Mohon tunggu...
NikenDe
NikenDe Mohon Tunggu... Guru - Vinsensia Niken Devi Intan Sari

Lahir di sebuah desa yang terletak ditengah hutan jati. Desa tersebut berada di wilayah kabupaten Banyuwangi. Daerah yang terlanjur terkenal kembali dengan sebutan Desa Penari. Niken kecil hidup diantara orang tua yang berprofesi sebagai guru. Guru jaman OLD. Dengan segala kekurangannya, namun tetap dan terus mensyukuri dan menyemangati anak-anaknya untuk berpendidikan tinggi. Dengan satu semboyan Ajaib dari mereka bahwa "Pasti ada jalan jika itu untuk biaya pendidikan." That is TRUE. Benarlah adanya. Kami, anak-anak guru SD di sebuah desa kecil tersebut mampu melanjutkan sekolah sampai lulus Sarjana. Mimpi Bapak Ibu terkabul. Hobi menulis menjadi sebuah kegiatan yang selalu memhadirkan CANDU. Menekuninya menghadirkan kegembiraan tersendiri. Semoga menjadikan manfaat bagi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karma

23 Oktober 2019   11:45 Diperbarui: 23 Oktober 2019   12:11 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Entah dari mana datangnya motor itu. Melaju begitu kencang dan mendadak sehingga tak terelakkan. Dan Brak....mobil putih itu oleng lantas menabrak tiang reklame yang berdiri kokoh di pinggir jalan. Bagian depan mobil ringsek tak berbentuk. Suara klakson dari mobil tak terhenti. Mungkin bagian tubuh sopir menekannya sehingga berbunyi tak berhenti.

Sesudahnya banyak orang berkerumun. Teriakan kengerian dan jeritan tertahan ibu-ibu yang sangaja berhenti dan mendekat, bergantian terdengar. Dari wajah mereka terkirim kabar sedih dan ngeri. Entah apa yang terjadi dengan penghuni mobil nahas itu. Kabarnya tak ada yang bisa diselamatkan.

Entahlah, aku tidak tertarik untuk turun dan ikut berkerumun. Mobil yang membawaku dan anak-anak perlahan mendekati kerumunan itu. PaK Jalil mencoba bertanya kepada orang yang berdesakan disamping kiri-kanan mobil kami yang melaju teramat pelan.

"Semua nya Pak. Papa, mama dan anaknya." Jawaban pertama itu terdengar juga oleh telingaku.

"Jadi semua ..... kasihan ya Bu." Kata anak pertamaku.

"Kasihan ya? Mana anaknya masih kecil lagi."

"Sepertinya habis merayakan ulang tahun, dibelakang ada kue tart."

Suara riuh itu bergantian dan berulang-ulang mampir di telinga kami. Kami hanya diam. Pak Jalil juga diam karena konsentrasi penuh mengemudi mobil diantara begitu banyak manusia yang hendak melihat tragedi sore itu.

Hampir 500 meter jalan kami terganggu oleh kejadian itu. Akhirnya kami bisa bernafas lega.

"Makanya Pak Lil, kalau nyetir harus konsentrasi ya." Kata Langit, anak keduaku. Dia memang paling akrab dengan Pak Jalil.

"Siap Mbak Lang." Kata Pak Jalil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun