Mohon tunggu...
Moh Nur Nawawi
Moh Nur Nawawi Mohon Tunggu... Nelayan - Founder Surenesia

Seorang pecinta dunia maritim / Pelayan dan Pengabdi Masyarakat / suka menulis, bercerita dan berdiskusi / @nawawi_indonesia nawawisurenesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menanti Kebijakan Cantrang

26 Oktober 2019   16:08 Diperbarui: 1 November 2019   04:48 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika seorang wanita penjual ikan duduk di kursi, di Pelabuhan perikanan Tegalsari, Tegal, Jawa Tengah yang begitu riuh dan ramai, baskom besar di antara kaki mereka dan sorban diikat elegan di kepala mereka, beberapa menatap ke kejauhan, ke arah cakrawala yang pernah diisi berbagai macam kapal penangkap ikan yang tentunya lebih banyak dari pada saat ini ketika mereka menunggu kapal untuk membeli ikan.

Dari waktu ke waktu seorang penjual ikan membenturkan baja mereka dengan keras, tidak sabar menunggu tangkapan kapal ikan diturunkan dari sampan kayu.

Di seberang lain riuh bergemuruh lebih banyak di isi dengan keluh mengeluh yaitu suara-suara yang terdengar dari para pekerja pengangkut ikan yang sudah dari dulu bekerja di pelabuhan ikan Tegalsari, sebuah paduan suara yang meratapi kekurangan ikan di laut, ikan yang sudah dari dulu mendukung kehidupan generasi nelayan tradisional berskala kecil yang tinggal tidak jauh dari pantai.

Jika dulu ada banyak ikan di sini, sekarang itu semua sudah hilang.

Laut Utara Pulau Jawa adalah salah satu perairan yang banyak dilakukan kegiatan penangkapan di Indonesia, bahkan tingkat penangkapan ikan secara ilegal dan tidak dilaporkan cukup lumayan inggi. Sudah lama para ilmuan memperingatkan akan segera terjadi kehancuran stok ikan di Laut Utara Jawa jika tidak diambil langkah-langkah strategis untuk membatasi penangkapan ikan yang berlebihan.

Di Jawa Tengah terdapat ratusan kapal pukat ikan yang biasa dikenal dengan cantrang, sebuah kapal dengan alat tangkap yang menargetkan ikan- ikan ekonomis tinggi dan sudah dioperasikan oleh nelayan-nelayan pantai utara selama beberapa generasi.

Permasalahan yang muncul alat tangkap cantrang selain menangkpa ikan -- ikan ekonomis dilapangan juga banyak ikan-ikan kecil yang tertangkap oleh alat tangkap ini.

sehingga, secara teori ekologi perikanan hal ini dapat mengganggu populasi ikan-ikan dilaut, ikan-ikan hasil tangkapan cantrang akan terganggu populasinya.

Sebenarnya sejak tahun 1980 sudah ada larangan untuk alat tangkap ini diperairan utara jawa selain permasalahan diatas banyaknya protes dari nelayan lain juga menjadi pertimbangan dikeluarkannya larangan tersebut, tetapi pada kenyataannya mereka tetap mengoperasikan kapal cantrang sampai sekarang, yang berdampak pada mata pencaharian masyarakat nelayan pesisir.

Mengapa pukat dilarang? 

Mengutip dari studi WWF-Indonesia, dinyatakan bahwa hanya sekitar 18-40 persen tangkapan pukat atau cantrang bernilai ekonomis dan dapat dikonsumsi, sisanya sekitar 60-82 persen adalah tangkapan sampingan dan banyak dibuang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun