Tidak teralu sulit, untuk memahami apa yang dilakukan elit politik, dan mengapa dia melakukan hal demikian, saat menjelang pilkada saat ini !
Di media massa, seluruh elit politik sedang menggadang-gadang seseorang untuk kandidatnya, baik di pilgub, maupun pilbup. Upaya penggadangan tersebut, dilakukan dengan maksud untuk satu tujuan, yakni memenangkan kompetisi dimaksud.
Dalam rangka mencapai tujuan, dan maksud itu, sebagian diantara mereka yang ada memasarkannya lewat media, dan ada pula yang memasarkannya secara personal (head to head atawa party to party). Tujuan pokoknya adalah mendapat dukungan yang optimal, sehingga bisa menggungguli lawan politiknya.
Merujuk pada tujuan serupa itu, maka (a) tidak mengherankan bila kemudian, partai menggaet tokoh yang sudah popular di masyarakat, (b) menggandeng  kandidat incumbent yang dianggap popular, dan atau (c) berkoalisi dengan partai yang memiliki calon popular.
Strategi yang dikembangkannya, sangat beragam. Ada yang mencari kandidat dari luar partai, dan ada yang mencari kandidat dari incumbent. Terkait dengan raihan kursi di legislatifnya sendiri, maka pendekatan koalisi, masih menjadi primadona.
Popularitas kandidat, masih dianggap sebagai indikator pokok yang diharap bisa menunjang elektabilitas kandidat. Popularitas masih dimaknai serupa dengan elektabilitas. Kita malah tidak mengerti, mengapa setiap orang yang popular, ujug-ujug dianggap memiliki visi dan misi sama dengan partai politik tertentu. Apakah memang begitu ? ataukah, lebih karena misi partainya, hanya asal ingin menang dalam pilkada ?
Elektabilitas masih dinomor utamakan, dibandingkan dengan visi dan misi partai. Artinya, kita dapat melihat, partai politik -- partai politik sekarang, berlomba mendekati kandidat yang dianggap memiliki elektabilitas tinggi, walaupun belum banyak mengenali visi dan misinya. Mengenali visi seseorang, ternyata cukup dengan sekali presentasi. Dengan cara seperti itu, sebuah partai, bisa langsung menjatuhkan pilihan untuk menggadangnya atau berkoalisi dengan partai pendukungnya.
Gelagat seperti itu, kiranya tidak salah bila dikatakan bahwa spirit partai saat ini, lebih ke kekuasaan (kemenangan politik), dengan kata lain juga kenampakkan perilaku politik di pilkada ini adalah contoh nyata, wajah pragmatisnya elit politik kita saat ini.