Mohon tunggu...
Yusneri
Yusneri Mohon Tunggu... Lainnya - berupaya jadi yang tebaik

Ala bisa jadi biasa

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Seberapa Bijaksana Anda Menghukum Anak Anda

22 Desember 2012   12:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:12 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini sebuah kisah yang di ambil dari buku " Setengah Isi Setengah Kosong" karangan Parlindungan Marpaung, mungkin dapat menjadi inspirasi bagi kita para orang tua.
Dikisahkan sepasang  suami istri yang bekerja meninggalkan anak yang berusia tiga tahun bernama Ita, bersama sang pembantu di rumah. Namanya juga anak-anak suka mengeksplorasi diri, Ita pun demikian sambil bermain dia mencoret-coret tanah di halaman dengan lidi, sementara pembantunya menjemur kain  dekat garasi. Puas dengan mencoret tanah Ia menemukan sebuah paku berkarat dan mulai mencoba untuk menggores-gores mobil ayahnya yang berwarna hitam. Karena masih baru, mobil tersebut jarang digunakan oleh ayahnya ke kantor. Maka penuhlah  mobil tersebut dengan coretan gambar Ita.
Begitu ayahnya pulang, dengan bangga Ita memberi tahu tentang gambar-gambar yang sudah dibuat di mobil baru ayahnya tersebut. Bukan pujian yang diterimanya, melainkan kemarahan yang sangat besar. Pertama kali yang kena damprat adalah sang pembantu. Baru giliran  anaknya yang dihukum.  Demi kedisiplinan anak, maka si Ayah mulai mengajarkan anaknya, tidak hanya dengan kata-kata, tetapi dengan pukulan. Dipukullah kedua telapak tangan  dan punggung tangan anaknya dengan apa saja yang ditemukan di situ. Mulai dengan mistar, ranting, sampai lidi disertai dengan luapan emosi yang tidak terkendali.
"Ampuuun, 'Bah!, sakit..., sakit..Ampun!" jerit Ita sambil menahan  sakit di tangannya yang sudah mulai berdarah-darah. Si Ibu hanya diam saja, seolah-olah merestui  tindakan disiplin yang di tegakksn oleh suaminya,
Puas menghajar, si ayah menyuruh pembantu untuk membawa Ita ke kamarnya, Dengan hai yang teriris, sang pembantu membawa Ita ke kamarnya. Sore hari ketika dimandikan, Ita menjerit-jerit menahan pedih.  Esoknya tangan  ita mulai membengkak, sementara ayah ibunya tetap bekerja seperti  biasa. Ketika  dilaporkan oleh pembantunya, ibu Ita hanya mengatakan, "Oleskan obat saja!".
Hari berganti hari, hingga suhu badan Ita mulai panas karena luka di tangannya sudah terinfeksi. Ketika dilaporkan orang tuanya pun hanya mengatakan supaya diberi obat penurun panas, Hingga suatu malam panasnya semakin tinggi, bahkan ia  mulai menggigau. Buru-buru mereka membawa  Ita yang sudah nampak melemah  ke rumah sakit   pada malam itu juga
Hasil diagnosis dokter menyimpulkan  bahwa demam Ita berasal dari tangannya  yang sudah infeksi dan busuk akibat luka-lukanya. Setelah seminggu di opname di sana, dokter memanggil ayah dan ibunya dan mengatakan, "Tidak ada pilihan lain...".
Dokter mengusulkan agar kedua tangan anaknya  itu di amputasi karena infeksi yang terjadi sudah terlalu parah. "Ini sudah bernanah dan membusuk, untuk menyelamatkan nyawa Ita, tangannya harus diamputasi".
Mendengar berita itu, orang tua Ita bagaikan disambar petir. Dengan air mata berurai  dan tangan yang bergetar, mereka menandatangani surat persetujuan amputasi anak yang paling dikasihinya.
Setelah sadar dari pembiusan operasinya, Ita terbangun sambil menahan rasa sakit dan bingung melihat tangannya dibalut kain putih. Lebih kaget lagi, dia melihat  kedua orang tuanya  dan pembantunya menangis di sampingnya, Sambil menahan rasa sakit, Ita berkata kepada orang tuanya, "Abah..Mama.., Ita tidak akan melakukannya lagi lagi..., Ita sayang Abah, sayang Mama, juga sayang Bibi. Ita minta ampun sudah mencoret-coret  mobil Abah!". Si ibu dan ayah semakin menagis mendengar kata-kata Ita tersebut.
"Bah., sekarang tolong kembalikan tangan  Ita, untuk apa diambil. Ita janji tidak akan melakukannya  lagi. bagaimana kalau nanti Ita  mau main dengan teman-teman karena tangan ita sudah diambil. Abah..Mama..., tolong kembaliin, pinjam sebetar saja. Ita mau menyalami Abah, Mama dan Bibi  untuk minta maaf!".
Menyesal bagi kedua orang tua Ita sudah tiada guna, nasi sudah menjadi bubur.
Bagai mana dengan anda, para orang tua.., Hukuman memang perlu....tapi...???

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun