Mohon tunggu...
Najma Assegaf
Najma Assegaf Mohon Tunggu... Wiraswasta - artikel parenting dan puisi

sosok penulis yang bergelut di bidang puisi dan artikel parenting.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stop Merampas Hak Anak

31 Agustus 2017   18:49 Diperbarui: 3 September 2017   08:44 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap tahun, 15 juta wanita menikah sebelum menginjak usia 18 tahun. Pernikahan dini ini menjadikan anak sebagai korban dari perampasan hak dasar hidup mereka seperti hak pendidikan, kesehatan dan keamanan.  Pernikahan dini menjadi salah satu Sustainable Development Goals sehingga setiap negara dengan angka pernikahan dini tinggi harus berupaya maksimal dalam menekan angka tersebut termasuk Indonesia.

Pernikahan dini dapat berdampak pada angka kematian ibu. Seperti kita ketahui, kematian maternal akibat kehamilan dan persalinan masih menduduki posisi atas di dunia terutama usia 15 hingga 19 tahun berdasarkan data UNICEF 2009.Seorang ibu yang berusia dibawah 18 tahun akan memiliki risiko tinggi dalam kehamilan dan rentan terhadap komplikasi saat persalinan. Risiko gizi kurang dan berat badan bayi lahir rendah semakin meningkat. Seorang anak juga masih dalam tahap bertumbuh dan berkembang sehingga fisik anak belum siap bila harus mengandung bayi dan menjalani rumah tangga. Selain alasan fisik, sang anak yang sudah harus mengandung bayi di usia yang masih tergolong belia dapat menyebabkan masalah mental. Anak pada usia mereka seharusnya bermain dan berinteraksi dengan teman-temannya, bukan malah menanggung beban yang tidak sepadan dengan usianya. UNICEF sangat berkomitmen dalam menanggulangi masalah pernikahan dibawah umur ini karena hal tersebut merupakan masalah serius yang harus segera ditangani. 

Banyak faktor yang berkontribusi dalam terjadinya pernikahan dini seperti faktor ekonomi, sosial dan pendidikan. Tingkat ekonomi yang rendah cenderung akan membuat suatu keluarga membutuhkan support untuk membiayai kehidupannya, dan segala hal bisa mereka lakukan termasuk menikahkan anaknya agar beban ekonomi sedikit berkurang. Alasan lain juga dapat berkontribusi. Faktor sosial seperti keluarga, teman dan lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi pola hidup seseorang. Seperti salah satu kota di Jawa Barat yang memiliki angka pernikahan dini yang tergolong tinggi yaitu kota Cirebon. Hal tersebut dapat disebabkan oleh minimnya pendidikan kesehatan reproduksi dan tingkat ekonomi dan pendidikan yang masih rendah di daerah tersebut.

Masalah pernikahan dini ini bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga dunia seperti  di Amerika Latin dan wilayah Caribbean yang menggolongkan masalah tersebut kedalam salah satu masalah seksual dan kesehatan reproduksi terbesar. Upaya negara tersebut dalam menanganinya adalah edukasi kesehatan reproduksi dan seksual.

Semua sektor harus berperan dalam menanggulangi masalah ini. Terdapat beberapa strategi usulan dari teori perubahan yang diusulkan oleh Girls not Brides, sebuah global partnership yang peduli akan wanita dan anak-anak, pertama, pemberian kekuasaan dalam hal peningkatan keterampilan dan pengetahuan pada wanita sehingga wanita juga dapat memiliki peran sebagai agen perubahan.

Pemerintah harus lebih giat lagi dalam mengakan acara yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi. Perwujudannya bisa dalam bentuk seminar, penyuluhan atau pembentukan diskusi kelompok-kelompok untuk sharing ilmu tersebut. Selain itu, peningkatan partisipan pendidikan terutama wanita harus ditingkatkan. Salah satu program pemerintah yaitu program sekolah gratis hingga SMA sudah merupakan salah satu upaya peningkatan angka pendidikan di Indonesia. Seiring meningkatnya pengetahuan wanita diharapkan dapat menekan angka pernikahan dini. Di era emansipasi wanita ini tentunya tidak diragukan lagi peran wanita dalam melakukan perubahan di suatu lingkungan, tetapi masih ada saja persepsi masyarakat yang belum memandang pebedaan gender dengan adil.

Kedua, bekerjasama dengan komunitas dan keluarga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya pernikahan dini. Pembentukan komunitas peduli anak menjadi salah satu upaya dalam rangkaian pencapaian peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya pernikahan dini. Komunitas tersebut dapat bekerjasama dengan pemerintah untuk melakukan pendekatan dengan berbagai cara terhadap keluarga-keluarga terutama keluarga ekonomi rendah yang memiliki angka pernikahan dini lebih tinggi dibanding keluarga dengan ekonomi menengah keatas.

Ketiga, penyebaran informasi mengenai kesehatan reproduksi dan seksual melalui media massa dan media informasi lainnya. 3 Tentunya diperlukan dukungan dari berbagai sektor seperti pemerintahan, masyarakat, pihak swasta, dan lain-lain dalam melaksanakan promosi kesehatan. Koordinasi dan kerjasama ini dibutuhkan agar tercapainya tujuan dengan baik.

Keempat, perlindungan ekonomi yang bertujuan agar wanita dapat mencukupi kebutuhan ekonomi dirinya dan keluarganya tanpa harus dengan menikah di usia terlalu muda.  Masalah ekonomi di Indonesia tentunya masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah yang sampai saat ini belum terselesaikan. Bila masalah ekonomi dapat terselesaikan melalui penurunan angka kemiskinan maka diharapkan dapat juga berpengaruh pada angka pernikahan dini di suatu negara.

Strategi tersebut dapat juga diterapkan di Indonesia untuk menekan angka pernikahan dini. Strategi tersebut dapat diterapkan dengan optimal bila ada kesadaran pada pemerintah dan masyarakat mengenai betapa pentingnya kesehatan reproduksi dan seksual terutama pada anak. Hal tersebut dikatakan penting karena menyangkut masa depan generasi muda yang merupakan penerus bangsa. Bila pernikahan dini masih terus terjadi maka dapat merusak masa depan anak bangsa termasuk fisik dan mentalnya. Penerapan strategi penyelesaian masalah pernikahan dini juga tidak dapat berjalan dengan baik bila tidak adanya koordinasi dan kerjasama yang baik antarkomponen penggerak sistem kesehatan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun