Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Laki-laki yang Selalu Menyelipkan Pisau di Pinggangnya

9 Desember 2016   16:54 Diperbarui: 9 Desember 2016   17:03 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak ada bedanya dengan anak-anak yang lain.  Badannya tidak terlalu gemuk, juga tidak terlalu kurus.  Tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu rendah.  Wajahnya juga seperti wajah anak-anak yang lain.  Menyimpan kepolosan yang tak mungkin dihilangkan.

Bedanya hanya di sorot matanya.  Kalau kamu hanya melihat sepintas, pasti tak akan menemukan jejak dalam matanya.  Tapi, jika kamu agak lama menatap matanya, walau kamu sambil bicara santai dengannya, pasti kamu akan menemukan jejak dalam matanya.  jejak itu jauh dan meliuk-liuk.  Seperti labirin yang sulit ditebak akhirnya.

Aku juga tadinya tak menemukan apa-apa.  Setiap hari dia duduk rapi seperti anak-anak lain yang aku ajar.  Kalau disuruh memperhatikan apa yang sedang aku jelaskan, semua anak diam dan memperhatikan dengan sepenuh hati.  Juga dia.  kalau aku suruh berdiskusi dengan teman satu kelompok, dia juga berdiskusi dengan serius.  Kalau disuruh bertanya, dia juga ikut mengeluarkan pertanyaan seperti teman-temannya bertanya.

Nilai harian tak menonjol, tapi juga tak terlihat bontot.  Nilai mata pelajaran apa pun, selalu berada di tengah.  Artinya, dia memang anak biasa.  Anak umum seperti yang lainnya.  Pokoknya, tak akan ada yang bisa menemukan jejak labirin di sorot mata anak itu.

Hingga, di suatu pagi.  Anto, ketua kelas lari terbirit-birit memanggil aku.  Melaporkan kalau anak laki-laki itu menyimpan pisau di pinggangnya.  Aku ke kelas.  Dan aku menemukan dia, si anak laki-laki itu sedang membaca komik.

Aku mendekat.  Aneh, dia hanya memandang sekilat.  Lalu tangannya ke belakang tubuhnya seperti sedang mengambil sesuatu.  Aku agak mundur.  Takut dia akan menyerangku mendadak.  Walau dia masih anak-anak, tapi pisau itu bisa melukaiku.

Ibu ingin meminta ini kan?  

Tidak!  Dia tidak mengatakan apa-apa.  Hanya tangan kanannya yang disorongkan ke arah saya sambil memegang pisau.  

Pada saat itulah.  Saat saya menatap dia tepat di matanya.  Aku benar-benar menemukan labirin yang sulit di kenali.  Aku seperti terserap ke dalamnya.  Berputar-putar dan membuat kepala terasa berat dan pusing.

Aku memang membawanya setiap hari.

Kata-kata itu tak pernah aku lihat keluar dari mulut anak laki-laki itu.  Tapi, aneh, aku bisa mendengar kata-kata itu justru dari dalam labirin yang begitu dalam di matanya.  Suara-suara itu bahkan menjadi jeritan yang sangat menyayat hati.  Aku sampai tersedu mendengar suara jeritan itu.  Lama-lama menjadi lolongan.  Lolongan yang sangat panjang.  Panjang sekali.  Nyaris tak berujung.

Lalu segalanya terasa gelap.  Entah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun