkan menuntut Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jabar untuk didopot. Bahkan pada saat yang bersamaan Rizieq FPI dengan entengnya merendahkan Jenderal Polisi dengan pernyataan yang menyakiti hati.  FPI pun bersikap di atas angina dan langit, bahkan menggunakan Masjid Agung Al Azhar pun kini menjadi salah satu tempat singgah dan berhasil dipeluk oleh FPI. Mantap menurut FPI.

Sikapnya pun semakin menjadi-jadi dan bahkan dalam aksi 616 – meminjam idiom psikologis kemenangan sesaat gede rasa euphoria 212 – ada massa yang mencoret Bendera Merah Putih dengan tulisan laillaha illallah plus gambar pedang mirip bendera Wahabi Arab Saudi.

Namun, di tengah pemetaan sempurna itu, TNI, Polri, Densus 88, dan BIN serta masyarakat pendukung kebhinekaan terus memantau perkembangan sesuai dengan grand design strategi pemetaan intelejen yang memerhatikan psikologi masyarakat. Semua untuk kepentingan bangsa dan negara dan kebhinekaan Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar.

Sikap tegas Polri menetapkan Rachmawati dan Bintang Pamungkas dan kawan-kawan sebagai tersangka makar dan terhadap Ahmad Dhani dkk. berhasil membungkam – dan pada saat yang bersamaan mampu meredam ocehan mulut manis indah menawan hati dunia akhirat bernama nenek Sarumpaet. Cep klakep tak ada bunyi.

Bunyi awal nyaring dari Prabowo dan pengikutnya Fadli Zon dan orang kehilangan induk Fahri Hamzah dijawab dengan pembuktian di pengadilan. Tentu Polri memiliki alasan untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Maka adalah tuduhan yang bukan main-main yang telah coba diredam oleh Prabowo namun tetap Polri akan membuktikan tuduhan makar tersebut di pengadilan.

Di tengah grand design kasus Ahok sesungguhnya berbagai kepentingan politik bermain. SBY adalah orang yang memiliki kepentingan hukum untuk agar Ahok diadilai dengan teriakan nggak karuan – sementara tidak berteriak untuk kasus Rizieq FPI yang juga dilaporkan ke Mabes Polri. Jelas tujuan SBY berteriak adalah demi Agus, bukan hanya kedok demi hukum dan keadilan. Sikap double standard alias standard ganda SBY jelas karena ada kepentingan Agus agar didorong menjadi Gubernur DKI Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun