Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Suka yang Sederhana? Richard Dawkins Senang Bersahabat dengan Anda

5 Januari 2015   17:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:46 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14204268721742953741

http://tradingphrases.com/

Benarkah? Mungkin yang Anda maksud adalah "simplistas kebablasan"!

Liburan Natal dan Tahun Baru kemarin saya habiskan dengan membaca buku The God Delusion karangan Richard Dawkins. Dawkins adalah seorang biologis di Oxford University. Ia dikenal sebagai salah seorang "nabi" atheis yang memperkenalkan new atheism. Simplisitas sebagai kriteria Salah satu argumen mayor dalam The God Delusion dapat ditilik dalam capture dari buku ini yang saya cantumkan di bawah ini: [caption id="attachment_344911" align="aligncenter" width="666" caption="The God Delusion (2006), 109/DokPri"][/caption] Terlepas dari berbagai keruwetan dalam perdebatan mengenai eksistensi Allah, terlihat jelas dalam argumen di atas bahwa Dawkins menganggap Allah sebagai delusi karena Ia jauh lebih kompleks (rumit) pada dirinya sendiri untuk menjelaskan alam semesta beserta segala isinya yang juga kompleks (rumit). Bagi Dawkins, mempresuposisikan Allah untuk menjelaskan alam semesta beserta segala isinya, mengandung beban penjelasan yang tidak mungkin bisa diberikan oleh theis (orang yang percaya akan eksistensi Allah), yaitu penjelasan mengenai Allah yang kompleks itu sendiri. Dengan kata lain, menggunakan "sesuatu" yang jauh lebih kompleks untuk menjelaskan sesuatu yang lain yang kompleks merupakan sebuah ketidakmungkinan (argument from improbability). Atau dengan kata lain lagi, bagi Dawkins, "penjelas" seharusnya lebih sederhana (simpler) dari "objek yang dijelaskannya" (argument from simplicity). Ringkasnya, kesederhanaan (simplicity) menjadi kriteria untuk menolak kebergunaan hipotesis mengenai eksistensi Allah dalam menjelaskan alam semesta beserta segala isinya. Keranjang yang sama Saya sengaja tidak memberikan evaluasi langsung terhadap argumen Dawkins di atas. Karena saya sedang sangat tertarik mengemukakan sebuah fenomena menarik di Kompasiana. Sebenarnya bukan hanya di Kompasiana. Dalam sejumlah kesempatan, saya juga berjumpa dengan fenomena tersebut. Pada umumnya, orang berupaya menghindari yang rumit (kompleks). Itulah sebabnya, Anda mungkin pernah mendengar kalimat ini: "Keep it simple, stupid"! Ini adalah deklarasi terang benderang di mana kesederhanaan (simplicity) didekap sebagai kawan akrab (kriteria). Dan jika Anda mau jujur, saya kira banyak di antara pembaca tulisan ini yang akan mengacungkan tangan sebagai penyuka simplisitas. Buah yang ranum dari semangat simplisitas seperti ini, atau parafrase lainnya "yang gampang-gampang saja", terlihat membusuk dunia pendidikan hari ini. Orang yang tidak jelas kapan studinya, tiba-tiba sudah menyandang gelar akademis. Para siswa/mahasiswa yang tidak serius mengikuti pelajaran tapi demi mendapatkan nilai bagus kemudian mencontek. Oh tidak lupa, mereka yang ingin cepat mapan melakukan korupsi, pencucian uang, pencurian, dsb. Mereka berkilah, kalau bisa digampangkan, mengapa harus susah-susah? Masyarakat (society) kita dalam berbagai lini, jika tidak ingin dikatakan semua lini, sedang "diracuni" atau setidaknya "digerogoti" oleh semangat simplisitas kebablasan di atas. Well, mayoritas Anda pasti tidak simpatik pada argumen Dawkins karena saya yakin Anda percaya akan eksistensi Allah, bukan? Tetapi, melihat re-presentasi argumen Dawkins di atas dan ketertarikan fenomenal di atas, tampaknya Dawkins dan Anda berada di keranjang yang sama. Suka atau tidak suka! Simplisitas kebablasan Menyatakan seperti di atas, tidak berarti bahwa saya menolak simplisitas itu pada dirinya sendiri. Itu bukan maksud saya. Maksud saya adalah simplisitas dan atau kompleksitas itu sendiri bukan kriteria bagi kebenaran dan kebergunaannya. Jika Anda harus menghadapi yang sulit, hadapilah. Jika Anda diberi anugerah untuk menikmati kemudahan, nikmatilah dengan penuh syukur. Sebab menuntut kemudahan dari sesuatu yang sulit yang seharusnya menuntut kerja keras serta ketelitian dsb., dan atau mempersulit sesuatu yang mudah, adalah dua eksitrim yang salah satunya digunakan Dawkins untuk menolak keberadaan Allah di atas. Mungkin Anda tidak menolak keberadaan Allah seperti Dawkins, tapi yang menyamakan Anda dan Dawkins bukan kalian sama-sama penikmat simplisitas, melainkan sama-sama penikmat simplisitas kebablasan! Dawkins menjadikan simplisitas sebagai kriteria kebenaran, dan Anda menjadikan simplisitas sebagai kriteria kebermanfaatan. Salam Kompasiana!

  • Bagi Anda yang tertarik mengetahui argumen-argumen yang membabat The God Delusion-nya Dawkins, Anda bisa mengetik nama: [Prof.] John Lenox di youtube. Lenox berkali-kali "mengkanfaskan" Dawkins dalam debat terbuka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun