Mohon tunggu...
Muhammad Ichsan
Muhammad Ichsan Mohon Tunggu... Freelancer - Menyukai seni sastra, sosial dan budaya

http://ichsannotes.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gemilang Berprestasi ala Angga

23 Agustus 2016   09:44 Diperbarui: 24 Agustus 2016   04:25 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Angga dalam acara Kick Andy Show - Gambar dari screenshot Kick Andy Show


“The good life is one inspired by love and guided by knowledge.” BERTRAND RUSSELL

Orang boleh saja lahir dari sebuah keluarga berlatar-belakang ekonomi amat sederhana. Sehari-hari hidup pas-pasan bahkan kekurangan. Namun, selagi masih menyala semangat untuk menjadikan dirinya istimewa dan gemilang dengan berbagai prestasi, kemampuan ekonomi yang terbatas bukanlah penghalang berarti untuk merealisasikan mimpinya itu.

Gambaran di atas secara nyata dialami oleh Angga Dwituti Lestari, Sarjana Sains yang lulus cumlaude dengan IPK 3,98 dari Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret dalam masa studi yang ditempuh 3,5 tahun. Ia putri dari pasangan buruh tani yang sangat sederhana tinggal di bawah Gunung Merapi, Sleman – Yogyakarta. Penghasilan orangtuanya didapat dari menggarap sawah orang lain. Dari pekerjaan itu, sang ayah yang hanya lulus SMP membiayai kebutuhan keluarga dengan uang 500 ribu – 750 ribu rupiah, yang digunakan untuk belanja selama sebulan. Ibunya yang drop-out kelas 2 SD bekerja menjadi kuli angkut padi dan beras. Perekonomian keluarganya tentu amat pas-pasan. Tak jarang untuk kebutuhan makan sehari-hari tak terpenuhi dengan layak. 

”Dulu pernah kami makan hanya dengan garam dan kerupuk. Itu pernah,” tutur Angga dalam sebuah dialog di acara Kick Andy Show. ”Karena memang tidak cukup penghasilan dari jadi buruh tani di desa.” 

Dengan kondisi ekonomi yang seperti itu, siapa saja akan bertanya-tanya bagaimana cara seorang Angga mampu berprestasi gemilang dari sejak SD hingga Perguruan Tinggi. Ia mengisahkan pengalaman hidupnya yang luar-biasa dengan senyum manis yang senantiasa terlukis di wajah. Seolah menjadi sebuah isyarat yang ditujukan pada kita bahwa terbebas dari kesusahan hidup dengan gigih berjuang akan terasa begitu manis buahnya. 

Kehidupan sulit yang selalu dirasakan keluarga bukannya membuat Angga mengeluh, tetapi telah menggembleng dirinya untuk tetap berani meraih mimpi. Sejak kecil si-bungsu dari dua bersaudara ini tekun belajar dan berbakti pada orang-tuanya. Ia tak sungkan membantu ayahnya ikut ’matun' (menyiangi gulma dan rerumputan) di sawah, menggembala dan mencari pakan ternak. Dari sejak kelas 5 SD hingga SMP, pekerjaan ini sudi dilakukannya karena kesadaran akan peran sebagai seorang anak dari keluarga buruh tani. Ia tahu bantuan sekecil apapun untuk meringankan beban orang-tuanya amatlah berarti. Barangkali pembelajaran tentang arti kehidupan yang bermanfaat juga didapatkannya dari sejak saat itu.

Baru ketika diterima masuk di SMA Negeri 1 Teladan Yogyakarta, Angga tidak lagi berkubang di sawah ataupun menggembala kambing. Orang-tuanya tahu ia butuh cukup waktu untuk belajar dengan serius. Ia diperbolehkan tidak lagi membantu mereka sebagaimana biasa. Orang-tuanya telah berbesar hati, menurutnya.

”Kamu harus sekolah saja. Belajar saja. Jangan bantu orangtua. Biar kamu menjadi anak yang pintar, tapi biar kami yang menderita,” ia mengenang ucapan orang-tuanya waktu itu.

Dimotivasi sedemikian rupa, Angga merasa mendapat kekuatan tersendiri. Pengorbanan orang-tua yang rela menderita akibat menanggung beban berat kehidupan demi prestasi gemilangnya amat tak ternilai. Ia begitu menghargai. Ini dibuktikan dengan prestasinya yang berhasil menembus masuk Universitas Sebelas Maret pada program studi ilmu Biologi fakultas MIPA. Dari sejak awal menjadi mahasiswi di universitas tersebut, Angga mendapat biaya pendidikan dari pemerintah melalui beasiswa bidikmisi.  

Angga juga berwirausaha dengan menjual minuman jus buah semasa kuliah. Ada sebuah cerita menarik soal awal mula ia berjualan. Katanya saat itu ada tetangga yang membutuhkan bantuan. Seorang ibu ingin meminjam uang tabungannya untuk suatu keperluan mendesak. Ia tak tega menampik permohonan si-ibu. Akan tetapi, ia tak ingin bantuan yang diberikan tidak memecahkan persoalan sebenarnya – himpitan kesulitan ekonomi yang berkepanjangan. 

Angga lalu berpikir kalau si-ibu langsung diberinya pinjaman uang, itu berarti pertolongan sebenarnya agar terlepas dari kesulitan belumlah diberikan. Pendapatnya mengatakan bahwa si-ibu hanya dibantu supaya ’bisa makan’, tetapi tidak dibantu dengan diberitahu ’cara mencari makan’. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun