Mohon tunggu...
Naufal Pambudi
Naufal Pambudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mr.

Koordinator Ikatan Masyarakat Muda Madani (IMAM)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Agresi dan Seksualitas: Aktivasi Otak Primitif Ala Prabowo-Sandi

6 Desember 2018   14:24 Diperbarui: 6 Desember 2018   14:28 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Tribunnews.com

Rabu kemarin (05/12) media memberitakan Prabowo-Sandi dalam dua topik yang kontras. Prabowo diberitakan murka terhadap wartawan yang tak meliput reuni 212. Di sisi lain, media menampilkan Sandi yang membuat ibu-ibu histeris saat senam dua jari. Dua berita itu terkesan kontras. Prabowo diberitakan galak, pemarah, sementara Sandi terkesan ramah, romantis. Apakah itu kebetulan? Tidak.

Prabowo-Sandi sebenarnya memainkan peran psikologis. Dalam berbagai pemberitaan, keduanya kerap ditampilkan dalam dua sudut pandang itu. Prabowo yang marah-marah, dan sandi yang romantis. Tujuannya, tak lain untuk menyasar otak primitif pemilih, yang secara instingtif memiliki dua karakter dasar, yaitu: agresi dan seksualitas. Strategi ini sebenarnya umum di dunia marketing.

Generasi 80'an mungkin sangat akrab dengan tayangan seks dan kekerasan. Sebutlah Agen 007 James Bond yang selalu ditemani wanita-wanita cantik. Seringkali misi agen rahasia itu tak ada hubungannya dengan Bond's Girls. Tapi begitulah, adegan laga lebih greget dibumbui seksualitas. Itu yang disukai publik, sehingga film-film yang menyajikan laga dan seksualitas cenderung laris manis di pasaran.

Tak hanya film manca, konten domestik pun menyajikan konten serupa. Sebutlah novel Wiro Sableng. Karakter Pendekar Kapak Maut sebenarnya sudah menarik. Alur ceritanya, ilmu kanuragannya, semua menggelitik dan menghibur. Toh novel itu selalu menyisipkan adegan syur di sela konflik dunia persilatan. Sama seperti James Bond, penulis novel Wiro Sableng paham, seksualitas sangat gurih ketika diramu adegan laga dan kekerasan.

Agresi dan seksualitas ini bisa dilihat dalam format keras (hard-case) maupun lunak (soft-case). Agresi dalam bentuk hard-case menampilkan aksi sadis berdarah-darah, sementara bentuk soft-case bisa menampilkan misi rahasia, sosok jagoan, dan sebagainya. Begitu juga konten seksual, bisa dikemas sebagai pornografi adegan ranjang atau roman asmara dan percintaan yang lebih soft.

Kenapa orang menyukai seks dan kekerasan? Karena agresi dan seksualitas adalah insting manusia paling dasar. Dalam kajian biologi, manusia satu kelompok dengan binatang dalam kingdom animalia. Saat kehidupan terlempar di muka bumi, naluri dasar tiap binatang (termasuk manusia) yaitu bertahan hidup dan regenerasi. Cara dasar bertahan hidup yaitu makan, sementara cara dasar regenerasi yaitu reproduksi, yang didominasi aktivitas seksual.

Dalam bertahan hidup dan regenerasi itulah setiap makhluk melakukan agresi, bersaing dengan makhluk lain. Jutaan tahun sejarah manusia, agresi dan seksualitas menghasilkan perang, perbudakan, hingga genosida. Agresi ras manusia berangsur-angsur turun seiring proses peradaban. Manusia mulai sadar, persaingan harus diatur, seksualitas harus dilembagakan. Alhasil muncullah olahraga, media persaingan secara sportif. Muncul perkawinan, sebagai pelembagaan seks dan regenerasi. Muncul negara yang mengatur kehidupan bersama, dan seterusnya. Singkat kata, peradaban telah memisahkan manusia dari binatang.

Toh bagaimanapun, naluri agresi dan seksualitas tak hilang sepenuhnya. Dua insting ini terutama muncul saat panik, tertekan, terancam. Inilah yang dimanfaatkan Prabowo-Sandi. Di satu sisi, mereka terus memanas-manasi masyarakat dengan berita bombastis, tentang kemerosotan ekonomi, ancaman negara bubar, korupsi stadium 4, pemerintah anti islam, anti ulama, dan sebagainya. Semua itu diharapkan membuat masyarakat panik, khawatir, tertekan. Lalu, masyarakat diharap kembali mengaktifkan otak primitifnya yang agresif dan seksis. Dan ketika otak primitif itu aktif secara massal, maka Prabowo-Sandi akan menjadi magnet di tengah kepanikan.

Strategi ini persis seperti yang dilakukan Donald Trump. Ketika masyarakat Amerika panik pasca krisis Sub-Prime Mortgage yang berkelanjutan, Trump menampilkan diri sebagai presiden yang berbeda. Alih-alih meniru Good Boy Obama, Trump menampilkan diri sebagai Capres impulsif, gemar berkata kasar, hingga mengumbar pernyataan misoginis. Bedanya aroma seksis Trump yang misoginis diadaptasi Sandi dalam bentuk lebih soft. Tapi intinya masih sama, Prabowo-Sandi berusaha menyasar otak primitif pemilih yang bertumpu pada insting agresi dan seksualitas.

Jadi sebagai pemilih beradab, sebaiknya kita tak mudah percaya pada atraksi Prabowo-Sandi. Prabowo yang galak dan Sandi yang romantis itu hanyalah trik meraih suara. Dan perlu digarisbawahi, trik itu hanya ingin mengaktivasi otak primitif pemilih. Jika hal itu diterus-teruskan, sungguh sayang demokrasi yang merupakan produk besar peradaban akan turun kelas menjadi permainan politik yang primitif dan miskin peradaban.

Ditulis Oleh:

Naufal Pambudi

Praktisi Hidup; Penyayang Makhluk Hidup

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun