Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Tolikara-Papua, Mengungkap Motif dan Solusinya

29 Juli 2015   08:17 Diperbarui: 4 April 2017   18:05 8536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konflik di Tolikara sangat menyedihkan dan patut dikecam sekeras-jerasnya. Pertama, umat Nasrani dari Gidi (Gereja Injili di Indonesia) menyerang umat Islam yang sedang melaksanakan shalat Idul Fitri 1 Syawal 1436 H di Markas Korem 1702-11 di Tolikara. Pada hal umat Islam dimanapun tidak pernah melakukan tindakan bar-bar yang melarang apalagi mengusir umat Nasrani yang sedang melaksanakan ibadah.

Kedua, aparat keamanan sama sekali tidak antisipatif. Sejatinya antisipatif, karena pimpinan Gidi sudah membuat surat yang melarang umat Islam melaksanakan shalat Idul Fitri dilapangan dan memasang pengeras suara. Selain itu, pada saat yang sama, umat Nasrani dari Gidi melaksanakan kebaktian rohani sekaligus seminar internasional dengan jarak sekitar 200 meter dari lapangan tempat diselenggarakannya shalat Idul Fitri, sehingga patut di duga bisa menciptakan konflik horizontal.

Ketiga, aparat intelejen dapat dikatakan tidak bekerja, sehingga kebobolan dan terjadi konflik yang nyaris memporak-porandakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Keempat, aparat keamanan sama sekali tidak berdaya menghadapi massa Gidi yang beringas, sehingga leluasa mengusir umat Islam yang sedang melaksanakan shalat Idul Fitri. Akibatnya mereka lari tunggang langgang menyelamatkan diri dari amukan massa Gidi.

Kelima, ekstrimisme yang selama ini disandangkan kepada umat Islam, dan dalam banyak kasus menjadi sasaran penyerangan dari Densus 88 dalam memerangi terorisme, terbukti pada agama lain melakukan hal yang sama, tetapi treatmentnya berbeda. Ini bisa menimbulkan perasaan tidak adil karena tidak equal dalam penanganannya.

Permasalahan di Tolikara

Tolikara sebagai bagian dari Papua dan bangsa Indonesia menyimpan banyak permasalahan. Saya menduga paling tidak ada 5 (lima) masalah besar yang dihadapi masyarakat Tolikara.

Pertama, kurang pendidikan. Merujuk pernyataan Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI pada saat buka puasa Kahmi di rumah dinasnya di Widya Chandra Jakarta Selatan beberapa hari menjelang Idul Fitri 1436 H bahwa 76 persen pendidikan masyarakat Indonesia hanya tamat SMP ke bawah, dan hanya 6 persen yang berpendidikan sarjana, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan masyarakat Tolikara pasti tidak jauh berbeda seperti yang diungkapkan Menteri Anies Baswedan. Ini masalah besar karena mereka yang berpendidikan rendah bukan saja mudah disulut untuk konflik, tetapi hampir dipastikan mereka hidup miskin dan terkebelakang.

Kedua, kesenjangan sosial ekonomi. Konsekuensi logis dari kurang pendidikan, maka masyarakat asli Tolikara tidak bisa bersaing dalam bidang ekonomi. Akibatnya pendatang yang pada umumnya Muslim lebih menguasai ekonomi, sehingga terjadi kesenjangan ekonomi yang kemudian menghadirkan kecemburuan sosial. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu konflik horizontal di Tolikara.

Ketiga, penjajahan ekonomi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di negeri yang kita cintai masih terjadi penjajahan ekonomi. Masyarakat Tolikara, saya menduga mereka juga merasakan hal itu. Papua yang kekayaan alamnya luar biasa, tetapi masyarakatnya masih hidup miskin dan terkebelakang. Jika ada yang memicu, maka mereka segera melampiaskan kemarahan dengan melakukan konflik seperti konflik Tolikara.

Keempat, ketidak-adilan dalam berbagai bidang. Masyarakat Tolikara, saya fikir mereka juga merasakan banyaknya ketidakadilan dalam bidang ekonomi, sosial, hukum dan sebagainya, sehingga mudah disulut untuk melakukan konflik. Berbagai ketidakadilan merupakan hotspot yang setiap saat bisa melahirkan konflik horizontal dan vertikal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun