Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rumongso, Guru yang Kolumnis-Kolumnis yang Guru

18 November 2014   05:06 Diperbarui: 21 Juli 2015   09:20 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption id="attachment_376098" align="aligncenter" width="560" caption="Rumongso menyamar sebagai kakek-kakek saat mengajar siswa Kelas I bab Tematik 4 tentang "][/caption]

Sebelumnya saya sampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Tanoto Foundation dan pemprakarsanya, Bapak Sukanto Tanoto, atas komitmen yang diberikan kepada dunia pendidikan Indonesia. Begitu banyak event maupun bentuk komitmen lainnya termasuk lomba blog seputar guru yang menulis, membantu mendorong ajunya pendidikan dan memberikan inspirasi kepada masyarakat untuk turut berbuat  sesuatu bagi dunia pendidikan.

Indonesia yang kita cintai pasti akan semakin hebat dengan majunya dunia pendidikan. Kali ini, izinkan saya ikut meramaikan kompetisi dengan menceritakan sosok guru yang saya kenal di lingkungan saya. Saya mulai mengenal sosok ini dari tulisan-tulisannya yang bernas dan konstruktif di media massa. Cukup sering tulisan opininya dimuat di sejumlah media, termasuk media lokal tempat saya dulu bekerja.

Kritik dan masukan-masukannya cerdas, khususnya untuk dunia pendidikan. Tak lain karena sehari-hari dia adalah seorang guru. Namanya cukup singkat, hanya terdiri dari satu kata saja: Rumongso. Dalam bahasa Jawa, rumongso artinya adalah "tahu diri". Demikian juga agaknya doa orangtua pria yang kini berusia 40-an tahun ini saat memberi nama. Pak Guru Rumongso ini berasal dari Jepara. Dia menempuh pendidikan di SPG Negeri 6 Jakarta.

Sempat bergabung dengan  SD Al Azhar di Kemang, Jakarta, akhirnya dia kembali ke Jawa Tengah, tepatnya di Solo atau Surakarta, karena berjodoh dengan putri Solo. Rumongso tidak hanya jatuh cinta pada putri Solo, tapi juga Kota Solo. Dia pun memutuskan menetap di kota ini. Sebagai konsekuensinya dia pindah kerja, dan Alhamdulillah diterima di salah satu SD legendaris di Kota Bengawan.

Rumongso pada awalnya memang sudah tertarik pada dunia tulis-menulis. Apalagi dia selalu diliputi kegelisahan terkait situasi dunia pendidikan pada khususnya, dan juga bangsa Indonesia pada umumnya. Oleh karena keinginan yang besar untuk mengungkapkan gagasannya melalui media massa agar dibaca banyak orang, dia mencoba mengirimkan tulisan ke media massa. Tak hanya itu, dia juga menyempatkan diri mengikuti kursus singkat menulis yang digelar sebuah lembaga pendidikan jurnalistik. Dari kursus yang diikutinya, pria yang punya hobi membaca ini jadi tahu faktor-faktor dan trik yang membuat sebuah tulisan bisa dimuat di media massa.

Gagasan-gagasannya yang briliannya pun ditopang dengan teknik menulis berdasarkan hasil kursusnya. Hasilnya, tak hanya sekali dua kali tulisannya dimuat di media massa baik lokal, regional maupun nasional. Salah satu tulisannya seputar Ujian Nasional dan kejujuran ada di Kompas.com. Visinya yang keren bagi dunia pendidikan, ternyata dilirik redaksi sebuah media, yangkemudian secara khusus memintanya menjadi kolumnis.

Kini tulisan kolomnya hadir untuk periode tertentu di surat kabar lokal paling bergengsi di Solo. Ide-ide segarnya makin sering dimuat dan secara berkala dinikmati pembaca. Di luar itu, dia sesekali diundang dalam forum-forum seminar ataupun diskusi, untuk berbicara tentang kiprahnya sebagai guru yang kolumnis, atau kolumnis yang juga guru. Dan di lembaga pendidikan tempatnya bekerja, Rumongso dipercaya mengelola sebuah program baru yang dimiliki yayasan.

Namun jangan salah. Kritiknya yang tajam bagi dunia pendidikan, pernah membuat gerah birokrat dan sejumlah pihak yang merasa dirugikan dengan tulisannya di media massa. Dia beberapa kali menerima ancaman. Namun itu semua tidak membuatnya patah arang. Dia bertekad tak akan berhenti menulis dan menyampaikan gagasannya. Menulis, bagi Rumongso adalah sumbangsihnya untuk kemajuan negeri ini.

Rumongso tak hanya berhenti pada idealisme, seperti tulisan-tulisannya. Sebagai guru, Rumongso adalah sosok asyik, menyenangkan dan selalu dirindukan murid-muridnya. Rumongso mendidik dengan hati. Dia memang senantiasa menunjukkan totalitas dalam menjalankan profesinya. Misalnya ketika menerangkan tentang silsilah keluarga (kakek, nenek, bibi, paman dll) dalam pelajaran  Tematik 4, awal November 2014 ini, dia hadir di kelas dengan menyamar sebagai kakek-kakek. Murid-murid Kelas I tak menyadari bahwa yang hadir di kelas saat itu adalah Rumongso, gurunya sehari-hari. Setelah menyadari, baru mereka bersorak senang dan mengerubuti sang guru. Itu hanya contoh kecil betapa dia berbeda dari guru kebanyakan. masih banyak hal lain yang dilakukannya, hal-hal yang inovatif dalam mendidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun