Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menangislah

31 Agustus 2017   08:42 Diperbarui: 31 Agustus 2017   08:48 1315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 "Kapan terakhir menangis mas?" tanya seorang Senior kepada saya dalam suatu perbincangan di suatu siang. "Sepertinya belum lama pak", jawab saya kepadanya. Selanjutnya dia melanjutkan perkataannya "Mas, saya ini anak laki-laki pertama  dalam keluarga saya. Dari kecil saya diajarkan tidak boleh menangis, karena di budaya kami (Jawa) menangis indentik dengan cengeng. Ya itulah salah satu pengaruh budaya dalam hidup saya, hingga suatu saat saya ikut salah satu training dan saat itulah saya bisa menangis dengan lepas. 

Saya sebagai pejabat dengan karir tercepat di perusahaan saya, baru menyadari bahwa saya sombong dan susah diberitahu orang, tetapi saya bisa menangis saat itu" kata Senior tersebut. Lalu dia melanjutkan ucapannya "mas, Allah itu sudah kasih airmata agar kita bisa menangis, Allah itu maha sempurna, tidak ada ciptannya yang tidak berguna dan salah satunya adalah air mata. Kalau kita punya masalah, its fine, ke kamar mandi dan menangislah dan habis itu beban agak enteng, dan selesaikan masalahnya. Jangan diempet, akan jadi stress dan sakit".

 Begitulah salah satu nasehat seorang Senior kepada saya tentang menangis. Secara pribadi saat saya masih kecil memang saya sering mendengar orang mengatakan "ayo anak cowok jangan menangis, jangan cengeng". Stigma tersebut juga menempel dalam benak saya hingga puluhan tahun. Pun sekarang ketika saya sudah beranak dua, saya terkadang bilang kepada anak laki-laki saya "ayo jangan nangis, masa anak cowok nangis". Oh rupanya stigma nangis = cengeng pun sudah saya terapkan ke anak saya. Mungkin sudah saatnya saya mere-branding dalam otak saya bahwa menangis itu tidak sama dengan cengeng dan lemah. 

 Ingatan saya membawa kepada para salafus shalih yang seringkali menangis mengingat dosa yang telah dilakukan dan panasnya api neraka.  Mereka bukan orang yang cengeng, tetapi mereka kerap menangis, mereka sangat garang di medan perang dan juga tetap tegas ketika bersikap. Jadi memang menangis tidak menunjukkan bahwa kita lemah maupun cengeng. Menangislah ketika memang itu diperlukan, tidak akan sia-sia air mata yang mengalir bila itu wujud dari upaya kita menjadi lebih baik di dunia dan akhirat. Terakhir saya ingat lirik lagu " Air mata" dari group band Dewa:


...........Menangislah bila harus menangis 

Karena kita semua manusia
Manusia bisa terluka manusia pasti menangis

Dan manusia pun bisa mengambil hikmah
Dibalik segala duka tersimpan hikmah 

Yang bisa kita petik pelajaran

Dibalik segala suka tersimpan hikmah

Yang kan mungkin bisa jadi cobaan.......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun