Mohon tunggu...
Muin Tambelan
Muin Tambelan Mohon Tunggu... -

Suara burung sangat asik untuk didengar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pulau Batam yang "Greedy"

23 Juni 2017   10:45 Diperbarui: 23 Juni 2017   18:48 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Batam (Sumber: Aburifqi, 2017)

Dulu waktu masih mahasiswa pasca-sarjana, saya harus merogoh saku US$100 (Rp1,3 juta) untuk mendengar ceramah Paul Krugman, ekonom yang sedang naik daun saat itu. Sebelum ceramah, intisari pikirannya dimuat secara luas di media media seperti The New York Times, The Guardian dan The New Strait Times.

Bersama rekan yang kemudian menjadi dosen di London School of Economics, Inggris, kami menyimak dan mendiskusikan pokok pokok pikiran Paul Krugman. Ada dua "kejutan" yang kami temui dalam pikiran Paul Krugman, yaitu soal "pegging" dan soal menghentikan perdagangan valas untuk menghadapi "krisis ekonomi" yang sedang melanda negara negara Asia.

Singapura dan Hong Kong kemudian menerapkan system "pegging," sedangkan Malaysia menerapkan kebijaksanaan menghentikan perdagangan valas untuk sementara waktu. Kita kemudian tau, inilah diantara negara yang selamat dari krisis ekonomi tahun 1997-1998. Indonesia, negara yang kita cintai luluh lantak oleh krisis, karena tak punya dan tak mau memakai ide ide "sungsang" dalam berhadapan dengan krisis.

Kenapa kami sebut "kejutan" dalam pemikiran Paul Krugman untuk mengatasi krisis ekonomi? Sederhana saja jawabannya, karena "pegging" dan menghentikan pedagangan valas bertentangan dengan kaidah perdagangan bebas, sekaligus "menabrak" sendi sendi liberalisme dan kapitalisme: asal muasal Paul Krugman dilahirkan.

Cara berpikir yang keluar dari kotak, tak lazim dan "stunning" adalah ciri ciri seseorang yang istimewa. Rekan saya, kemudian "meramalkan" bahwa Paul Krugman akan memenangkan hadiah Nobel, hadiah tertinggi di muka bumi untuk seorang ilmuwan. Rekan saya ternyata benar: Paul Krugman menang hadiah Nobel tahun 2008 untuk bidang ekonomi.

Sampai hari ini, kalau saya membaca "The New York Times," saya pasti membuka halaman "OpEd"yang ditulis secara regular oleh Paul Krugman. Beda dulu, sekarang, tentu saja saya bisa adu argumentasi. Sebuah tulisan Paul Krugman yang berjudul "Was Greed Good?" adalah tulisan yang "ragu ragu" menurut hemat saya !!

Kalau saja Paul Krugman ke Pulau Batam, dan menghubungkan data ekonomi dunia dalam rentang 100 tahun, maka sikap "greedy" atau congok atau tamak atau serakah telah melahirkan jurang yang dalam antara daerah mapan dan daerah terisolir; jurang antara yang kaya dan miskin; unequality (tidak ada persamaan hak); menghambat pertumbuhan; dan tentu saja "badai" krisis yang (akan) silih berganti.

Paul Krugman, coba anda lihat betapa "congok"nya Pulau Batam: APBD Rp2,25 triliun untuk hanya satu pulau (sementara APBD provinsi cuma Rp 3,36 Triliun untuk dua ribu pulau); jalan aspal terbaik di Indonesia (sementara dua ribu pulau lain masih ada yang tak punya dermaga); top 10 mutu Pendidikan di Indonesia (sementara banyak pulau pulau hanya punya sekolah kandang ayam); listrik 24 jam (ya tuhan.....beribu pulau masih gelap gulita); dan lain lain keserakahan yang takkan habis ditulis.

Ketika ribuan pulau sedang memikirkan transportasi angkutan laut dan listrik, pulau Batam hanya "repot" dengan diri sendiri untuk membentuk propinsi. Padahal, kalau dibentuk negara Batam-pun, takkan mengubah kondisi Batam sekarang. Apalagi jika hanya mengandalkan investasi asing. Toh, Singapura pertumbuhan ekonominya "minus" dalam dua kuartal terakhir, Malaysia lesu, Cina "slow down,"  Amerika? Pertumbuhannya dibawah 1%.

Terakhir, judul tulisan Paul Krugman semestinya "Greed is bad. Forever"             

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun