Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bela Negara, Ideologi dan Wawasan Kebangsaan

26 November 2016   11:02 Diperbarui: 26 November 2016   11:17 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Huuuaahhh... Sudah lama saya nggak nulis di sini. Sejak topik laki-laki dari Belitung yang mengobrak abrik tatanan Ibukota menyedot energi para Kompasianer, lalu terjadilah perang kemampuan menulis, saya merasa lebih nyaman duduk manis di pinggir lapangan sambil ngopeni dapur. Ya sesekali saya masih berkunjung kemari. Masih mencoba membaca semua tulisan dengan ketenangan bagai angin, tapi ternyata tidak bisa. Lama-lama ikutan emosi.. haha.. Jadi untuk kesehatan mental diri sendiri, saya memutuskan untuk pindah ke kampung FB. 

Ternyata untuk bisa terjun ke dunia politik beneran, bukan abal-abal kayak saya ini, diperlukan otot mental di atas rata-rata. Mungkin mereka yang mampu bertahan itu dulu waktu kecil senang nonton film horor deh. Saya nggak suka nonton film serem gitu. Tutup mata, atau matikan TVnya. Hal lain yang saya temukan adalah kecepatan. Ya, makin cepat bereaksi makin cepat mempengaruhi opini publik. Malah kadangkala publik udah nggak memperhatikan informasi sanggahan yang benar. Berikutnya adalah nyali. Dibutuhkan nyali tanpa rasa untuk mampu bertarung. Luar biasa memang orang-orang yang kawakan dalam dunia politik ini. Ditambah dengan sumber keuangan tanpa batas, wah... Berasa seluruh dunia ada dalam genggamannya deh. 

Menarik mengamati pertempuran -yang semoga nggak kebablasan ini- baik dalam dunia maya maupun nyata karena melibatkan orang-orang yang saya harapkan lebih dari itu kapasitasnya. Orang-orang saling melemparkan opininya, entah bener entah nggak, pakai data bener atau palsu, yang penting bisa mengcounter opini lawan.. Hmm... Kalau saya membayangkan dari atas, terbang pake helikopter akan tampak orang-orang saling ribut.. Sementara itu ada orang yang ketawa bahagia melihat situasi terkini. 

Mengapa bisa terjadi? 

Karena provider komunikasi sekarang udah pake 4G. Coba signal internet lelet banget. Kejadian hari ini baru ditangkap signal seminggu lagi. Aman deh.. hehehe.. Mereka lupa kalau tanah yang mereka pijak itu bukan milik mereka saja, tapi pinjaman dari anak cucu kita. Emang mau idup sampe umur berapa sih? Paling banter 70 tahun. Itu pun udah nggak bisa teriak-teriak di lapangan. Yaaa.. bisa sih teriak, tapi khan nggak lucu kalo tiba-tiba gigi palsunya copot? Trus ngglundung gitu.. 

Kemajuan teknologi informasi membuat orang gagap. Sistem tidak siap. Sistem pendidikan tidak mampu mengantisipasi dampaknya. Sistem kesehatan juga belum bisa menjangkau. Sistem perekonomian belum merata dan menjamin keadilan sosial. Sementara lingkungan alam yang begitu kaya sudah diincar oleh pihak lain. Mudah sekali untuk mencampuradukkan sejumput masalah di sana, masalah di sini .. aduk.. goreng.. sajikan.. Hooplah! Langsung ilang semua rasa diri kebangsaan.. Yang ada rasa kenyang di perut dan tangan. 

Saya pikir sudah saatnya Negara mengadakan program Bela Negara seperti yang pernah dicanangkan. Yaa.. saya menyadari ada kekuatiran di sana sini tentang militerisme. Tapi saya yakin dengan komitmen Negara. Dengan konsep yang pernah dicanangkan, saya yakin ke depannya masyarakat Indonesia akan lebih mencintai negaranya. Nasionalisme akan muncul lebih kental dan masing-masing individu tahu bagaimana harus bersikap ketika persoalan datang. Kesamaan ideologi diperlukan. Tanah ini bukan sekedar tempat tinggal. Bukan juga sekedar tempat berkumpul orang banyak yang tanpa wawasan kebangsaan yang sama. Tanah ini diberikan Tuhan pada kita semua untuk dijaga. 

Saya pernah dilatih di Rampal Malang. Hanya sebentar saja. Tapi efeknya dalam kehidupan saya sungguh luar biasa. Saya juga pernah bergabung dalam pelatihan ansos. Membuat makin melek akan situasi-situasi sosial politik yang terjadi. Kalau seandainya seluruh warga negara Indonesia mengalami pelatihan Bela Negara, wow... Kita akan jadi negara yang kuat. Butuh orang-orang yang tangguh untuk menjaga wilayah Indonesia. Senjata modern saja tidak cukup. Kalau daerahnya cuman 1 atau 2 pulau aja sih, nggak susah. Atau sukunya cuman 2 aja, relatif mudah berkomunikasi. Lha kita ini? 

Terakhir, sebelum makan siang, saya cuman mau ngajak semua orang kembali pada fitrahnya masing-masing. Apakah memang fitrah kita sebagai manusia memang menginginkan kerusakan fisik, psikis, dan sosial? Agama menuntun kita agar fitrah kita makin suci, makin bersinar, dengan wawasan kebangsaan yang jernih. Mari kita kembali pada hakikat mahluk mulia yang Tuhan ciptakan dalam diri kita masing-masing. 

Sidoarjo, November 2016 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun