Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Garuda, Beginilah Cara Merawat Kebinekaan

28 Agustus 2017   08:19 Diperbarui: 28 Agustus 2017   08:54 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perhelatan SEA GAMES  2017 sebentar lagi akan berakhir. Indonesia punya cerita khusus dalam mengikuti ajang tanding sepakbola antarnegara se-ASEAN. Catatan publik, Indonesia mengalami turbulensi yang sangat dahsyat. Tim yang diasuh oleh Luis Milla sekarang mempunyai sejarah pasang surut yang tak pernah dilupakan sejarah. Tak terkalahkan. Tapi kandas di tangan tuan rumah; Malaysia.

Sejak digulirkannya SEA GAMES, timnas Garuda ibarat sedang berada dalam sebuah novel yang mengandung alur cerita maju. Hal tersebut menjadi sebuah asumsi tersendiri, sebab sebagai Negara besar di Asia Tenggara, Indonesia harus bisa menyumbangkan emas dari cabang olahraga lapangan hijau ini.

Seperti diketahui terakhir kali Indonesia meraih emas cabang Sepakbola dalam ajang ini tahun 1991. Tentunya, keadaan lapar juara selama 26 tahun ini menjadi hal yang paling dinantikan tahun ini. Ini bisa dilihat dari grafik permainan timnas sampai masuk ke semifinal.

Takdir belum bersuka, skuad garuda yang dikaptenin oleh Evan Dimas yang menunjukan performance terbaik. Tunduk, walau hanya selisih 1 gol, tertatih-tatih, Evan dkk jua telah membuktikan bahwa tetap bisa terbang; mengangkasa dan menghibur masyarakat republik yang sedang haus dan lapar.

Evan dkk tau bahwa cara terbaik adalah berlagak seperti orang yang tercebur dalam sumur yang gelap dan dalam. Sebab, dalam situasi tersebut hanya ada satu tekad, NAIK. Itulah yang tengah tersemangat dalam dada garuda muda.

Selisih  gol pada leg semifinal tanggal Sabtu (26/8/2017) malam di stadion Shah Alam, Malaysia menjadi sebuah era baru persebakbolaan Indonesia di mata Asia. Sudah jua asa yang terpendam selama ini. Sudah saatnya sayap-sayap patah garuda tersatukan kembali dan jangan ada konspirasi air mata yang hanya membuat masyarakat menangis tanpa sebab.

Keharuan menyaksikan gol-gol indah skuad Merah Putih sebelum laga semifinal menjadikan sebuah klimaks nanti; dan langsung menjawab tuduhan-tuduhan palsu oknum-oknum yang membenci.

Namun, sekali lagi. Tarik-ulur kemenangan itu ada saatnya. Ini adalah kemenangan tertunda. Semoga di ASIAN GAMES 2018 nanti, Indonesia dapat membawa ruh baru dalam wajah Pesta Olahraga Musim Panas Asia ini. Dari sini kita belajar beberapa hal dari timnas muda kita, yakni:

  • Berbeda itu satu, keragaman para pemain yang ada berimplikasi pada karakter. Namun, mereka berhasil melebur dalam Timnas. Mereka tau, mereka dipilih dan masuk timnas adalah buah kepercayaan masyarakat Indonesia. Bahwa Indonesia punya satu mimpi yakni menjadi terbaik. Perbedaan telah menjadi erat membuat satu kata kekuatan. Kekuatan itulah yang membuat pertalian kuat dan saling  berpegang pada tujuan. Mereka tau, hadiah apa yang harus diberikan kepada masyarakat, ketika realitas Negaranya tengah tersandera berbagai macam lilitan masalah. Berkaca pada Film Cahaya dari Timur; BETA Maluku, ada sebuah kemiripan skenario. Bahwa menjadi juara bukan berbicara beta. Tapi berbicara tentang kita. Sebab, indonsia adalah rumah kita. Rumah besar yang menjadi rahmat bagi masyarakatnya.
  • Sadar posisi, sadar diri. Pada dasarnya, bermain sepakbola sangat ditentukan oleh skill atau kemampuan individu pemain. Namun, kemampuan tidaklah dianggap cukup melainkan pemain juga mempunyai mental sadar diri. Bayangkan saja, jika masing-masing pemain tak  pandai mengelola rasa. Maka sifat egosentris akan muncul daripada sikap bermain bersama. Bahwa mereka tau, tugas yang telah diberikan oleh pelatih merupakan tugasn mulia, masing-masing tugas mempunyai nilai yang sama. Sebab bermain bola bukan soal berapa banyak gol yang dicetak, tapi soal sinergitas pemain dan kekokohan formasi.
  • Perubahan itu hanya ada pada anak muda. Dalam setiap perubahan yang dialami oleh bangsa-bangsa, didalamnya hadir sosok-sosok pemuda. Pemuda adalah pilar. Pemuda adalah kekuatan netral. Skuad timnas muda telah membuktikan itu. Bermain sampai lelah mengejar mereka, optimis dan mempunyai naluri win-win adalah karkater dasar pemuda. Lihatlah mereka yang jatuh bangun  dengan  cedera. Bagi mereka bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan dalam sepakbola. Namun, bangkit lagi dan melaju bagai peluru.

Olehnya sudah seharusnya sebagai bangsa yang besar, jangan hanya mengaku dan mencintai bangsa ini seperti perilaku sang monyet. Bahwa dibalik kekalahan-kekalaan timnas di laga-laga apapun di tahun-tahun ini. Hal itu merupakan sebuah lintasan sejarah; tahapan yang membentuk tonggak-tonggak kemenangan. Dibalik kekalahan beruntun ada tangan Tuhan lain. Bahwa kemenangan itu akan diraih manakala ada kesungguhan.

Maka marilah kita sama-sama menjaga ikhtiar kebangsaan dan belajar dari jatuh bangun timnas. Sebab, hanya orang-orang yang mempunyai jiwa sabarlah yang akan mencapai kemenangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun