Mohon tunggu...
Mutlaben Kapita
Mutlaben Kapita Mohon Tunggu... -

Hidup untuk memanusiakan manusia!

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Mengeliminasi Calon Legislatif

12 Februari 2019   11:50 Diperbarui: 15 Februari 2019   16:41 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TERJAL dunia politik. Saling menegasikan antar politisi adalah lumrah dalam politik praktis, akibatnya citra politik kian buruk di mata masyarakat. Politik dikonotasikan sesuatu yang tidak baik, tidak heran sebagian orang melabelkan politik sebagai hal yang kotor.

Namun secara teoretis, politik esensialnya kontradiktif dengan apa yang dilabelkan. Karena secara sederhana, definisi politik bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat secara umum. Pun demikian politik sebagai 'urat nadi' roda pemerintahan, karena melalui politiklah segala kebutuhan masyarakat dipresur lewat keputusan politik yang melahirkan produk kebijakan publik (public policy). Sehingga, sikap apolitis atau antipati terhadap politik merupakan akibat dari kekaburan memahami ilmu politik.

Hal senada dikatakan Berthold Brecht, seorang penyair Jerman menurutnya; buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik.

Ia lanjut mengatakan bahwa orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional yang menguras kekayaan negeri.

Jelas apa yang dikatakan oleh Berthold Brecht di atas; karena setiap penyelesaian kompleksitas masalah yang dirasakan masyarakat dapat diselesaikan lewat keputusan politik. Akan tetapi, konstruk paradigma masyarakat yang demikian berpangkal dari buruknya kinerja anggota legislatif.

Sebagaimana dikatakan Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, tidak ada yang patut dibanggakan dari DPR dalam menjalankan fungsi legislasinya. Lucius menilai kinerja DPR periode ini adalah yang paling buruk, sejak era reformasi.

Ia pun menjelaskan bahwa untuk tahun pertama pemerintahan terdapat tiga RUU yang disahkan. Selanjutnya di tahun kedua mengalami peningkatan, terdapat 10 RUU yang disahkan. Namun, di tahun ketiga mulai merosot, DPR hanya mensahkan enam RUU. Dan di tahun ke empat, hanya ada empat RUU yang disahkan oleh DPR.

Di tambah lagi dengan banyaknya anggota legislatif yang kini mendekam dibalik jeruji besi, karena melakukan tindak korupsi. Sehingga menambah krisis kepercayaan masyarakat terhadap anggota legislatif selaku representatif di lembaga legislatif, pula timbul skeptisisme masyarakat dalam memberikan hak politik dalam pemilihan.

Mengeliminasi Caleg Lewat Hak Politik

Beranjak dari ulasan masalah di atas, kini masyarakat kembali diberikan kesempatan memilih calon legislatif periode mendatang, tepatnya 17 April 2019 yang dilaksanakan secara serentak yakni: pemilihan Presiden dan Wakil Presiden bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif dari tingkat pusat sampai di tingkat daerah (DPR/D dan DPD).

Dalam perhelatan tersebut, Partai Politik telah merekomendasikan calon legislatif dengan ragam latar belakang (backround). Ada politisi, selebriti dan ada pula pengusaha yang turut meramaikan panggung politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun