Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ketika Menteri Tidak Bisa Menerjemahkan Instruksi Presiden, Siapakah yang Patut Disalahkan?

30 Juni 2020   12:43 Diperbarui: 30 Juni 2020   21:40 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Kompas.com / Agus Suparto / Fotografer Kepresidenan

Masih ramai berita tentang Presiden Jokowi yang marah dan mengancam akan me-reshuffle para menteri karena dianggap kurang efektif dan efisien dalam menjalani tugasnya.

Tidak itu saja, beberapa hari yang lalu Presiden pun menegur Gubernur Jawa Timur dikarenakan penyebaran COVID 19 semakin meluas. 

Teguran tersebut menuai pro dan kontra, ada yang mendukung ancaman dan teguran Presiden, ada juga yang mengatakan sang Presiden membuat suatu pencitraan akibat semakin berkurangnya dukungan publik kepada pemerintah sekarang.

Dari sekian banyak berita yang beredar, saya tertarik dengan pernyataan pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, yang mengatakan bahwa para Menteri Kabinet Indonesia Maju tidak bisa menerjemahkan keinginan Presiden.

Saya pun langsung teringat dengan pelajaran yang saya dapatkan dibangku kuliah dulu, yakni gaya kepemimpinan. 

Ada bermacam gaya kepemimpinan, ada yang otoriter, semi otoriter dan friendly. 

Dalam ketiganya itu tetap memerlukan gaya komunikasi yang tegas dan sistematis dalam mendelegasikan tugas agar seluruh karyawan bisa memahami visi misi sang pemimpin dalam sebuah perusahaan. Dalam komunikasi pun ada sistem reward and punishment yang diberikan pemimpin kepada karyawan.

Selain itu, dalam berkomunikasi, penting bagi si pemimpin membuat karyawannya memahami instruksi yang disampaikannya, supaya tugas yang didelegasikan kepada karyawannya bisa berjalan sesuai harapan. Apabila karyawan tidak memahami isi instruksi dari sang pemimpin, bisa dikatakan bahwa sang pemimpin gagal dalam menyampaikan pesannya.

Ketika pemimpin gagal dalam menyampaikan pesan, secara teori yang saya pelajari, berarti diperlukan seorang PR (public relations) yang bisa membuat para karyawan memahami instruksi sang pemimpin. Tapi dalam praktik dilapangan, biasanya pemimpin tidak sadar kalau ia telah gagal menyampaikan pesannya, ia akan beranggapan kalau karyawannya "susah dibilangin".

Hal tersebut sangatlah wajar, ketika kita ngobrol dengan orang lain pun, dan orang tersebut tidak memahami apa yang kita sampaikan, kita akan merasa orang tersebut kok ya gak mau paham juga dengan apa yang kita sampaikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun