Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pertanian Presisi untuk Swasembada Pangan

3 Juli 2015   14:07 Diperbarui: 3 Juli 2015   14:27 1734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Jokowi-JK mencanangkan “revolusi mental”, terbuka harapan akan revolusi baru dalam pertanian pangan padi. Terlebih mereka mencanangkan visi “agribisnis kerakyatan” sebagai basis swasembada beras.

Tapi, sampai hari ini, pertanda revolusi itu tak kunjung tampak. Langgam kerja Kementan tetap business as usual. Antara lain perbaikan jaringan irigasi (3.0 juta ha), subsidi benih dan pupuk, pembagian alsintan (traktor, pompa irigasi), dan pencetakan sawah (3.0 juta ha).

Jelas, untuk mencapai target swasembada beras, Kementan masih mengandalkan sistem lama yaitu intensifikasi a’la “Revolusi Hijau”. Sistem ini mengandalkan aplikasi paket teknologi budidaya unggul (benih, pupuk, pestisida, pengairan) oleh unit-unit “usahatani keluarga” yang diorganisir dalam kelompok tani.

Ini kabar buruk untuk target “swasembada beras”. Fakta bahwa sistem itu telah gagal mewujudkan swasembada beras berkelanjutan, mestinya cukup sebagai alasan beralih ke sistem baru.

Sistem Gagal

Kecuali tahun 1984 dan 2008, sistem intensifikasi a’la “Revolusi Hijau”, tak pernah lagi mewujudkan swasembada beras. Penyebab kegagalan itu, pertama, karena aplikasi paket teknologi pada sistem itu menjenuhkan tanah (pemupukan berlebih) dan mengimunkan hama/penyakit (pestisida berlebih). Akibatnya terjadi pelandaian peningkatan produktivitas padi.

Kedua, sistem itu tidak memiliki perangkat deteksi cepat-tepat dampak destruktif perubahan iklim global. Akibatnya respon antisipatif tak dapat dilakukan secara memadai, sehingga terjadi kegagalan produksi.

Ketiga, sistem itu mengutamakan teknologi budidaya ketimbang manajemen. Akibatnya, petani tak mampu mengelola aplikasi teknologi budidaya sesuai tuntutan agro-klimat, agro-ekologi, dan agronomis.

Keempat, dalam rangka swasembada beras, sistem itu memposisikan organisasi Kelompok Tani sebagai “alat produksi negara”. Akibatnya petani gagal menjadi komunitas mandiri yang inovatif.

Dengan empat kelemahan itu, maka langkah business as usual Kementan hanya akan mengukuhkan “sistem gagal” saja. Untuk mewujudkan swasembada beras, diperlukan sebuah sistem baru yang bebas dari empat kelemahan itu.

Pertanian Presisi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun