Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surga Dibeli dengan Uang, Bukan dengan Bom!

26 Mei 2018   07:33 Diperbarui: 26 Mei 2018   07:41 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Rizali Rahman/Banjarmasin Post Group

Judul diatas diilhami oleh beberapa cerita atau informasi, katanya para teroris yang melakukan aksi bom bunuh diri itu bermaksud ingin masuk surga. Saya berfikir keras dan terus merenung, mana mungkin  surga itu dibeli dengan darah, dengan nyawa yang mati sia sia, dengan merusak bangunan atau dengan bom bunuh diri. Rasanya itu sangat sangat mustahil. Surga tidak mungkin dibeli dengan bom, tetapi surga dapat dibeli dengan uang.

Memang  jika dibaca sekilas terasa aneh dan jelek (jawa: saru), karena jarang sekali bahkan belum pernah ada anjuran untuk membeli surga. Urusan jual beli biasanya menyangkut masalah duniawi, misalanya membeli rumah, mobil, makanan, sayuran, pakaian dan kebutuhan sekunder lainnya bagi manusia. Dalam konteks pemilu juga ada istilah membeli suara, dan istilah membeli suara itu adalah negatif atau identik dengan politik uang (monay politic) yang jelas jelas di haramkan oleh agama dan undang undang.

Secara umum, membeli diartikan proses untuk memiliki atau memperoleh sesuatu yang dilakukan dengan alat tukar yang sah. Bagi manusia hidup didunia, alat tukar yang sah mayoritas dilakukan dengan alat yang namanya uang. 

Artinya dengan uang maka manusia mampu melakukan transaksi jual beli untuk kepentingna dunia. Pertanyaan yang layak diajukan, mungkinkah manusia melakukan proses transaksi jual beli atau membeli surga? Padahal surga itu bukan urusan duniawi, surga akan dialami manusia setelah meninggal atau kehidupan pasca dunia.

Membeli bisa dimaknai proses untuk merasakan atau memiliki meskipun kepemilikannya tidak mutlaq, contohnnya orang yang menyewa sebuah ruko. Orang yang membeli sewa ruko kadar kepemilikanya tidak mutlaq, hanya sebatas waktu tertentu dan juga memiliki kewenangan yang terbatas.

Membeli surga berarti proses untuk memiliki, atau merasakan, yang kewenangan manusia itu bisa selamanya, bisa dalam kurun waktu tertentu dan juga bahkan hanya sebentar, tetapi hakekatnya membeli surga itu adalah upaya manusia khususnya umat Islam untuk menikmati, merasakan bahkan memiliki selamanya kenikmatan, kebahagiaan dan kesejahteraan yang ada di surga. 

Mungkinkah membeli surga dengan alat transaksi uang?, siapa yang bisa diajak melakukan transaksi jual beli surga?. Transaksi jual beli adalah kepada pemilik sah barang tersebut, jual beli dianggap tidak sah jika transaksinya tidak kepada pemilik barang yang akan dibeli.

Semua orang tau, bahwa pemilik surga adalah Allah yang maha Kuasa atau Allah swt, oleh sebab itu manusia yang ingin membeli surga harus bisa bertransaksi dengan pemilik surga yaitu Allah subhanallahu wata'ala. 

Pertanyaan selanjutnya, kapan transaksi itu bisa dilakukan, dan bagaimana cara melakukan transaksi agar surga bisa kita beli yang akhirnya bisa kita nikmati, bisa kita miliki untuk selamanya.

hinduhumanrights.info --edited
hinduhumanrights.info --edited
Hakekat Surga 

Personifikasi surga dijelaskan di salah satu surah Al Baqarah ayat 25 " Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereks disediakan surga-surga, yang mengalir dibawahnya sungei sungei. Setiap kali mereka diberi rizki buah buahan dari surga, mereka berkata " inilah rizki yang diberikan kepada kami terdahulu", mereka telah diberi buah buahan yang serupa. Dan mereka memperoleh pasangan pasangan yang suci dan mereka kekal didalamnya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun