Mohon tunggu...
Sri Mulyono
Sri Mulyono Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Pegiat Pendidikan

Seorang yang mempunyai kepeduliandalan dalam dunia pendidikan. Setelah bekerja selama 5 tahuan di Sampoerna Foundation, bersama teman2 mendirikan Sinambung Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencintai: Memberikan Ruang Kebahagiaan bagi Anak

18 September 2017   11:23 Diperbarui: 18 September 2017   11:29 1548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tetapi bukan pikiranmu karena mereka memiliki pikiranya sendiri". Kutipan ini diambil dari tulisan Kahlil Gibran mengenai anak. Melalui tulisannya, Gibran mengajak setiap orangtua untuk menyadari bahwa anak merupakan anak Kehidupan. Anak diibaratkan sebagai anak panah, sementara orangtua adalah busur. Sang Pemanah tidak lain adalah Sang Pemilik Hidup, Tuhan sendiri. Tuhan sendiri yang mengarahkan seorang anak mau menyasar target yang mana, sementara orangtua menjadi alat dan sarana Tuhan sehingga anak panah bisa melesat menuju sasaran.

Dalam tulisan Gibran ini orangtua diingatkan untuk memberikan ruang kebebasan yang seluas-luasnya, yang memungkinkan sang anak mengekpresikan diri, mengaktualisasikan diri menjadi dirinya sendiri. Anak mempunyai dunianya sendiri. Dia adalah pribadi unik, yang mempunyai identitas, ciri kas sendiri. Dia bertumbuh dan berkembang menurut jalan hidup yang digariskan seturut rencana dan rancangan Tuhan kenapa dia lahir dan ada di dunia ini.

Proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak akan tercipta saat orangtua memberikan ruang "kebahagiaan". Di dalam ruang kebahagiaan inilah, tumbuh kembang anak akan mencapai titik paling optimal. Karena di dalam ruang inilah anak "bebas merdeka". Roh dan jiwa mereka hidup tanpa terbelenggu penjara penjara kehidupan yang menghambat bahkan mematikannya. Sebaliknya, roh dan jiwa mereka hidup dalam suasana tenang, bahagia, damai dan penuh kasih sehingga seluruh potensi akan terbuka dan keluar dengan sendirinya.  

Dalam beberapa kesempatan, kita masih melihat orangtua yang memarahi anak dengan bahasa yang kurang baik dan cenderung kasar. Kata kata seperti: bodoh kamu, kamu anak nakal, cengeng, sembrono, dan jelek masih sering kita dengar di dalam masyarkat kita. Ada juga orangtua yang masih memakai kekerasan fisik: memukul, mencubit, menarik telinga, menendang. Semua perkataan dan tindakan orangtua seperti ini merupakan penjara. Pikiran negatif, perkataan negatif dan tindakan negatif seperti ini perlu dibuang jauh jauh. Orangtua perlu mempunyai habitus baru yang positif. Bagaimana sebaiknya sikap dan tindakan orangtua dalam menumbuh kembangkan anak?

Orangtua yang baik adalah tutor dan fasilitator yang baik bagi anak. Orangtua perlu menggali minat dan ketertarikan anak. Orangtua perlu menjadi pendengar yang baik, pemaaf, sabar saat mendampingi anak anak. Di dalam rumah perlu diciptakan suasana dan nuansa kebahagiaan, keceriaan dan damai. Di samping itu anak ditumbuhkan rasa percaya diri dan keberanian untuk mengekplorasi lingkungan sekitarnya secara bebas dan leluasa tanpa larangan larangan dan paksaan paksaan yang tidak perlu.

Menjadi orangtua bukanlah hal mudah. Banyak tantangan untuk menjadi orangtua yang baik. Apalagi pada jaman sekarang dimana dunia semakin modern dengan segala dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan informasi dan teknologi. Arus informasi yang begitu dahsyat di era digital sekarang ini tidak mampu dibendung. Hal ini menjadikan orangtua sulit untuk memfilter informasi yang baik dan berguna bagi anak. Hampir semua informasi bisa sangat mudah diakses anak anak. Sementara mereka sebetulnya belum siap karena belum mempunyai daya kritis yang memadai. Hal ini diperparah lagi dengan ulah para "penjahat" informasi yang menebarkan informasi dan berita hoax di mana mana. Yang lebih memprihatinkan lagi banyak orangtua yang menganggap hoax sebagai sebuah kebenaran.

Orangtua diharapkan mampu menemani dan mendampingi anak anak sehingga bisa bersama mengkritisi informasi dan hal hal yang terjadi di luar. Menemani dan mendampingi bukan "menggurui". Menemani dan mendampingi dengan memberikan "kebebasan" bagi anak untuk belajar memaknai setiap peristiwa, setiap pilihan. Kiranya semakin banyak orangtua yang mampu memberikan ruang kebahagiaan bagi anak sehingga anak anak bertumbuh kembang secara optimal. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun