Mohon tunggu...
Moertjahjo Wiyono
Moertjahjo Wiyono Mohon Tunggu... -

Moertjahjo, SKM,M.Kes. AAK. alumni Pasca Sarjana FKM-UI, Praktisi Asuransi kesehatan managed Care, Konsultan Pengelolaan klinik inhouse Industri, Penyusun awal konsep JPK Gakin DKI Jakarta, Pendiri Asosiasi JAMSOSDA dan JAMKESDA, Pengurus PAMJAKI, LAFAI, dan KUPASI. Penulis buku "Jaminan Kesehatan konsep Desentralisasi terintegrasi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengenal Potensi Fraud pada Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

9 Oktober 2014   01:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:49 3283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak 1 Januari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai salah satu program dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional pemerintah yang bertujuan mulia mulai diimplemntasikan. Dan sekarang JKN sudah 9 bulan telah berjalan, tentunya dalam proses implementasinya dilakukan perbaikan dan koreksi disana sini guna Program JKN bisa diterima oleh penduduk Indonesia dengan cita rasa kepuasan yang memuaskan sebagai salah satu indikator mutu layanan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) bidang kesehatan. Dibalik tujuan program JKN yang mulia itu, kita perlu mengenal potensi Fraud ( kecurangan) yang mungkin dapat terjadi sehingga bisa menimbulkan kerugian keuangan Negara dan masyarakat yang terkumpul di BPJS. Dengan semangat “Berantas kecurangan dan Korupsi”, penulis tergerak untuk menulis ini sebagai bentuk sharing informasi kepada publik, dengan harapan kita semua bisa mengetahui dan mau peduli untuk melakukan kontrol sosial guna mencegah terjadinya fraud pada program JKN. Pada Program JKN diterapkan prinsip-prinsip pelayanan yang terkendali (Managed Care) yang dalam implementasinya melibatkan interaksi dari tiga pihak yakni : Penyelenggara ( BPJS), Provider ( RS dan Klinik/puskesmas), dan peserta JKN. Prinsip Managed Care dimaksudkan agar terwujud pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang effisien ( terkendali).

Potensi Fraud bisa terjadi pada tiga Pihak yang berinteraksi tersebut yakni : 1. Penjamin / Penyelenggara ( BPJS), 2. Provider ( Rumah Sakit / klinik), dan 3 Peserta JKN. Fraud atau kecurangan sebenarnya tidak hanya terjadi pada dunia asuransi saja melainkan berkembang di dunia perbankan dan lainnya. Dalam pengertiannya Fraud didefinisikan sebagai berikut :


  1. Upaya kesengajaan melakukan kesalahan, atau memberikan keterangan yang salah dari seseorang / institusi yang mereka tahu itu salah, dan dapat menghasilkan sejumlah manfaat yang tidak legal dari individu, institusi tau pihak lain ( National Health Care Antifraud of America / NHCAA)
  2. Adalah suatu upaya dan tindakan kesengajaan untuk melakukan kesalahan atau kecurangan , untuk memperoleh keuntungan atau manfaat yang tidak legal dengan memperdaya orang lain atau pihak lain, sehingga menimbulkan kerugian pihak lain.( LAFAI )

Atau secara mudah Fraud dpt dimaknai sbg upaya kecurangan dengan sengaja untuk memperoleh keuntungan financial. Sehingga terdapat unsure-unsur dalam Fraud antara lain :

a.UNSUR PELAKU :  adalah seseorang atau Institusi yang dengan sengaja melakukan kesalahan yang seharusnya tidak boleh dilakukan.

b.UNSUR MOTIVASI ( NIAT) : bawa tindakan fraud tersebut dilakukan dengan sengaja dengan motif / niat untuk mendapatkan keuntungan / manfaat  bagi dirinya atau pihak lain

c.UNSUR FAKTA KESALAHAN : adanya bukti / fakta yang nyata atas kesalahan yang dilakukan oleh pelaku, dan pelaku mengakuinya.

d.UNSUR KERUGIAN : terjadinya sejumlah kerugian yang dialami pihak lain akibat tindakan kesalahan pelaku

Pada umumnya tindakan fraud terjadi bilamana situasi dan kondisi memberikan peluang kepada pelaku untuk melakukan kecurangan. Adapun kondisi latar belakang yang memungkinkan pelaku melakukan fraud antara lain sebagai berikut :

a.Ketidak jelasan terhadap prosedur kerja atau aturan kerja yang jelas, sehingga memungkinkan bagi pelaku melakukan improvisasi prosedur kerja sebagai tafsirnya, sehingga pelaku memungkinkan untuk melakukan fraud.

b.Ketidak Jelasan kewenangan yang dimiliki oleh si pelaku atau adanya rangkap jabatan sehingga dimungkinkan bagi yang bersangkutan melakukan tindakan fraud dengan tersamar.

c.Lemahnya pengawasan internal atau pengawasan atasan yang kurang ketat atau pekerjaan yang kurang terkontrol baik, sehingga pelaku merasa lebih leluasa atau punya kesempatan untuk melakukan tindakan fraud

d.Adanya kondisi asimetri informasi ( ketidaksetaraan informasi) antara pemberi pelayanan dan penerima pelayanan sehingga mudah untuk dikelabuhi. Seperti contohnya antara petugas medis dengan pasien, cenderungnya pasien akan percaya dan mengikuti apa-apa yang disarankan oleh petugas medis.

e.Adanya Pihak lain sebagai penanggung/ penjamin  terhadap biaya-biaya atas kerugian yang ditimbulkan. Dalam hal ini adalah BPJS atau Negara Republik Indonesia.

f.Adanya Motivasi atau niat dari pelaku karena terdesak kebutuhan atau bujukan dari pihak lain, atau tindakan kesengajaan untuk menjatuhkan nama baik institusi dimana ybs bekerja

g.Adanya peluang atau kesempatan yang terbuka (tidak terkontrol) di lingkungan pekerjaannya, untuk melakukan Fraud.

h.Manajemen yang tidak menyatu dalam satu tempat, sehingga  ada kendala untuk melakukan kontrol kepada pekerjanya.

i.Adanya pembiaran dari manajemen walaupun pimpinan mengetahui tindakan yang bersangkutan salah.

j.dll

Berikut ini penulis memberikan contoh-contoh kasus yang penulis pernah temukan dari pengalaman sewaktu menjadi pengelola JPK-Gakin di DKI Jakarta ( Tahun 2000-2004), dan dari referensi yang penulis baca. Contoh-contoh kasus akan penulis kategorikan yang bisa terjadi di Penyelenggara/Penjamin (BPJS), di Provider-Provider, dan di Peserta.

1.CONTOH-CONTOH KASUS FRAUD OLEH PENJAMIN ( PENYELENGGARA )

Fraud di pihak Penjamin / penyelenggara bisa dilakukan oleh: pihak Manajemen (kebijakan perusahaan), dan pihak oknum personal/pegawai


  1. Contoh yang dilakukan oleh Manajemen, antara lain :

a.Menahan atau menunda-nunda pembagian kartu psrt PBI atau peserta lainnya kepada peserta, baik yang kartu baru maupun kartu mutasi ( pindah alamat/ pindah kerja, lahir, dll ) walau sudah siap dibagikan. Hal ini untuk menunda utilisasi pelayanan  atau pemanfaatan pelayanan sehingga tagihan claim mengecil by design. Oleh karenanya harus ada aturan batas waktu dari bayar premi sampai dengan kartu diberikan. Untuk mencegah fraud.

b.Menahan atau menunda-nunda pembayaran ke provider yang seharusnya sudah harus dibayarkan setelah claim terverifikasi dengan benar, atau dana kapitasi yang sudah tersedia di awal bulan ( konsep prospective payment / pre-paid)

c.Tidak diberikan atau terlambatnya data peserta ke PPK.1yang dibayar dg kapitasi sebagai metode pembayaran “Pre Paid” (dibayar sebum ada pelayanan ), sehingga provider tidak mengetahui peserta mana yang harus dilayani dan peserta mana yang harus ditolak karena harus dilayani ke provider PPK.1 lainnya.

d.Biaya Kapitasi dibayar bukan “Pre-Paid, namun Post –Paid ( setelah sebulan belayanan berjalanan), alasannya pengolahan data peserta yang daftar pada PPK.1 dimaksud belum selesai diolah, sehingga harus menunggu data selesai, sementara selesainya data sebulan setelah bulan kapitasi. Sehingga kpaitasi diterima oleh PPK.1 bukan sebelum bulan pelayanan tetapi menjelang akhir bulan layanan. Akibatnya bagi PPK.1 tidak tahu persis kunjungan ( Utilisasi Rate) bulan bersangkutan tinggi atau rendah. Padahal UR ini menjadi ukuran resiko bagi PPK.1 dengan pembayaran sistem kapitasi.

e.Kurang dijelaskan apa-apa yang menjadi hak-hak peserta dalam pemanfaatan benefit secara rinci. Misalkan hak bayi yang baru lahir yang langsung perlu dirawat karena blue baby, atau penyebab lain. Sementara bayi tersebut diberi waktu untuk mendaftarkan sebagai peserta dalam waktu 3X 24 hari. Tanpa ada penjelasan secara rinci bagaimana apabila pengurusan surat / akte kelahiran sampai dengan pendaftaran peserta melebihi 3X 24 jam, hal apa yang bisa digunakan untuk tetap mendapatkan benefit bayi tersebut.

f.dll.


  1. Adapun Contoh-contoh kasus Fraud yang dilakukan oleh oknum /pegawai pihak Penjamin, antara lain :

a.Melakukan manipulasi data kepesertaan yang sebenarnya tidak masuk sebagai peserta jaminan tapi menjadi dimasukkan dalam peserta yang dijamin. Misalkan yang terjadi pada anak angkat/ anak asuh, dimasukkan kedalam anak kandung agar peserta yang terjamin lebih banyak.

b.Melakukan manipulasi data tagihan dari provider, dengan maksud untuk mendapatkan imbalan keuntungan bagi oknum tersebut.

c.Menunda-nunda pemberian kartu peserta oleh oknum penjamin kepada perusahaan yang mendaftarakan dengan jumlah karyawan / pesertanya besar. Hal ini dengan maksud agar utilisasi pada kelompok tersebut menjadi rendah atau tertunda, sehingga tagihan utilisasinyapun akan menjadi rendah.

d.Meminta imbalan jasa pelayanan dari oknum penjamin dari Provider, karena telah membantu mempercepat pengurusan verifikasi dan pembayaran claimnya dari Provider tersebut.

e.Memperlambat proses pembayaran ke Provider

f.Kriteria benefit yang tidak tegas, sehingga mudah ditafsirkan secara sepihak untuk tidak dijamin

g.Kolusi dengan pihak provider, agar klaim yang diajukan dapat dijamin

h.Kolusi dengan peserta untuk merubah tanggal kadaluarsa kartu peserta, yang sebenarnya sdh habis masa berlakuknya

2.CONTOH-CONTOH KASUS FRAUD OLEH PESERTA


  1. Manipulasi data diri atau keterangan palsu agar layak menjadi  kepesertaan Penerima bantuan iuran (PBI).
  2. Manipulasi data keluarga atau pemalsuan agar dapat menjadi peserta yang dijamin,
  3. Meminjamkan  kartu peserta kepada orang lain yang tidak berhak untuk disalah gunakan
  4. Pemalsuan Kartu peserta agar dapat akses ke pelayanan kesehatan ( provider )
  5. Memalsukan surat rujukan  agar bisa langsung akses pelayanan di Provider tingkat lanjut ( Rumah sakit )
  6. Menaikkan biaya yang tercantum di kwitansi (untuk klaim reimbursment), bila diwilayahnya tidak ada provider.
  7. DLL

3.CONTOH KASUS FRAUD OLEH PROVIDER

Kasus fraud di provider baik di klinik maupun di Rumah sakit, merupakan kasus fraud yang paling banyak ditemukan.

CONTOH KASUS FRAUD BILA PEMBAYARAN DENGAN DRG ( INA-CBGs)

a.Memasukkan kode diagnose penyakit yang lebih parah/ complicated dari yang sebenarnya ( up coding), agar mendapat pembayaran yang lebih mahal (  INA-CBGs). Seringkli memasukan kode penyakit dalam SIM Ina cbg, ada field others, yang bisa membuat tarif menjadi lebih mahal.

b.Mengarahkan agar pasien pulang cepat dari Rawat inap, kemudian disuruh masuk lagi dengan jeda waktu tertentu agar memenuhi syarat sebagai kasus baru atau episode perawatan baru, yang dapat diajukan untuk pembayaran baru ( INA –CBGs)

c.Pemisahan berkas kalim dari kasus ( Unbundling ) seseorang,pada suatu episode perawatan  untuk mengelabuhi klaimdari  kasus berbeda atau episode yang berpeda

d.Mengurangi pelayanan yang seharusnya diberikan

e.Rujukan Rawat inap dari pelayanan Gawat Darurat  meningkat dengan kurang jelas indikasinya, agar masuk kasus rawat inap

f.Tindakan one day care yang di arahkan agar bisa rawat inap.

g.Meminta cost sharing kepada peserta dari pelayanan yang seharusnya dijamin

h.Dll

·CONTOH KASUS FRAUD DI PPK.1 DENGAN PEMBAYARAN SISTEM KAPITASI

a.Mengurangi pelayanan yang seharusnya diberikan  ( under utilisasi )

b.Mudah melakukan rujukan ke Rumah Sakit, walaupun sebenarnya klinik / PPK.1 mampu melakukan pelayanan dimaksud

c.Meminta cost sharing/ balance billing  ( selisih biaya ) kepada peserta dengan alasan , tidak termasuk yang dijamin

d.Memalsukan diagnosa agar layak untuk dirujuk

e.Misrepresentasi dalam credensialing, melebih lebihkan kondisi profile dirinya agar bisa layak (eligible) sebagai provider primary BPJS

f.Dll

Contoh-contoh kasus Fraud tersebut mudah-mudahan belum terjadi atau tidak terjadi pada ke tiga pihak dimaksud, BPJS, Provider-Provider, dan Peserta. Namun bila itu terjadi maka perlu dilakukan upaya –upaya pencegahan atau program “Anti Fraud”, bahkan tindakan penegakan hukum sekalipun perlu dilakukan sebelum fraud merebak menjadi massif, terstruktur, dan sistematis. Program “Anti Fraud”, menurut penulis perlu diadakan sebagai bentuk antisipasi dan  sejalan dengan gerakan Anti Korupsi yang sedang kita galakkan di negeri ini. Mudah-mudahan sharing informasi ini bisa berguna bagi masyarakat, dan pihak terkait yang melaksanakan program JKN. Karena penulis mendukung program JKN yang bertujuan mulia dalam memberikan perlindungan jaminan kesehatan bagi penduduk Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun