Mohon tunggu...
Nindira Aryudhani
Nindira Aryudhani Mohon Tunggu... Full time mom and housewife -

Full Time Mom and Housewife

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Kostum Jihad Dipermasalahkan, Kostum Tampak Aurat Dipamerkan

24 Agustus 2018   22:29 Diperbarui: 24 Agustus 2018   22:35 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Karnaval atau pawai budaya, salah satu agenda yang biasa dilaksanakan pada momentum perayaan HUT Kemerdekaan RI. Saat karnaval, peserta akan mengenakan beragam kostum unik. Yang menarik, sebagaimana yang terjadi di Probolinggo, Jawa Timur. Ketika puluhan siswi TK Persit Kartika Chandra Probolinggo mengikuti pawai dengan mengenakan kerudung dan cadar hitam, sambil membawa replika senjata, Sabtu, 18 Agustus 2018. Ironisnya, ini mendadak jadi sorotan publik dengan opini yang negatif karena menampilkan anak-anak dengan balutan kostum hitam-hitam, hijab dan cadar, sambil membawa replika senjata mirip laskar ISIS. 

Berdasarkan keterangan kepada pers, pihak sekolah mengaku tidak ada niat dan kesengajaan dengan kostum karnaval yang dipakai anak-anak didiknya. "Kostum yang dipakai mengangkat tema perjuangan pada zaman Rasullulah," dan bukan mengarahkan anak untuk berpikiran radikal maupun intoleran. Kostum itu juga dipilih karena "memanfaatkan properti yang ada di sekolah sehingga tidak perlu menyewa kostum." Yang lebih mengejutkan lagi, sebuah organisasi pemuda Islam malah menyatakan bahwa tindakan ini dapat mengarah ke isu-isu terorisme itu. Pihaknya juga mengkhawatirkan anak-anak itu didoktrin paham-paham yang tidak benar.

Padahal asal tahu saja, kostum semacam itu sudah biasa digunakan dalam acara-acara sejenis pawai atau teatrikal yang bertema solidaritas umat Islam di belahan dunia yang lain. Khususnya di daerah-daerah konflik, seperti Palestina atau Suriah. Terlebih dalam peristiwa ini, yang serta merta disorot lagi-lagi adalah cadar. Yang mana, sudah sangat jelas hukumnya dalam Islam, bahwa cadar tidak haram digunakan. Bahkan ada ulama yang mewajibkan. Jadi bagaimana mungkin hanya tersebab seorang muslimah menggunakan cadar jadinya langsung diklaim bahwa itu ciri ISIS? Ini logika yang harus kita pertimbangkan.

Sebaliknya di Jember, tak jauh dari Probolinggo, beberapa waktu lalu baru saja diselenggarakan Jember Fashion Carnaval (JFC) yang pada tahun ini memasuki tahun ke-17 sejak pertama kali digelar di awal 2003 yang bertepatan dengan Hari Jadi Kabupaten Jember 1 Januari 2003. Tahun ini digelar pada 7-12 Agustus 2018, merupakan tahun kedua setelah Jember dinobatkan sebagai Kota Karnaval pertama di Indonesia yang bertaraf nasional dan internasional oleh Kementerian Pariwisata.

Ditengarai, manfaat yang muncul dari gelaran JFC ini secara nyata memperkuat identitas Jember. Lebih dari itu, juga menggairahkan sektor turunan lainnya seperti hotel, pariwisata, dan lain-lain. Karenanya, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak turut aktif mendukung dan mengakselerasi gelaran semacam JFC ini. Selain itu, Pemda juga dituntut untuk memperluas nilai manfaat JFC ini agar membumi dan dirasakan khususnya oleh seluruh masyarakat Jember dari dusun hingga kota.

Lantas, bagaimana kostum para peserta JFC ini? Apakah ada yang mengumbar aurat? Jikalau pun aurat tidak sampai diumbar, pastinya ada yang tidak menutup aurat secara sempurna. Bukankah ini malah jatuh kepada keharaman, berhubung hukum menutup aurat adalah wajib bagi laki-laki dan perempuan meski berbeda batasannya?

Lagi-lagi sungguh ironis. Kedua kota ini sudah sejak lama dikenal sebagai Kota Santri. Namun respon yang diterima oleh agenda yang sama-sama bernama karnaval atau pawai budaya, sangat bertolak belakang. Hanya karena berbeda kostum. Pawai yang satu, mendadak dilekatkan dengan ISIS dan terorisme. Dan pawai yang lain disebut memberikan citra positif bahkan meningkatkan potensi pariwisata bagi daerahnya. Padahal, dalam pendidikan santri dan suasana Kota Santri, dapat dipastikan tak ada kurikulum wajib tentang karnaval yang bertajuk kebebasan berekpresi. Apalagi jika kostumnya tak menjamin tertutup auratnya.

Di sini jelas beda standar dan arah pandangan terhadap fakta yang bersangkutan. Yang satu atas landasan Islam, yang lain atas landasan kebebasan. 'Kebebasan' dapat disandingkan dengan kata 'liberal'. Ide kebebasan memfasilitasi para individu bertindak sesuai dengan keinginannya. Ide kebebasan juga sangat memberikan ruang terbuka bagi ide liberalisme dengan segala variabelnya. Variabel-variabel kebebasan itu meliputi kebebasan individu, kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, dan kebebasan berpendapat. 

Inilah yang menyebabkan ide liberalisme tidak layak diterima. Karena tidak punya standar kebenaran sejati. Ide rapuh liberalisme berpijak pada kebebasan yang meniscayakan relativitas asas kemanfaatant. Jika bermanfaat, maka diambil. Jika tak bermanfaat, maka tidak akan diambil. Akibatnya, yang ada justru standar ganda yang tak bisa dipegang ujung dan pangkalnya. Saking bebasnya, sampai-sampai dapat menjadikan pengembannya meniadakan aspek keterikatan kepada aturan dari Sang Pemilik Kehidupan. Dan hal ini tentu saja mencederai aqidah Islam.

.

*Nindira Aryudhani*

~ Relawan Opini dan Media ~

Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun