Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Melangkah dari Ketertinggalan Daerah Menuju Indonesia Maju dan Sejahtera

16 Oktober 2017   08:45 Diperbarui: 16 Oktober 2017   09:17 2390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Daerah Tertinggal adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 3 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penentuan Indikator dalam Penetapan Daerah Tertinggal Secara Nasional terdapat indikator yang digunakan untuk menentukan ketertinggalan kabupaten dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN) 2009-2014 yang terdiri dari 27 indikator dan dikelompokan dalam enam kriteria. Adapun kriteria yang dimaksud adalah ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, aksesibilitas, karakteristik daerah, dan kapasitas keuangan daerah. 

Data yang digunakan sebagai representasi kriteria tersebut bersumber dari  Survei Potensi Desa (PODES), Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), dan Kemampuan Keuangan Daerah (KKD). PODES dan SUSENAS merupakan survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). PODES sendiri dilakukan sebanyak tiga kali dalam kurun waktu sepuluh tahun sebagai bagian dari rangkaian kegiatan sensus secara independen. Sedangkan SUSENAS dilakukan setiap tahunnya untuk mengumpulkan informasi/data di bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, Keluarga Berencana, perumahan, serta konsumsi dan pengeluaran. Kemudian KKD bersumber dari Kementerian Keuangan berdasarkan efektifitas input dan output keuangan daerah tersebut.

Setiap kriteria memiliki indikatornya masing-masing. Kriteria ekonomi memiliki bobot 20% dari total keseluruhan bobot kriteria. Artinya, kriteria ekonomi memiliki pengaruh sebesar 20% terhadap penetapan ketertinggalan sesuai dengan batas maksimum indeks secara nasional. Kriteria ekonomi terdiri dari dua indikator yaitu Persentase Penduduk Miskin dan Pengeluaran Konsumsi Per Kapita. Masing-masing indikator memiliki bobot 10%. Kriteria selanjutnya adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Pada kriteria SDM, yang menjadi indikator antara lain Angka Harapan Hidup, Rata-rata Lama Sekolah, serta Angka Melek Huruf. 

Kriteria SDM memiliki bobot yang sama dengan dengan kriteria Ekonomi yaitu sebesar 20% akan tetapi indikator Angka Harapan Hidup memiliki pengaruh lebih besar pada kriteria SDM karena memiliki bobot 10% dibanding indikator lainnya yang hanya 5%. Infrastruktur merupakan kriteria ketiga yang berpengaruh terhadap suatu daerah sehingga daerah tersebut dapat dikelompokkan daerah tertinggal atau tidak. Kriteria Infrastruktur memiliki persentase bobot sebesar 20%. 

Untuk indikator yang dinilai dari kriteria Infrastruktur adalah Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Jalan Utama Terluas Aspal/Beton (1,5%), Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Jalan Utama Terluas Diperkeras (1,5%), Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Jalan Utama Terluas Tanah (1,5%), Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Jalan Utama Terluas Lainnya (1,5%), Persentase Rumah Tangga Pengguna Telepon (2%), Persentase Rumah Tangga Pengguna Listrik (2%), Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (2%), Persentase Desa yang Mempunyai Pasar Tanpa Bangunan Permanen/Semi Permanen (2%), Jumlah Sarana dan Prasarana Kesehatan per 1000 Penduduk (2%), Jumlah Dokter per 1000 Penduduk (2%), Jumlah SD dan SMP per 1000 Penduduk (2%).

Kriteria keempat yaitu  Kapasitas Keuangan Daerah. Kriteria ini hanya memiliki satu indikator yaitu Kemampuan Keuangan Daerah. Persentase pada indikator ini adalah sebesar 10%. Aksesibilitas merupakan kriteria yang selanjutnya dinilai. Kriteria ini memiliki bobot 20%. Indikator yang diperhitungkan antara lain, Persentase Rata-rata Jarak Kantor desa ke Kantor Kabupaten yaitu 6,67%, Persentase Desa dengan Jarak ke Pelayanan Kesehatan > 5 KM adalah 6,67% dan Rata-rata Jarak dari Desa ke Pelayanan Pendidikan Dasar memiliki persentase 6,67%. Kriteria terakhir yang dapat menilai apakah suatu daerah dikatakan daerah tertinggal adalah Karakteristik Daerah itu sendiri. Kriteria ini memiliki persentase 10% dengan beberapa indikator. Indikator tersebut adalah Desa Gempa Bumi, Desa Tanah Longsor, Desa Banjir, Desa Bencana lainnya, Desa di Kawasan Hutan Lindung, Desa Berlahan Kritis, dan yang terakhir adalah Desa Konflik satu tahun terakhir. Indikator ini memiliki bobot masing-masing sebesar 1, 43%.

Dilihat dari kondisi perkembangan daerah di Indonesia, saat ini terdapat 122 daerah dengan status tertinggal. Agar dapat keluar dari status ketertinggalan, baik pemerintah daerah dan semua stakeholder bersama masyarakat harus berperan aktif dalam peningkatan setiap indikator yang berstatus prioritas untuk diintervensi. Pada kriteria Sumber Daya Manusia, apabila terdapat indikator Angka Harapan Hidup (AHH) masih rendah maka harus ditelusuri penyebabnya. Tentunya AHH tidak lepas dari faktor kesehatan. Berdasarkan konsep dari Hendrik L. Blum, derajat kesehatan untuk morbiditas dan mortalitas terdiri dari faktor-faktor pembangunnya. Faktor tersebut adalah lingkungan (45%), pelayanan kesehatan (20%), perilaku kesehatan (30%), dan keturunan (5%).  Apabila indeks komposit pada indikator ini telah didapat dan hasilnya prioritas intervensi, maka perlu optimalisasi program dan kegiatan terhadap indikator tersebut. Pada faktor lingkungan misalnya, apabila teridentifikasi kurangnya fasilitas sanitasi dari status kepemilikan maka harus ada intervensi target pembuatan sarana sanitasi tersebut. Kemudian pada faktor pelayanan kesehatan, apabila aparatur medis terbatas tentunya harus ada penambahan tenaga medis sesuai kebutuhan.

Selanjutnya pada kriteria Kapasitas Keuangan Daerah, terindikasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum optimal dalam membiayai pembangunan sedangkan semua sektor sangat prioritas dan mendesak maka dibutuhkan peningkatan dana transfer ke daerah dan dana Non APBN/APBD. Kondisi infrastruktur yang kurang mendukung akan menjadi penyumbang indikatornya prioritas untuk diintervensi. Kondisi jalan yang rusak, drainase yang tidak memadai, dan belum optimalnya akses informasi harus ditangani dengan perbaikan jalan dan drainase serta menambah BTS pada blankspot area.

Kemudian karakteristik daerah yang rawan bencana, baik itu banjir, gempa, dan tanah longsor harus dipersiapkan mitigasi bencana agar dapat meminimalisir resiko dan kerugian akibat bencana tersebut. Pada penentuan daerah tertinggal, bukan jumlah bencana yang terjadi sebagai indikator komposit, tetapi kerugian yang disebabkan bencana tersebut. Untuk indikator Desa yang berada Dalam Kawasan Hutan Lindung, jalan terbaik untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan pemecahan desa sehingga desa tersebut berada di luar hutan lindung karena tidak mungkin pemerintah mengarahkan masyarakat meninggalkan desanya. Selanjutnya indikator Desa Konflik, dibutuhkan mitigasi konflik yang terdiri dari sosialisasi menajemen penanganan konflik melalui forum kewaspadaan dini masyarakat dan peningkatan kemampuan komunitas inteligen daerah dalam mengatasi konflik yang akan terjadi.

Terakhir adalah kriteria Ekonomi terdiri dari Persentase Penduduk Miskin dan Pendapatan/Pengeluaran Per Kapita yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi dengan target yang harus dicapai. Dibutuhkan perlakuan khusus untuk masing - masing daerah tertinggal karena setiap daerah memiliki porsi prioritas intervensi berdasarkan indikator penentu ketertinggalan. Setiap daerah tertinggal harus melakukan penyusunan rencana, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi terkait indikator yang nilainya dibawah BMI. Semua stakeholder harus memiliki pemahaman/persepsi yang sama dalam implementasi perencanaan program/kegiatan yang menjadi prioritas agar terbangun koneksi dan komunikasi yang bersinergi. 

Ini menjadi PR bersama agar target-target yang telah ditetapkan dapat tercapai kedepannya. Diharapkan semua pihak dapat memahami kriteria penilaian yang ditetapkan dalam PerMen No. 3 Tahun 2016 sehingga dapat melepaskan diri dari status tertinggal karena tahun 2018 akan dilaksanakan survei PODES sebagai sumber data penetapan daerah tertinggal. Jawaban terbaik dan sebenarnya akan menjadi pondasi awal yang kokoh pada setiap pendataan sehingga data yang dihasilkan dapat mencerminkan keadaan yang seharusnya.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun