Mohon tunggu...
Mustiana
Mustiana Mohon Tunggu... Penerjemah - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis dan penyuka traveling

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

"Terjebak" di Sarang Teroris dan Ancaman Kematian

20 Februari 2019   10:54 Diperbarui: 20 Februari 2019   10:53 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Malam tiba, tidak seperti dinas biasanya kali ini kami tidak ditempatkan di hotel tapi di mess polri. Tidak aneh pikir saya demi keselamatan. Selepas berberes kami makan malam di luar lalu dilanjutkan dengan mencari duren di pinggir jalan. Saat itu malam minggu, tapi kondisi Poso sepi benar cuma ada beberapa pedagang. Jalanan Poso memang ramai karena merupakan bagian Trans Sulawesi kalau tidak jangan ditanya sepinya gimana.

Salah satu polisi mengajak kami tur malam. Jangan dipikir tur melihat-lihat tempat wisata tapi tempat bersejarah sisa konflik dan tempat yang dulu dianggap jadi sarang teroris.

Dia menunjukkan berbagai gereja dan masjid yang pernah terbakar. Ada yang sudah diperbaiki ada yang belum. Sambil jalan-jalan dengan sedan dia cerita kalau kawasan muslim di sini lebih berbahaya dibandingkan kawasan kristen tempat kami pertama masuk.

Saya sih tidak ada pikiran dia tendesius SARA karena toh dia Islam juga dan kami semua di sini Islam juga jadi kami melihat dari kacamata di luar agama. Kami pun ditunjukkan dimana letak gunung biru berada. Ya, kami sejenak menengok tempat masuk gunung biru yang disebut-sebut jadi pusat camp para militan Jamaah Islamiyah.

Mereka beraktivitas di dalam hutan, kadang turun gunung mencari makan dengan menyandera warga. Tapi jangan salah, ada juga warga yang kooperatif dengan mereka alasannya memang pengen dukung karena dianggap pemerintah gak adil ke mereka.

Sambil bercerita di dalam mobil, saya melihat lekat-lekat jalan setapak yang mengantar ke Gunung Biru. Gelap, berkerikil dan dipastikan kendaraan tak bisa masuk. Di sini jugalah Santoso disebut meregang nyawa setelah diuber-uber bapak tni dan brimob.

Mereka juga sengaja memilih tempat itu lantaran sudah menguasai medan. Sementara aparat kesulitan dan harus menugaskan orang yang benar-benar paham medan. Ok, baiklah, perjalanan di teruskan ke perkampungan dan memasuki kawasan pesantren.

Pak polisi yang masih berusia dua puluh tahunan itu kembali bercerita. Bahwa di tempat ini dulu warganya sangat membenci polisi. Jadi setiap polisi datang mereka mengetuk tiang listrik sebagai tanda harus menyerbu aparat. Saya menahan napas dan bergidik ngeri. Dia bilang banyak aparat yang tewas akibat aksi ini, tujuannya juga salah satunya melindungi pesantren yang diduga melahirkan banyak teroris, termasuk Santoso di dalamnya.

Saya melihat bangunan yang tak begitu besar di sebelah saya itu. Bangunan pesantren yang mungkin saja jadi kambing hitam atas tindakan terorisme. Jalan yang kami lalui berkerikil dan tak rata dan tepat cerita selesai mobil kami mendadak berhenti.

Tepat di samping pesantren tersebut, di dalam kampung yang diduga sangat rawan. Berkali-kali di starter mobil tak kunjung bergek hanya mengerang yang bisa saja suaranya membangunkan warga di sana.

"Ayo..ayo bang kata salah satu teman saya," tapi mobil menolak diperintah tetap tak mau jalan. Cerita yang disebutkan tadi sukses membuat kami panik seketika. Ya, kami terjebak dalam perkampungan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun