Mohon tunggu...
M Najeri Al Syahrin
M Najeri Al Syahrin Mohon Tunggu... -

Politics and IR Scholar --- Travel Photographer Social Entrepreneur --- Art Culture Observer Vintage Camera Collector --- Kalimantan Book Lovers

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kajian Historis dan Dinamika Transisi Kepemimpinan Mendawai, Kotim dan Katingan (Bag. 1)

23 Januari 2017   10:10 Diperbarui: 23 Januari 2017   10:43 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rakit kayu di Katingan dari Perusahaan Kayu Bruynzeel Sampit, Z.Borneo Tahun 1949

Sejarah Pegatan Katingan Kuala : Kajian Historis dan Dinamika Transisi Kepemimpinan Mendawai, Kotim, dan Katingan (Bagian 1)

Ditulis Oleh : M Najeri Al Syahrin., S.IP., M.A.

Dalam perjalanannya, sebagai suatu daerah wilayah permukiman penduduk, Pegatan tidak bisa dipisahkan dalam hubungannya dengan Mendawai, yaitu sejak masa Kerajaan Mendawai sampai dengan kekuasaan Kerajaan Kotawaringin (Kutaringin). Pusat Kerajaan Kotawaringin tersebut berada di daerah Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat saat ini sampai dengan akhir masa pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia. Kemudian, setelah itu wilayah Pegatan masuk kedalam daerah Kabupaten Kotawaringin Timur yang beribukota di Sampit, sebelum kemudian di mekarkan kembali menjadi salah satu daerah yang masuk dalam pemerintahan Kabupaten Katingan.

Pada zaman dahulu, Pegatan-Mendawai merupakan salah satu wilayah yang masuk dalam kekuasaan Kerajaan Mendawai, sampai saat ini sebutan Pegatan-Mendawai masih melekat, utamanya untuk membedakan dengan daerah Pagatan di Kota Baru Kal-Sel. Kekuasaan kerajan Mendawai dahulu diceritakan meliputi daerah muara sungai Katingan termasuk daerah Pegatan dan sekitarnya. Kurangnya referensi dan sumber sejarah tentang kerajaan Mendawai sangat menyulitkan penulis untuk memberikan gambaran mengenai seberapa besar dan kuatnya pengaruh kerajaan Mendawai terhadap Pegatan dan daerah-daerah lain khususnya di Katingan.

Ada sebuah jurnal berbahasa Belanda yang menurut penulis mungkin bisa memberikan gambaran tentang Kerajaan Mendawai atau setidaknya kondisi desa Mendawai sejak tahun 1878, 1908, dan tahun 1950-1957. Jurnal pertama di tulis pada tahun 1878 yang berjudul "Mendawai-Rivier Van De Mond Tot Loeboe” (Ekspedisi menggunakan kapal Oenarang). Kemudian tulisan Survey Vessel pada tahun 1908 yang berjudul “Zuidkust Borneo, Mendawai-Rivier En Mond Der Pemboeang-Rivier” yang kemudian dipublikasikan oleh Department of The Navy Hydrographic Den Hag pada tahun 1908. Kemudian tulisan “Mendawai-Rivier” oleh Kooimans dan Gezagh de Groot yang pada waktu itu melakukan ekspedisi menggunakan kapal Burdjamhal dan Zuirderkruis pada tahun 1957 dan 1950. Ketika penulis mencoba mencari dan mengakses file dokumen tersebut, ternyata hanya bisa diakses dengan membeli username dari situs  ArchivePortalEurope.Net.


A. Pegatan-Mendawai Dalam Masa Kepemimpinan Kesultanan Banjar

Sebelum abad 14, daerah aliran sungai Katingan termasuk daerah yang masih belum terjamah, belum banyak pendatang dari daerah lain. Saat itu, satu-satunya alat transportasi adalah perahu, dan setiap suku yang ada dipimpin oleh Kepala Suku/Bakas Lewu. Mendawai merupakan salah satu lewu (kampung) tertua di daerah aliran sungai Katingan. Tahun 1350, kerajaan Hindu mulai memasuki daerah Kotawaringin dan Mendawai, kemudian tahun 1365 kerajaan Hindu dapat dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Beberapa kepala suku diangkat menjadi Menteri Kerajaan. Tahun 1520, pada waktu pantai di Kalimantan bagian selatan dikuasai oleh Kesultanan Demak, agama Islam mulai berkembang di Kotawaringin dam Katingan (Tjilik Riwut, 2007:107)

Dokumen tertua yang menyebutkan "Sampit dan Katingan adalah buku kakawin Negarakertagama karangan Mpu Prapanca tahun 1365, pada syair ke-13 yang berbunyi:
 “Le tekang nusa Tanjungnagara ri Kapuas lawan ri Katingan-Sampit mwang Kuta Lingga mwang i Kuta Wawaringin Sambas mwang i Lawas”.
Pada masa Kerajaan Majapahit tersebut, Sampit dan Katingan (Mendawai-Pegatan) disebutkan termasuk sebagai salah satu daerah teritorial "Nusantara”. Daerah ini menikmati otonomi dan kebebasan internal  serta Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan pejabat birokratnya atau tentara militernya di wilayah tersebut. Kerajaan Mendawai yang ketika itu berada di bawah kekuasaan Kesultanan Banjar diberikan kekuasaan otonomi untuk mengatur dirinya sendiri tanpa harus merasa dibawah bayang-bayang Majapahit.

Kerajaan Majapahit hanya menuntut loyalitas berupa upeti tahunan dengan persyaratan tidak memberontak dengan maksud akan memisahkan diri. Itulah mengapa, kerajaan Mendawai dan kerajaan Banjar pada umumnya tidak merefleksikan kebudayaan Jawa secara utuh dalam kehidupan masyarakatnya sehari-hari. Di masa kekuasaan kerajaan Hindu, upeti dibayarkan kepada Majapahit, maka kemudian di masa kerajaan Islam berkuasa upeti dibayarkan kepada kerajaan Demak, tetapi hal itu tidak berarti kerajaan Banjar dan Mendawai menjadi bawahan Demak. Hanya ada semacam aliansi, dimana kerajaan Banjar dan seluruh wilayahnya berada dalam naungan Kerajaan Demak. (Barjie. 2014:43)

Menurut salah satu sumber di Wikipedia, Mendawai merupakan salah satu pelabuhan Kesultanan Banjar, nama tersebut sudah ada dan disebut di dalam Hikayat Banjar yang bagian terakhirnya ditulis pada tahun 1663. Di dalam Hikayat Banjar disebutkan Pangeran Martasari putera Pangeran Mangkunagara sempat maadam (merantau) ke kampung Mendawai dan berencana meminta bantuan kepada Kesultanan Mataram untuk mengkudeta Sultan Saidullah, tetapi rencana itu gagal karena ia akhirnya sumalah (mangkat) di Mendawai, kemudian jenazahnya dibawa ke Martapura dan dimakamkan di istana. Pangeran Mangkunagara merupakan putera gahara dari Putri Nur Alam binti Pangeran Di Laut, permaisuri Sultan Hidayatullah I, tetapi gagal menjadi pengganti Sultan Hidayatullah I, karena yang dinobatkan adalah Pangeran Senapati/Marhum Panembahan/Sultan Inayatullah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun