Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mindset Modern yang Sesat

14 November 2019   13:21 Diperbarui: 15 November 2019   14:52 1924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mindset yang masih kolot di tengah arus yang semakin modern (Ilustrasi: www.peoplematters.in)

Kalau orang kebanyakan sudah tahu cerita tentang Bumi Manusia, saya baru tahu ketika ada filmnya. Tapi saya tidak berkesempatan menonton film tersebut.

Beberapa hari belakangan, saya merasa perlu membaca tulisan karya Pramoedya Ananta Toer, kalau kata adik saya, tulisan beliau lah pedoman para penulis. Akhirnya saya beli lah buku Bumi Manusia, edisi pertama dari Tetralogi Buru. 

Awal membaca saya merasa bosan bukan main, bahasanya sungguh filsafat sekali. Kemudian, suami berkata "coba dibaca, jangan kau pelihara mood kau itu", dengan malas saya membaca, kemudian saya tutup lagi.

Saya pun malah menonton YouTube tentang Soekarno dengan judul "Harga Diri Diinjak, Soekarno Damprat Marahi Presiden Amerika sampai Takut", kemudian setelah menonton itu, lanjut ke judul "Kisah Hidup para Nyai, Istri Simpanan Era Pergundikan Masa Kolonial Belanda". Dari tontonan tersebut, saya teringat tulisan kompasianer yang menyebut nama Nyai Ontosoroh dalam film Bumi Manusia.

Saya pun kembali membaca buku Bumi Manusia, perlahan saya seperti dibawa ke masa ketika Belanda menjajah Indonesia. Baru 89 halaman saya baca, namun hati saya begitu tersayat-sayat membacanya. Bukan karena pesan yang diceritakan dari buku tersebut, karena saya baru membaca intronya saja. Akan tetapi tersayat karena bangsa kita ditanamkan untuk tidak menyukai bangsa kita sendiri.

Sempat saya terheran dengan tulisan kompasianer yang mengatakan bangsa kita masih tertanam untuk melihat orang bule itu adalah "majikan". Hal yang ditanamkan sedari zaman kolonial Belanda. Pertanyaan di kepala saya kemudian, "Bagaimana cara mereka menanamkan hal tersebut pada diri nenek moyang kita, sampai kita juga bisa terbawa?"

Setelah menonton dua judul dan dilanjutkan membaca beberapa halaman Bumi Manusia, bukan main rasanya kagum sekali pada cara penjajah yang begitu merendahkan bangsa kita di kala itu, hingga rasanya menjadi orang asli di tanah sendiri begitu malu dan kecil bila berhadapan dengan mereka.

Zaman sudah modern, kita sudah merdeka, Belanda pun menyediakan beasiswa untuk orang Indonesia sebagai permintaan maaf nenek moyang mereka pernah menjajah dan memperlakukan bangsa kita begitu semena-mena. Namun, kita sendiri masih membawa mindset orang lama.

Contoh, ketika SMA, teman saya sempat mengatakan, "Na, kawin sama orang bule, jangan sama orang kita, supaya memperbaiki keturunan, ga pendek ma sipit kayak kita". Kemudian, ada teman lain yang juga mengatakan, "Ih, Na, mendingan nanti kita cari bule, biar ga miskin lagi."

Sedangkan kakek saya memiliki prinsip, "Sebagus-bagusnya negara orang, tetap lebih baik negara sendiri. Sebelis-belisnya orang sendiri, tidak lebih baik dari orang luar."

Kuno, itulah pikiran yang ada di kepala saya saat itu. Tapi ternyata pemikiran kakek saya lah yang lebih modern ketimbang saya. Bagaimana tidak, kita sudah merdeka kok, tapi mindset-nya kok malah mengelu-elukan negara lain, dan mengecilkan bangsa kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun