Tak ada bedanya dengan anak-anak yang lain. Â Badannya tidak terlalu gemuk, juga tidak terlalu kurus. Â Tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu rendah. Â Wajahnya juga seperti wajah anak-anak yang lain. Â Menyimpan kepolosan yang tak mungkin dihilangkan.
Bedanya hanya di sorot matanya. Â Kalau kamu hanya melihat sepintas, pasti tak akan menemukan jejak dalam matanya. Â Tapi, jika kamu agak lama menatap matanya, walau kamu sambil bicara santai dengannya, pasti kamu akan menemukan jejak dalam matanya. Â jejak itu jauh dan meliuk-liuk. Â Seperti labirin yang sulit ditebak akhirnya.
Aku juga tadinya tak menemukan apa-apa. Â Setiap hari dia duduk rapi seperti anak-anak lain yang aku ajar. Â Kalau disuruh memperhatikan apa yang sedang aku jelaskan, semua anak diam dan memperhatikan dengan sepenuh hati. Â Juga dia. Â kalau aku suruh berdiskusi dengan teman satu kelompok, dia juga berdiskusi dengan serius. Â Kalau disuruh bertanya, dia juga ikut mengeluarkan pertanyaan seperti teman-temannya bertanya.
Nilai harian tak menonjol, tapi juga tak terlihat bontot. Â Nilai mata pelajaran apa pun, selalu berada di tengah. Â Artinya, dia memang anak biasa. Â Anak umum seperti yang lainnya. Â Pokoknya, tak akan ada yang bisa menemukan jejak labirin di sorot mata anak itu.
Hingga, di suatu pagi. Â Anto, ketua kelas lari terbirit-birit memanggil aku. Â Melaporkan kalau anak laki-laki itu menyimpan pisau di pinggangnya. Â Aku ke kelas. Â Dan aku menemukan dia, si anak laki-laki itu sedang membaca komik.
Aku mendekat. Â Aneh, dia hanya memandang sekilat. Â Lalu tangannya ke belakang tubuhnya seperti sedang mengambil sesuatu. Â Aku agak mundur. Â Takut dia akan menyerangku mendadak. Â Walau dia masih anak-anak, tapi pisau itu bisa melukaiku.
Ibu ingin meminta ini kan? Â
Tidak! Â Dia tidak mengatakan apa-apa. Â Hanya tangan kanannya yang disorongkan ke arah saya sambil memegang pisau. Â
Pada saat itulah. Â Saat saya menatap dia tepat di matanya. Â Aku benar-benar menemukan labirin yang sulit di kenali. Â Aku seperti terserap ke dalamnya. Â Berputar-putar dan membuat kepala terasa berat dan pusing.
Aku memang membawanya setiap hari.
Kata-kata itu tak pernah aku lihat keluar dari mulut anak laki-laki itu. Â Tapi, aneh, aku bisa mendengar kata-kata itu justru dari dalam labirin yang begitu dalam di matanya. Â Suara-suara itu bahkan menjadi jeritan yang sangat menyayat hati. Â Aku sampai tersedu mendengar suara jeritan itu. Â Lama-lama menjadi lolongan. Â Lolongan yang sangat panjang. Â Panjang sekali. Â Nyaris tak berujung.
Lalu segalanya terasa gelap. Â Entah.