Mohon tunggu...
Neny Silvana
Neny Silvana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Unik, ekspresif, menarik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bolehkah Melanggar Janji?

13 November 2011   02:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:44 2119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bangun tidur, hal yang pertama kali terlintas di kepalaku adalah kata “janji”. Sebegitu hebatnya kah sebuah janji? Apa sih definisi dari sebuah janji. Apa semua janji yang telah disepakati, harus ditepati? Harus sekaku itukah?

Janji adalah : 1. Ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat (seperti hendak memberi, menolong, datang, bertemu)  2. Persetujuan antara dua pihak (masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu)

Sejujurnya, aku jarang berjanji. Hanya pernah beberapa kali berjanji palsu kepada Allah, kepada suamiku, dan kepada beberapa orang sahabat. Dan merekapun telah mengenal aku dengan baik. Mereka tau persis, terkadang janji  palsu yang aku ucapkan tidak dengan sungguh-sungguh. Bisa berubah karena kondisi atau alasan tertentu, seperti janji ala anak-anak.

Yang aku maksud dengan janji palsu di sini adalah sebuah perjanjian  yang  aku buat secara sepihak, berdasarkan emosional sesaat dikarenakan marah, sedih, kesal, kecewa, atau mencari perhatian. Bukan sebuah perjanjian yang mengikat, bersifat rahasia atau berisikan sebuah komitmen dan tanggungjawab.

Bener nggak ya, jika melanggar janji bisa disebut plin-plan? Terkadang aku melanggar janji, jika menyangkut dengan orang-orang yang aku sayangi. Seperti kepada orang tua, sahabat, anak, dan suami. Huwaaaaa, kesannya aku jadi nggak tegas banget..

Beberapa alasan yang membuat janji palsuku sering terlanggar.

1. Dikarenakan aku membuat janji hanya sepihak. Tidak ada komitmen bersama, lebih janji kepada diri sendiri yang tujuannya  untuk kepentingan pribadi.

2. Janji yang aku buat, terkadang lebih bersifat emosional. Janji yang ditulis atau diucapkan karena marah, sedih, mencari perhatian, atau curhat sesaat yang tujuannya untuk menetralisir hati. Ungkapan janji seperti  ketika menulis pada buku harian, membuat puisi atau cerita fiksi.

3. Karena janji terhadap orang-orang yang aku sayangi, tidaklah bersifat kaku. Kadang aku sudah berjanji bakalan marah, nggak mau bicara dan lain-lain, eh baru lihat wajahnya dan dia tersenyum saja..sudah lupa deh sama janji yang tadi. Kadang aku sudah berjanji mau ngelupain, mau membenci, mau menjauh..eh denger dia minta maaf atau merayu saja,aku sudah luluh. Kadang aku kesal ketika pasangan atau anak selalu melakukan kesalahan yang sama, aku sudah  berjanji buat memberi hukuman, tapi melihat bahwa mereka tak sengaja melakukannya, aku sudah luluh kembali.

4. Karena menurutku, janji itu bukan harga mati. Berjanji kepada Allah saja bisa ralat. Apalagi berjanji kepada manusia, kenapa tidak bisa diperbaiki?  Allah saja maha pengertian, pemaklum, dan pemaaf. Beberapa  janji bisa dirubah asal dengan tujuan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun