Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memangnya Rakyat Jelata Tidak Boleh Haji?

27 Agustus 2016   07:56 Diperbarui: 28 Agustus 2016   18:44 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: surabayanews.co.id

Jumat lalu (26/8/2016) saya menjadi narasumber di Jak TV dalam Pro Kontra Pelaksanaan Haji di Indonesia. Saya mengecam pandangan Dr Khalil dari Majelis Ulama Indonesia, Hafidz Taftazani, Direktur Utama PT Al Haramain Jaya Wisata dan Ade Marfuddin, Ketua Umum Majelis Pengurus Pusat Rabithah Haji Indonesia, karena ketiganya menyebutkan bahwa penyelenggara dan jamaah haji Indonesia sebanyak 177 orang yang mencoba melalui Filipina adalah para kriminal.

Saya menegaskan bahwa mereka adalah rakyat Indonesia yang mencari solusi untuk bisa menunaikan ibadah haji karena di Sulawesi Selatan sebagai contoh, calon jamaah haji setelah membayar sebesar Rp 25 juta, harus antri 40 tahun lebih lamanya. Ini lama sekali, dan wajar saja kalau mereka mencari jalan keluar. Filipina yang mempunyai ribuan koata haji yang tidak terpakai, logis kalau ada yang mau memanfaatkannya.

Berdasarkan berbagai pemberitaan, hal itu sudah lama dimanfaatkan oleh calon jamaah haji dari Indonesia, dan selama bertahun-tahun lamanya tidak ada masalah. Sekarang ada masalah karena ada pemerintahan baru di Filipina yang mempunyai kebijakan baru, sehingga 177 jamaah haji yang mau berangkat dari Filipina mendapat masalah.

Jadi saya tidak setuju, jika penyelenggara dan jamaah haji yang gagal berangkat ke Mekah melalui Filipina disebut sebagai kriminal.

musni-umar-di-jaktv-28-agustus-2016-20160826-2035111-57c17a0184afbdb54da40454.jpg
musni-umar-di-jaktv-28-agustus-2016-20160826-2035111-57c17a0184afbdb54da40454.jpg
Rakyat Jelata Tidak Boleh Haji
Dalam dialog tersebut saya juga mengungkapkan pentingnya pengaturan kembali pelaksanaan haji, jika perlu dilakukan moratorium sesuai yang diusulkan Dr Khalil dari Majelis Ulama Indonesia supaya mereka yang sudah lama antri untuk haji, bisa dipercepat keberangkatannya.

Saya juga mengemukakan pentingnya dilakukan edukasi dan penyadaran kepada umat Islam supaya ibadah haji hanya sekali dilaksanakan semasa hidup, sehingga membuka peluang semakin banyak rakyat Indonesia yang Muslim bisa melaksanakan ibadah haji termasuk rakyat jelata. 

Pernyataan saya itu ditanggapi Hafidz Taftazani dari Biro Perjalanan Haji dengan mengatakan bahwa biaya perjalanan haji di Indonesia terlalu murah dan rakyat jelata tidak boleh haji karena yang diwajibkan haji hanya mereka yang sanggup (istitha’ah). Dia memaknai istitha’ah adalah orang kaya. 

Saya sangat tidak setuju pemaknaan istitha’ah yang disebutkan dalam Alqur’an, hanya mereka yang kaya bisa naik haji.

Menurut saya, firman Allah tersebut harus dimaknai secara kontemporer yaitu mereka yang sanggup secara fisik dan sanggup membiayai perjalanan haji. Rakyat jelata bisa dikatakan sanggup jika mampu membiayai perjalanan haji dengan cara menabung, dan sekarang ini banyak rakyat jelata yang mampu melaksanakan haji dengan cara itu. Selain itu, mereka sehat rohani dan jasmani. Menurut saya, itulah pemaknaan ayat Alqur’an yang kontekstual karena beribadah haji adalah hak setiap orang yang mampu dari seluruh lapisan masyarakat.

Allahu a’lam bisshawab

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun