Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

[Gempa Aceh], Bocah 12 Tahun Selamat Dari Runtuhan Cadas

5 Juli 2013   04:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:59 2362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_264796" align="aligncenter" width="640" caption="Sawal (baju putih) dan adiknya Rahmatsyah (baju kuning) berdiri dengan latar belakang tempat adiknya terikut cadas yang runtuh (tanda panah merah) saat gempa 6,2 SR melanda Kabupaten Aceh Tengah dan sekitarnya."][/caption] Gempa Aceh berskala 6,2 SR yang terjadi hari Selasa (2/7/2013) sekitar pukul 14.50 WIB menghancurkan sebagian besar wilayah Aceh Tengah, dan sebagian kecil wilayah Bener Meriah. Mulai dari infrastruktur, bangunan pemerintah sampai rumah penduduk hancur. Selain korban harta benda, sebanyak 26 orang tewas, dan 11 orang masih dinyatakan hilang. Akibat hentakan gempa terparah dalam sejarah Aceh Tengah, 90% rumah warga yang berada di Kecamatan Ketol dan Kute Panang tidak tidak dapat lagi dihuni, termasuk sejumlah rumah di beberapa kecamatan lainnya. Kini mereka menginap di tenda-tenda darurat yang didirikan di depan rumahnya. Sungguh memprihatinkan, tanpa fasilitas listrik dan terbatasnya bahan pangan. Dari obrolan kompasianer dengan para korban gempa di Desa Cangduri Kecamatan Ketol, Kamis (4/7/2013), ternyata seorang anak berusia 12 tahun selamat dari runtuhan cadas setinggi 200 meter. Sebuah peristiwa ajaib yang sering terjadi dalam hampir setiap bencana alam. Anak itu bernama Rahmatsyah yang masih duduk di Kelas 1 SMPN 12 Blang Mancung. Detik-detik menjelang terjadinya gempa dahsyat tanggal 2 Juli 2013, Rahmatsyah dibawa orang tuanya memanen tebu di Dusun Jerata Ketol, sekitar 4 Km dari rumahnya. Menurut penuturan Rahmatsyah, ketika orang tuanya sedang menebang tebu, dia bermain-main ke pinggir ladang tebu yang berbatasan langsung dengan cadas. Kata Rahmatsyah, setiap pergi ke ladang tebu itu, dia selalu duduk-duduk dipinggir cadas itu sambil memandangi panorama Desa Bah yang terletak 200 meter dibawah cadas itu. Menjelang kejadian itu, matanya terpaku menatap lima orang perempuan sedang menyiangi (mulamut-bhs Gayo) tanaman padinya. Persawahan itu milik warga Desa Bah yang terletak tepat dibawah cadas itu. “Tiba-tiba tanah tempat saya duduk bergerak ke atas ke bawah, sangat keras, lalu tanah itu turun kebawah cepat sekali,” ungkap Rahmatsyah. Pengakuan Rahmatsyah, saat meluncur bersama runtuhan itu, dia seolah-olah terbang, seperti dalam mimpi. Dia baru sadar ketika terdengar bunyi dentuman, karena cadas itu terhempas ke tepi sungai Peusangan. Dia gemetar dan sangat ketakutan. Dia berusaha lari menyeberangi sungai. Anehnya, sebut Rahmatsyah, saat itu sungai yang biasanya sangat deras, koq jadi kering. Akhirnya, dia berhasil tiba di bawah jembatan Desa Bah, desa yang berada di seberang sungai. [caption id="attachment_264797" align="aligncenter" width="640" caption="Desa Serempah Kecamatan Ketol, setengah perumahan warga dan jalan utama terbawa longsoran tanah akibat hentakan gempa 2 Juli 2013 lalu. Di dasar tebing yang dalamnya sekitar 100 meter itu masih tertimbun jasad warga Serempah."]

1372974354486140597
1372974354486140597
[/caption] Perihal sungai itu sempat kering, beberapa warga yang ditanyai kompasianer mengatakan, sungai didekat Desa Bah kering akibat runtuhnya cadas di Desa Sikiren. Tertutuplah aliran sungai ke hilirnya, termasuk yang melintasi Desa Bah. Semua itu disebabkan oleh gempa dahsyat 6.2. Desa Sikiren yang terletak sekitar 1 Km dari lokasi jatuhnya Rahmatsyah, beberapa jam setelah gempa terjadi, pernah mengirim kabar SOS bahwa desa mereka mulai digenangi air sungai Peusangan. “Tebing dan bukit di sekitar sini banyak yang longsor,” sebut Sawal, abang dari Rahmatsyah, sembari menunjuk bahu bukit yang memutih, tanpa sebatang pohonpun. Bagi Sawal, abang dari Rahmatsyah, terikutnya si bungsu Rahmatsyah bersama cadas yang runtuh itu merupakan peristiwa paling bersejarah dalam hidupnya. Pasalnya, dia melihat langsung adik bungsunya terbawa cadas yang runtuh itu. Dengan teriakan histeris, dia menyusuri tebing terjal itu dari sisi lain. “Saya nekat waktu itu, kalaupun mati biarlah saya mati bersama adik saya,” imbuh Sawal. Sawal juga tidak habis berpikir, bagaimana dia bisa menuruni cadas yang cukup curam itu. Dia hanya ingat, cara turunnya berseluncur menggunakan punggung, bukan dengan kedua kakinya. Setibanya dibawah cadas, diaberlari melewati lumpur sisa runtuhan cadas yang dalamnya sekitar selutut. Ajaibnya, dia juga berhasil menyeberangi sungai yang tiba-tiba mengering itu. “Adik saya tidak menangis, saat saya memeluknya barulah dia menjerit dan tak berhenti menangis,” pungkas Sawal. Itulah sebuah keajaiban, sebuah anugerah dari Sang Khalik. Melihat lokasi jatuhnya Rahmatsyah kemarin sore, secara logika sulit dibantah jika orang jatuh dari ketinggian itu tidak tewas. Kenyataannya, Rahmatsyah dan Sawal berhasil selamat, itulah kekuasaan-Nya. Memang seperti kata pepatah, sebelum ajal berpantang mati. Wallahualam bissawab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun