Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Tetap Positif Biarpun Surga Tak Seluas Neraka

29 Oktober 2017   17:40 Diperbarui: 10 Juli 2018   15:02 2284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: http://yorkshirecoastfamilies.org

Manusia mampu mencipta semestanya sendiri, apakah bahagia atau nestapa. Tuhan sudah selesai merekayasa cetak biru kehidupan, sedangkan manusia menjadikannya hitam atau putih. Kepada manusia diberikan tongkat ajaib yang akan menuntun seluruh proses. Tongkat ajaib itu adalah prasangka.

Kalau boleh menebak, manusia-manusia menyangka neraka akan jauh lebih besar dari surga. Manusia memeluk keyakinan dari agama-agama yang mulanya sangat terpencil, kemudian meluas, ditolak atau diterima. Agama-agama tidak pernah menjangkau seluruh bumi. Lalu setiap agama mengklaim paling masuk surga. Jika umatnya hanya sepersepuluh dari penduduk bumi, maka sembilan dari sepuluh lainnya adalah penghuni neraka. Dengan demikian bisa saja dengan sangkaan ini, luas neraka akan sembilan kali lipat dari surga.

Tampaknya, Tuhan hanya menciptakan umat manusia seperti catatan statistik: sembilan dari 10 orang akan dibakar. Manusia dicipta semata untuk dibakar kecuali sedikit orang suci dan nabi-nabi. Itu belum termasuk umat seagama yang pendosa, yang tentunya tidak akan bisa tiba di surga dengan bangga tanpa melewati ruang pembakaran penuh siksa.

Dari premis sedemikian rupa, manusia terliputi oleh pengaruh-pengaruh neraka. Sebentang sejarah bumi adalah konstalasi dari tragedi, Tuhan seolah melihat dari ketinggian dengan wajah murka, lebih banyak menghukum dengan sedikit pengampunan. Hingga akhir zaman sekarang, kita telah menonton semua keburukan itu. Keburukan purbawi yang diturunkan secara genetis.

Berita-berita yang disiarkan dari layar gelas sampai viral-viral sosial media, didominasi oleh framing yang disusun dari anasir negatif: perang, genosida, persekongkolan, penyelewenangan, pembunuhan, tangkap tangan, rekayasa, pergaulan bebas, obatan terlarang, konspirasi, kecelakaan, bencana alam, perkosaan, politik kotor dan kampanye hitam.

Kita lebih suka melihat berita buruk ketimbang puja puji. Lebih gemar melihat kengerian daripada suka ria. Lebih hafal wajah koruptor ketimbang wajah penemu. Yang viral itu anak baru tumbuh yang terekam main kuda-kudaan, ketimbang juara Olimpiade Fisika Internasional. Jangan salahkan jurnalisme zaman sosmed yang memihak kabar sensasional ketimbang faktual, karena wajah industri media adalah pantulan cermin buram dari pilihan masyarakat.

Mulai zaman Batu Tua (Paleolithikum) hingga zaman Lembah Silikon, manusia didominasi oleh aura negatif, seolah ingin membuat pembenaran bahwa neraka memang kampung akhir hampir semua orang. Jelata merindukan perang seperti moyangnya. Para tiran berdiri di atas podium dengan wajah malaikat untuk mendiktekan hasrat haus kuasa.

Sebanyak-banyaknya orang percaya bahwa dunia adalah tempatnya masalah. Sehingga keburukan adalah bagian yang sulit dipisahkan. Tapi mari kembali ke paragraf awal: Manusia mampu mencipta semestanya sendiri, apakah bahagia atau nestapa?

Ada manusia yang bisa melihat sisi baik dari semua fakta dan fenomena. Baginya segalanya adalah baik atau kebaikan yang tertunda. Jika sesuatu itu memang buruk, pastilah itu hikmah tersembunyi. Tuhan diimajinasikan sebagai zat penuh kelembutan dan pengampunan. Prasangkanya terhadap Tuhan dan umat manusia adalah prasangka kebaikan. Ia memancarkan aura positif kemanapun perginya.

Literatur psikologi menyebut, Aura merupakan sebuah energi daya tarik yang berada di dalam diri manusia, sehingga ia bagaikan medan elektromagnetik yang mengelilingi tubuh manusia (Human Energy Field - HEF) untuk menarik setiap energi yang ada di sekitarnya.

Studi dari The Law of Attraction telah menyebabkan ribuan orang mengubah hidup mereka menjadi lebih baik. The Law of attraction atau Hukum Tarik Menarik mengupas banyak hal tentang keterikatan manusia dengan semesta yang saling terkoneksi. Pikiran-pikiran atau prasangka yang baik akan menarik lebih banyak kebaikan pada diri seseorang, demikian pula sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun